Tuesday 28 February 2012

MAKNA LAA ILAAHA ILLALLAH

0 comments
Setiap orang Islam pasti bersyahadat, karena syahadat adalah syarat Islam-nya seseorang. Tapi sudahkah kita umat Islam mengerti makna dua kalimat syahadat yang sering kita ucapkan di setiap sholat kita?
Syahadatain atau dua kalimat syahadat sangat penting bagi umat Islam, diantaranya adalah pintu masuknya seseorang ke dalam Islam. Selain itu syahadat juga menjadi pembeda antara seorang Muslim dengan kafir. Syahadat merupakan inti atau pondasi dari ajaran Islam. Dua kalimat ini juga merupakan prinsip perubahan bagi seseorang atau masyarakat Islam. Di samping itu syahadat juga memiliki keutamaan yang sangat besar, yaitu kunci masuk surga bagi seorang Muslim. Kalimat Laa Ilaaha Illallah juga merupakan afdholu dzikr atau dzikir yang paling utama. Dua kalimat syahadat juga dapat memberatkan timbangan seorang hamba di yaumil hisab kelak. Bukan hanya itu, dengan syahadat seseorang tidak akan kekal di neraka.
Dua kalimat,لاَإِلَهَ إِلاَّ الله وَ أَنَّ مُحَمَّدٌرَسُوْلُ الله memiliki makna masing-masing. Pada kesempatan kali ini yang akan saya bahas adalah makna Laa ilaaha illallah. Biasanya kebanyakan orang Indonesia mengartikan Laa ilaaha illallah dengan “Tidak ada Tuhan selain Allah“. Atau ada juga yang menafsirkan dengan “Tidak ada sesembahan kecuali Allah.“ Pengertian seperti ini tidak tepat, karena sesungguhnya setiap yang disembah baik yang hak atau yang batil adalah Allah. Ada juga yang mengartikan dengan “Tidak ada pencipta selain Allah.“ Pengertian ini hanya mencakup sebagian saja dari arti Laa ilaaha illallah itu sendiri. Arti ini hanya mengakui tauhid rububiyah saja. Ada lagi yang menafsirkan dengan “Tidak ada hakim selain Allah.” Ini juga hanya mencakup sebagian dari makna Laa ilaaha illallah.

Katro Di Desa ?!?

0 comments

Foto007Kalau ada orang desa yang katro baru dateng ke kota dan terkesima dengan kehidupan kota itu hal biasa. Yang nggak biasa adalah orang kota yang katro melihat kehidupan desa. Dan saya termasuk ke dalam orang kota yang katro waktu dateng ke desa. Saya tinggal di daerah industrial Kota Cilegon, Propinsi Banten. Memang Cilegon bukan kota yang metropolitan bak Jakarta. Tapi kehidupan masyarakat Cilegon hampir sama dengan masyarakat perkotaan. Buktinya setiap saya pulang ke Cilegon, pasti ada supermarket baru yang dibangun, atau boulevard baru atau bangunan gedung-gedung tinggi lainnya. Sangat susah menemukan kawasan hijau di Kota Cilegon kecuali di sekitar rumah saya..:DD Maklum, ortu saya senang dengan yang hijau-hijau, jadi di rumah di tanam beberapa tanaman, dari yang berbuah sampai yang sekedar penghias taman.

Yang membuat saya katro di desa adalah, saya terkesima dengan lingkungan yang hijau di sekitar saya. Saya juga nggak tahu gimana Bapak bisa nemuin Sekolah Tinggi setaraf S1 berbasis boarding atawa pesantren di daerah yang super pelosok ini. Suasananya hampir mirip sama SMA-ku SMAN Cahaya Madani Banten Boarding School, yang tempatnya di pelosok jauh dari keramaian kota dan udaranya sejuk. Suasananya asyik dan enak banget buat belajar soalnya terletak di bawah kaki gunung Karang. Saya selalu ingin memiliki suasana belajar seperti ini. Dan Alhamdulillah biidznillah saya bisa belajar menempuh jenjang S1 saya di tempat seperti ini. (Salut daah sama Babeh yang bener-bener mencarikan lembaga pendidikan yang terbaik untuk anaknya. Love you Babeh…:DD)

Tapi jangan salah, walaupun dari dulu saya menuntut ilmu di daerah pegunungan yang jauh dari keramaian kota, berasrama pula,  saya tetap bisa mengikuti perkembangan dunia luar melalui internet. Yaah walaupun kalau ada hujan deras disertai angin kencang Wi-Fi nya suka eror. Dan lebih beruntungnya lagi, walaupun saya hidup di sebuah daerah pelosok bernama Tawangmangu, saya bisa bertemu dengan banyak orang luar negeri. Secara, daerah Tawangmangu adalah daerah wisata…hehehe. Tapi orang luar negeri yang saya maksud bukan sembarangan orang luar negeri lho! Tapi masayikh dari Timur Tengah. Dan Alhamdulillah biidznillah saya bisa belajar dengan banyak masayikh dari Timur Tengah tanpa harus pergi jauh-jauh ke luar negeri. Yaah walaupun bahasa Arab saya masih tingkat dasar, tapi sedikit-sedikit bisa istifadhah lah…:D

Setiap saya diajak jalan sama temen-temen saya ke sekeliling desa, pasti antusias saya naik jadi stadium lima. Dan pasti kalau saya bawa kamera, semua yang ada di sekeliling saya bakalan diabadikan. Baik itu sawah yang hijau, kebun teh, Mbah-mbah lewat, anak-anak SD berangkat sekolah, ibu-ibu menyuapi anaknya, bapak-bapak membajak sawah, batu-batu kecil di sungai,  ataupun kerbau yang lagi mandi. Semua hal itu tampak luar biasa bagi saya. Suasananya tidak saya temukan di sekitar rumah saya. Udara di sekitar pedesaan juga masih sejuk. 

Suasana gotong-royong dan kekeluargaan di pedesaan masih kuat banget. Tidak sama dengan suasana di perkotaan yang individualisnya jelas banget. Setiap hari Ahad pagi, semua ibu-ibu ba’da shubuh langsung keluar rumah bergotong royong membersihkan lingkungan sekitar. Bila ada salah satu warga yang sakit, pasti warga lain datang berbondong-bondong menjenguk. Nggak tanggung-tanggung, biasanya warga menyarter minibus atau truk untuk menjenguk salah satu warga yang dirawat di rumah sakit. Emang sih, awalnya saya menganggap hal ini katro banget. Tapi di situlah seni kekeluargaannya. Asumsi katro pun berubah dengan kekeluargaan.

Bukan hanya itu, orang-orang desa (khususnya wanita) terampil mengerjakan pekerjaan rumah tangga, baik itu menyapu, memasak, mengepel, menyuci, ataupun membersihkan rumah. Tidak hanya kalangan ibu, tapi juga anak-anak SD. Pernah suatu hari saya melihat seorang anak perempuan kelas 2 SD menggendong adiknya yang berusia 2 tahun. Cara dia menggendongnya pun tidak asal-asalan. Padahal badan anak perempuan itu tidak terlalu besar. Dia sangat pandai mengemong adiknya. Saya malu dengan anak perempuan yang bahkan belum berusia 10 tahun itu, karena saya yang duduk di bangku kuliah saja belum pandai mengemong adik saya. Beberapa teman saya hampir serupa dengan anak perempuan itu. Rata-rata mereka waktu kecil biasa mengemong adiknya. Sedangkan saya, tidak pernah mengemong adik saya waktu kecil. Karena adik-adik saya diasuh oleh ibu dan teteh yang membantu ibu di rumah. Ketika ibu mengajar di pagi hari, biasanya adik-adik saya diasuh oleh teteh, begitu pun dengan saya. Dan saya tidak pernah menggendong adik-adik saya, karena setiap saya ingin menggendong, pasti ibu langsung mencegah, takut kalau adik saya jatuh ketika digendong saya…hehe. Jadi saya tidak berani menggendong anak kecil yang berusia di bawah 1 tahun. Teman-teman saya bilang kalau cara menggedong saya nggak nyaman buat anak yang saya gendong. Maklum saya bukanlah expert, Insya Allah kalau saya sudah punya anak, saya akan lebih pandai lagi menggendong dan mengasuh anak kecil.

Pernah suatu hari saya dimintai tolong untuk mengasuh anak salah satu ustadz saya. Beliau ingin mengantar istrinya yang tengah hamil tua periksa ke dokter kandungan. Maklum bayi yang ada di dalam kandungan istrinya diperkirakan kembar (dan memang ketika lahir kembar 2 laki-laki. Imut dan lucu, pengen punya anak kembar..hehe). Ada tiga anak perempuan yang harus saya  temani. Alhamdulillah saya tidak sendiri, tapi ditemani oleh teman saya. Dan subhanallah ketiga anak perempuan ini super duper hiperaktif. Kebetulan teman saya berpengalaman mengasuh anak-anak, karena dia dulu sering membantu ibunya mengasuh adiknya. Tapi saya sangat kewalahan, menghadapi mereka. Walau begitu saya sangat senang, karena itu pengalaman saya bermain dengan anak kecil dalam waktu lama. Dan saya sangat suka dengan anak-anak dan karakteristiknya. Pengalaman sering bermain dengan anak-anak membantu saya mempelajari dunia anak-anak dan memahami sedikit psikologi mereka. Lumayan buat bekal persiapan ketika mendidik anak sendiri.

Saya juga pernah dimintai tolong untuk mengajak bermain dengan anak salah satu ustadzah MI. Anaknnya perempuan cantik dan imut. Usianya sekitar 1 tahun. Saya sempat takut apabila anak ini nangis. Anak perempuan nangisnya lebih parah dari anak laki-laki. Belum lagi saya orang khawatiran dan takut. Khawatir kalau nanti si anak jatuh ketika bermain. Atau takut kalau nanti anaknya kena apa-apa.  Mata saya selalu awas dengan gerak-gerik dia. Ke manapun dia pergi saya ikuti. Apabila jalannya berbatu, saya langsung menggendongnya, takut dia terantuk batu. Tiba-tiba setelah lelah bermain, dia mulai mengantuk dan menangis. Saya mulai panik. Saya bingung bagaimana membuatnya diam. Akhirnya saya menggendongnya dan mencoba untuk membuatnya tertidur. Tapi sepertinya gendongan saya kurang membuatnya nyaman, sehingga dai tidak bisa tidur. Saya terus menggendongnya, mondar-mandir dan terus memperbaiki posisi gendongan. Saya menggendong tanpa kain. Tangan saya pegal menggendong hampir setengah jam. Padahal anak perempuan ini badannya mungil dan terbilang ringan. Memang dasar orang minim pengalaman, baru menggendong sebentar langsung pegal. Saya terus menggendongnya hingga lebih dari setengah jam, sambil mengajaknya jalan-jalan mencari-cari hal yang dapat menarik perhatiannya dan membuatnya tidak menangis. Alhamdulillah dai berhenti menangis ketika saya ajak dia mengejar ayam. Namun, beberapa saat kemudian dia kembali menangis. Saya mengajaknya jalan-jalan ke tempat lain. Saya terus menbenahi posisi gendongan. Dan kali ini saya coba untuk mengelus kepalanya. Saya sering melihat ibu saya mengelus kepala atau punggung adik saya dan saya ketika mengeloni kami. Alhamdulillah cara itu berhasil. Anak perempuan itu pun tertidur dengan sisa air matanya, Wajahnya terlihat lelah 2 jam bermain. Perasaan senang, bangga, dan terharu bercampur baur menjadi satu dalam hati. Saya senang karena ini pertama kalinya saya bisa membuat seorang anak kecil tertidur dalam gendongan saya. Saya bangga, karena ini pertama kalinya saya menggendong seorang anak kecil hingga tertidur. Subhanallah…^^ Saya terharu, karena saya mampua melakukannya. (hawahahahahhahaha…….ini sisi lain kekatroan saya)

Rata-rata perempuan desa pandai memasak. Atau minimal terampil berkutik di dapur, baik itu hanya sekedar memotong, menggoreng, atau membuat sambal. Saya pernah ditertawai oleh teman saya ketika saya mencoba untuk mengulek bumbu nasi goreng. Maklumlah saya jarang menyibukkan diri di dapur. Lagipula ketika saya menawarkan diri untuk membantu ibu saya yang sedang memasak di dapur, ibu saya tidak mengizinkan, kecuali menggoreng, atau memasak nasi (itupun dengan rice cooker), atau mencuci sayuran atau daging (kecuali ikan…), atau mengupas dan memotong kentang (pakainya alat pengupas yang lebih simple dari pisau:D) atau hanya sekedar memeras santan. Soalnya kata ibu, kalau saya bantuin masaknya jadi tambah lama…hehe…saya jadi pengacau di dapur. Tapi kalau bikin kue kering, cake, karamel, puding, atau desert biasanya ibu mengizinkan anaknya untuk turut membantu. Sekalian berkreasi kali, biar daya kreativitas anak-anaknya meningkat. Jadi kalau cuma bikin puding Insya Allah saya bisa kalau lagi eror. Soalnya kalau lagi eror pudingnya nggak bisa padat gara-gara kebanyakan air,,,hehehehe:D.

Pernah suatru hari saya mencoba membuat nasi goreng dengan bumbu alami. Saya belajar membuat nasi goreng dari teman saya di asrama, Saya mencoba mempraktekkannya. Saya mengulek sendiri bumbu-bumbunya, Teman saya tertawa melihat cara saya mengulek. Ketika bumbunya sudah terlihat halus (memang tidak sehalus teman saya , tapi lumayan lah buat seorang pemula), mata saya langsung berair. Memang waktunya lebih lama dari teman saya, dan bumbunya juga belum halus banget. Tapi saya senang karena saya bisa mengulek (hehehehhehehehehe:D). Dan ketika nasi gorengnya jadi saya meminta teman saya untuk mencobanya terlebih dahulu. Semua teman saya yang saya temui, saya mintai pendapatnya. Berbagai macam komentar saya dapatkan, dari mulai “waaah enak ma, buat seorang pemula”, “Waah selamat ya bisa buat nasi goreng”, “nasi gorengnya enak ma”, “terharu kamu bisa buat nasi goreng” dan mereka semua bilang enak, yah walaupun masih harus di upgrade. Lalu saya mencoba membuat nasi goreng itu di rumah. Ibu saya kaget melihat saya bisa membuat nasi goreng. Setelah itu, ibu saya mulai mengijinkan saya membantunya di dapur. Hehehehehe:D

Pokoknya banyak hal di daerah pedesaan yang bikin saya katro. Dan semua itu terasa indah dan luar biasa bagi saya. Bahkan mbah-mbah yang menggendong daun-daun padi untuk makan ternaknya pun terlihat luar biasa bagi saya. Apalagi hamparan sawah yang hijau dengansengkedan dan teraseringnya. Atau berbagai tumbuhan sayuran yang saya temui ketika berjalan-jalan di daerah persawahan. Juga suasana kebun teh yang sejuk dan butiran-butiar air yang ada di daun-daunnya. Alhamdulillah, Allah mengizinkan saya untuk tinggal di lingkungan yang suasananya sejuk dan jauh dari polusi udara. Sudah seharusnya saya selalu beryukur dengan berbagai nikmat yang telah Allah berikan kepada saya, salah satunya lingkungan ini. Apalagi setiap mau buka pager  asrama langsung disambut dengan hamparan gunung lawu yang elok dan gagah. Terkadang terbersit harapan dalam hati : Kapan saya bisa ke sana? Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan rahma?

_Around Desa Pakel, Tawangmangu_

Saturday 25 February 2012

Sudahkah Kita Bersyukur?

0 comments
Surprise sama mata kuliah pendidikan hari ini. Di jadwal hari ini yang kebagian jatah jadi lecturernya kebetulalan Pak Hery Setyatna. Prof Ravik Karsidi di minggu kemaren mengisi mata kuliah yang sama. Di awal slide Pak Hery saya melihat judulnya
“MEMBANGUN PENDIDIKAN UTUK MASA DEPAN BANGSA BERBASIS EMOSI DAN SPIRITUAL””
Tapi, what a surprise! Saya pikir Pak Hery akan langsung masuk ke mata kuliah. Ternyata Pak Hery pagi ini mengajak kita untuk think deeply. Kita diajak untuk merenungi sebuah kata kerja yang sering dilupakan oleh orang lain, terutama umat Islam, yaitu kata “syukur”. Syukur memang sebuah kata yang mudah sekali untuk diucapkan tapi sangat sulit aplikasinya. Teringat dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Al-Qur’an surat Ar-Rahman yang diulang berkali-kali, yang artinya :
"Maka nikmat Rabb-mu yang manakan yang kamu dustakan?”
Ada lagi ayat :
لَإِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَنَّكُمْ وَ لَإِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَبِيْ لَشَدِيْد
“Jika kamu bersyukur maka Aku akan menambahnya, dan apabila kamu mengkufurinya maka sungguh adzab-Ku sangatlah pedih”
(lupa ada di surat apa dan ayat berapa….^^).
Tanpa sadar, sering kita mengkufuri nikmat yang diberikan Allah kepada kita. Misalnya saja ketika waktu makan tiba dan mendapati makanan yang ada tidak sesuai dengan selera, kita dengan spontan mengucapkan : “Ya…lauknya koq tempe lagi sih!” padahal banyak orang yang kelaparan dan belum tentu bisa makan sehari sekali. Di belahan dunia sana ada yang sampai badannya hanya terdiri dari kulit yang membungkus tulang, karena kelaparan.
Atau terkadang muncul ucapan-ucapan : “Ah…sepatuku udah butut”, padahal masih layak pakai. Atau : “Fasilitas di kampus nggak lengkap, internetnya lemot”. Sedangkan di belahan dunia lain ada yang harus belajar di halaman terbuka dengan sarana yang lebih minim lagi. Atau ucapan-ucapan sepele lainnya yang tanpa kita sadari kita telah mengkufuri nikmat Allah.
Ada beberapa perempuan yang mengeluhkan bentuk betisnya yang besar. Jika dibandingkan dengan orang yang harus di amputasi kakinya atau terlahir dalam keadaan tidak memiliki kaki, seharusnya kita lebih bersyukur. Atau ada orang yang komplain bentuk matanya yang terlalu sipit atau terlalu belo. Jika dibandingkan dengan para tunanetra bukankah seharusnya kita bersyukur diberikan dua mata yang indah yang bisa melihat keindahan ciptaan Allah.
Tapi luar biasanya, orang-orang yang memiliki kekurangan fisik justru menganggap dirinya tidak memiliki kekurangan apapun dan selalu bersyukur. Mereka justru memanfaatkan kekurangan dirinya untuk melejitkan prestasinya. So just enjoy life how it is and as it come because things are worse for others and is lot better for us. There are many things that you’ve already got in your life, but why you always complain that you don’t have anything.
So, selalu hiasi hari-hari kita dengan rasa syukur atas segala nikmat yang Allah karuniakan kepada kita.
_Kuliah Manajemen Pendidikan with Pak Hery Setiyatna_

Monday 20 February 2012

Sebuah Ikatan Konyol

0 comments
danbo (1)Semua ini bermula dari seorang nenek. Aku menemukan seorang nenek yang baik hati di semester 4 di sebuah universitas program S1 yang berbasis boarding atau pesantren. Aku sendiri lupa bagaimana ceritanya aku bisa memanggil dia dengan sebutan nenek. Yang jelas dia adalah orang yang aku panggil nenek walaupun usianya masih jauuh sekali dari sebutan nenek. Memang usia nenek lebih muda darik, tapi dia sungguh bijaksana bak seorang nenek. Dia selalu menasihatiku layaknya seorang nenek kepada cucunya. Dia juga cerewet seperti nenek-nenek pada umumnya…:DD (hehehe….peace nenekku^^). Yang terpenting adalah orang yang aku panggil nenek itu ridho.

Sunday 19 February 2012

Belajar Bersyukur dari Ibnu Ummi Maktum

0 comments
Siapa tidak kenal dengan seorang sahabat yang pemberani walaupun tidak bisa melihat ini? Ibnu Ummi Maktum yang memiliki nama lengkap Abdullah bin Qais bin Zaidah bin Al-Asham. Orang Irak biasa memanggil beliau dengan ‘Amr. Beliau adalah anak dari seorang ibu bernama ‘Atikah yang biasa dipanggil Ummi Maktum. Abdullah ibnu Ummi Maktum termasuk salah seorang yang mula-mula masuk Islam. Beliau adalah salah seorang di antara tujuh orang yang berani menampakkan ke-Islamannya di Makkah.
Di awal sejarah Islam, Abdullah ibnu Ummi Maktum diberi hidayah oleh Allah untuk bergabung bersama orang-orang yang telah ber-Islam. Ketika itu beliau masih muda. Beliau merasakan bahwa ajaran Islam telah menjadikan hatinya bersih, walaupun matanya tidak dapat melihat. Dan ini merupakan nikmat besar yang dikaruniakan Allah kepadanya.
Abdullah ibnu Ummi Maktum memiliki ilmu dan adab istimewa yang dianugerahkan Allah kepadanya, menggantikan kebutaan matanya sebagai cahaya dalam pandangan dan pancaran hati. Beliau memang tidak dapat melihat secara jasadi, tetapi beliau dapat melihat menggunakan mata hatinya. Hatinya dapat mengetahui apa yang tersembunyi.
Beliau hijrah ke Madinah pasca perang Badar. Beliau adalah muadzin kedua Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam setelah Bilal bin Rabah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menunjuk Abdullah ibnu Ummi Maktum sebagai pengganti beliau untuk mengimami shalat umat Islam di Madinah ketika Rasulullah pergi ke medan perang.
Ibnu Ummi Maktum radhiyallahu ‘anha merupakan salah seorang sahabat yang membuat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mendapat teguran dari Allah subhanahu wa ta’ala. Suatu hari beliau mendatangi Rasulullah untuk mempelajarai Al-Qur’an. Saat itu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sedang berbicara dengan tiga orang pemuka Quraisy, mengajak mereka memeluk Islam. Lalu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berpaling muka dan bermuka masam terhadap Ibnu Ummi Maktum radhiyallahu ‘anha. Lalu turunlah firman Allah dalam surat ‘Abasa.
“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena Telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup. Maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran). Sedang ia takut kepada (Allah). Maka kamu mengabaikannya.”
Walaupun buta, Ibnu Ummi Maktum memiliki naluri yang sangat peka untuk mengetahui waktu. Setiap menjelang fajar, dengan perasaan jiwa yang segar ia keluar dari rumahnya, dengan bertopang pada tongkatnya atau lengan salah seorang Muslimin untuk mengumandangkan adzan di masjid. Beliau bergantian adzan dengan Bilal bin Rabah. Apabila Bilal yang mengumandangkan adzan, maka Abdullah ibnu Ummi Maktum lah yang mengumandangkan iqamah. Namun, di waktu fajar Bilal mengumandangkan adzan untuk membangunkan kaum Muslimin di sepertiga malamnya. Sedangkan Abdullah ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan di waktu shubuh. Oleh karena itu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan adzan Abdullah ibnu Ummi Maktum sebagai sandaran habisnya waktu sahur. Rasulullah bersabda : “Makan dan minumlah kalian hingga Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan...“
Abdullah ibnu Ummi Maktum adalah orang yang sangat mulia karena dua wahyu yang diturunkan Allah berkaitan dengan beliau. Yang pertama adalah teguran terhadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang ada dalam surat ‘Abasa dan yang kedua tentang ketentuan berperang bagi orang yang mampu dan berhalangan dalam berperang. Beliau memiliki hasrat yang besar untuk bisa ikut berperang di jalan Allah kendati matanya buta. Imam bukhari mengatakan dalam tafsir Ibnu Katsir juz 5 ketika turun firman Allah surat An-Nisaa‘ ayat 95 yang artinya : “Tidaklah sama antara orang yang beriman yang duduk (tidak ikut berperang)…”. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Zaid bin Tsabit untuk menulisnya. Kemudian datanglah Ibnu Ummi Maktum yang mengadukan tentang keadaan dirinya yang tidak dapat melihat. Kemudian turun firman Allah :“Kecuali yang mempunyai uzur...“
Walau ayat tersebut telah diturunkan, beliau masih tetap memiliki hasrat yang tinggi untuk bisa syahid di jalan Allah. Dan akhirnya Allah mendengar do’a beliau untuk bisa berjihad fii sabilillah. Beliau menjadi orang buta pertama yang ikut berperang dalam sejarah Islam, yaitu perang Al-Qadisiyah. Saat itu beliau membawa panji berwarna hitam sambil mengenakan perisai dan maju ke medan perang.
Abdullah ibnu Ummi Maktum adalah orang yang taat beribadah. Buktinya adalah beliau tetap menaati perintah Allah dan Rasulullah untuk shalat berjamaah di masjid walaupun beliau tidak bisa melihat. Berbeda dengan beberapa Muslim saat ini yang walaupun diberi penglihatan yang sempurna oleh Allah subahanahu wa ta’ala, namun tidak pernah sholat berjamaah di masjid. Jangankan shalat berjamaah di masjid, malah ada yang sampai bolong shalatnya. Kisah Ibnu Ummi Maktum radhiyallahu anhu memberi banyak pelajaran berharga kepada kita. Beliau selalu bersyukur kepada Allah walaupun tidak diberi penglihatan jasadi. Berbeda dengan kita yang terkadang mengeluhkan mata yang terlalu sipit atau terlalu lebar. Padahal kita masih diberi kesempatan Allah untuk melihat dan menikmatai keindahan hamparan hijaunya gunung Lawu, birunya langit Tawangmangu, dan ciptaan Allah lainnya.
Beliau juga keukeuh tetap ingin ikut berperang walaupun matanya buta. Sedangkan banyak umat Islam saat ini yang menciut ketika diajak untuk membantu saudaranya di Palestina atau di Afghanistan –yang ingin berjihad juga banyak kok-. Semoga kita bisa meneladani sikap beliau yang tawadhu dan ketaatannya dalam beribadah. Yang paling penting adalah meneladani sikap beliau yang selalu bersyukur walaupun memiliki kekurangan.
Banyak diantara kita yang kufur nikmat, padahal kita diberi jasad yang sempurna tidak ada cacat sedikitpun. Kita lebih sering memperhatikan “apa yang kurang dalam diri kita?“ bukan “berapa banyak nikmat Allah yang dianugerahkan dalam diri kita?“. Kekurangan yang sedikit lebih diperhatikan daripada kelebihan yang melimpah ruah. Tidak heran apabila kelebihan yang Allah berikan malah tak terlihat karena lebih sering memperhatikan kekurangan. Ada orang yang matanya terlalu sipit akhirnya melakukan operasi plastik supaya bisa mendapatkan mata yang lebih lebar. Begitu juga sebaliknya. Padahal Allah telah menciptakan segala sesuatunya dengan sempurna dan disesuaikan dengan diri kita. Hanya saja kita lebih sering ber-suuzhon (buruk sangka) kepada Allah daripada ber-husnuzhon (berbaik sangka). Orang yang ditakdirkan Allah tidak bisa melihat bukanlah orang yang paling menderita di dunia ini. Karena bisa jadi Allah menyelamatkannya dari perbuatan maksiat yang ditimbulkan matanya apabila diberi penglihatan. So, mari kita belajar besryukur dari Abdullah Ibnu Ummi Maktum radhiyallahu ‘anha.
Wallahu a’lam bishowab

Ketagihan…?!?

0 comments
Kalau udah ketagihan sama sesuatu pasti dah ketika ‘sesuatu’ tersebut nggak ada bakal jadi kalang kabut. Ketagihan sama handphone terus tiba-tiba handphone-nya hilang, hidup pasti jadi hampa. Ketagihan sama acara televisi dan tiba-tiba tivinya rusak dan bikin nggak bisa nonton tipi, pasti dah hidupnya jadi sepi nggak ada hiburan dari tipi. Ketagihan sama yang namanya internet dan tiba-tiba terdampar di lokasi yang meuni pelosok pisan dan jauh dari jangkauan internet, sekalipun pake modem yang paling canggih, pasti bakalan merasa hidupnya nggak berasa (garem kali berasa…hohoho)
Begitu juga dengan segala sesuatu yang ‘biasa’ ada dalam hidup kita dan tiba-tiba menghilang , pasti kita akan merasa aneh. Biasa makan nasi di Indonesia terus dapet kesempatan belajar di Pakistan yang nggak ada nasi pasti dah langsung mumet. Coba kalau misalkan ‘ketagihan’ sama ‘biasa’ nya sama hal-hal yang bikin kita makin deket sama Jannah Allah dan bikin tabungan kita untuk akhirat bertambah. Misalkan, kalau kita ketagihan sama yang namanya tilawah Al-Qur’an setiap hari, terus satu hari nggak tilawah Al-Qur’an hidup kayaknya rasanya hampaaaaa banget. Terus ada lagi, kalau misalkan biasa sholat tahajud, karena kecapekan dan nggak bangun malem dan nggak sholat tahajud, hidup jadi nggak bergairah saking menyesalnya nggak sholat tahajud. Kita udah biasa sholat Dhuha, tiba-tiba dapet jadwal kuliah yang padet sampai nggak sempet sholat Dhuha, hidup nggak berwarna dan hari yang dilalui jadi nggak berkesan. Yang biasa dzikir dan ma’tsurat-an tiap pagi dan sore tiba-tiba nggak baca…rasanya udah menyesal setengah hidup. (Rada lebay yah penggambarannya, tapi emang koq kata orang yang udah biasa ngelakuin hal-hal tersebut begitulah rasanya..:D)
Mau deh bisa ketagihan sama tilawah Al-Qur’an, ampe nggak mau berhenti dan pengennya terus tilawah Al-Qur’an. Atau ketagihan sama sholat Tahajud sampe kaki pegel-pegel atawa bengkak tapi nggak berasa saking asyiknya sholat tahajud. Terus ketagihan shaum sampai lapar pun nggak kerasa. Pengen juga ketagihan belajar (abis ngeliat para orang2 yg freak sama study keren. Apalagi kalau kacamatanya tebeeel banget..:DD) Semoga kita bisa menjadi orang yang bisa ketagihan sama hal-hal yang lebih memberi manfaat dan memperbanyak tabungan bekal kita menuju akhirat. Aamiin ^^

Tuesday 14 February 2012

Dauroh…oh Daruroh…part II

0 comments
Rasanya sudah lama sekali tidak nge-blog. Rindu hati ini mau nge-blog. Tiga minggu yang lalu padat banget dauroh. Baru selesai dauroh sama Ustadzah Ahlam dari Saudi langsung dilanjutin sama Syeikh Hisyam dari Mesir (Jami’ah Al-Azhar) ngebahas kitab Qotrunnada’ pula.
Tapi Alhamdulillah banget, Allah mengizinkan saya bisa menuntut ilmu dari para masayikh yang Insya Allah ilmunya nggak jauh berbeda dengan para ulama salaful ummah terdahulu. Alhamdulillahnya lagi saya nggak harus pergi jauh-jauh ke luar negeri untuk bisa mulazamah sama masayikh. Tapi tetep…belajar di luar negeri masih jadi impian saya…:DD
Enaknya belajar sama masayikh itu banyak dapet do’a. Di setiap majlis selalu mengalir milyaran do’a dari mulut syeikh. Apalagi kalau syeikhnya sudah benar-benar ‘syeikh’ atau berumur. Makin banyak dah tu do’anya. Walaupun terkadang saya nggak terlalu paham sama apa yang diomongin sama syeikh. Tapi setidaknya dengan menghadiri halaqoh ilmiyah ada ribuan malaikat yang mendo’akan dan selalu berlimpahan do’a. :DD

Thanks Allah coz I’m a Muslimah part II…:DD

0 comments
Menjadi seorang Muslimah adalah sebuah nikmat dan karunia yang luar biasa. Muslimah adalah wanita paling istimewa di dunia. Apalagi Muslimah sholehah, lebih istimewa lagi tentunya. Kalau Muslimah biasa bisa di ibaratkan sebagai VIP (very important person), Muslimah sholehah sebagai VVIP (very very important person). Tapi sayangnya, di zaman sekarang ini justru banyak wanita Muslim yang tidak bangga dengan identitasnya sebagai seorang Muslimah. Buktinya banyak Muslimah yang lebih bangga memperlihatkan auratnya daripada menutupnya rapat-rapat.
Di kalangan feminis, Muslimah yang menutup auratnya rapat-rapat dianggap tidak memiliki kebebasan. Padahal sebaliknya, hijab adalah simbol kebebasan bagi seorang perempuan. Coba deh kalau kita berhijab secara syar’i, kita tidak perlu cemas diet menyiksa diri supaya tidak terlihat gemuk. Di balik hijab, seorang perempuan lebih dihormati dan dihargai pemikirannya, bukan hanya dinilai dari bentuk tubuh semata. Orang akan lebih menilai perilaku dan akhlaq kita, bukan hanya sekedar gemuk atau tidaknya badan kita. Saudariku, kita itu wanita, bukan sekedar onggokan daging. Busana Muslimah yang kita pakai adalah bukti bahwa kita bisa mengontrol siapa saja yang bisa melihat tubuh kita (yang mahram tentunya) dan siapa saja yang tidak.

HIJABI DIRI, HIJABI HATI

0 comments
Bagi seorang Muslimah, hijab adalah sebuah kewajiban yang tidak bisa ditawar lagi. Dan hijab bukanlah sebuah kata yang asing bagi seorang Muslimah. Karena hijab adalah perintah Allah kepada Muslimah yang termaktub dalam mu’jizat yang diwahyukan kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti firman Allah dalam surat An-Nuur ayat 31 yang artinya :
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Dan firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 59 yang artinya:
“Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Sunday 5 February 2012

Menulis Di Atas Pasir

0 comments
Dua orang sahabat hendak mengadu nasib ke kota Riyadh. Mereka berjalan beriringan dari rumahnya di pelosok Quba. Sepanjang jalan yang mereka temui hanyalah padang pasir. Salah satu sahabat yang bernama Hasan tiba-tiba menampar sahabatnya Yusuf. Alasannya sangat sepele, Hasan tak sengaja menginjak kaki Yusuf. Hasan yang terkena tamparan merasa sakit hati. Tapi tanpa berkata-kata Hasan menulis di atas pasir : Hari ini sahabat terbaikku menampar pipiku.
Setelah beberapa lama berjalan, dua orang sahabat itu menemukan sebuah oasis. Mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak di sekitar oasis itu. Lalu Hasan yang merasa tersakiti hatinya memutuskan langsung menyebur ke dalam oasis. Dia mencoba mendingingkan hatinya dan menghilangkan kegalauan hatinya karena sakit hati ditampar oleh sahabatnya. Namun karena oasisnya cukup dalam Hasan hampir tenggelam. Lalu sahabatnya, Yusuf, segera menolong orang yang baru saja ditamparnya itu. Setelah diselamatkan oleh Yusuf dan mulai sadar, Hasan menulis di sebuah batu : Hari ini sahabat terbaikku menyelamatkan nyawaku.
Yusuf merasa heran dan bertanya kepada Hasan :
“Wahai sahabatku, mengapa setelah aku melukai hatimu kau menulisnya di atas pasir. Tapi ketika aku menolongmu kau menulisnya di atas batu?“
Hasan pun menjawab sambil tersenyum:
“Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir. Agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila seorang sahabat menolong kita, maka kita harus memahatnya di atas batu hati kita. Supaya kebaikan itu tetap terkenang dan tidak hilang tertiup waktu.“
Dalam hidup ini sering terjadi kesalahpahaman, baik dengan sahabat ataupun keluarga. Alangkah indahnya apabila semua kesalahpahaman itu tidak dihiraukan dan digantikan dengan kata maaf. Semua rasa sakit dalam hati harus kita tuliskan di atas pasir agar kesalahan itu tertiup bersama angin. Namun ketika ada orang yang berbuat baik kepada kita, kita harus mengukirnya di atas batu. Agar kebaikan itu selalu terukir indah di atas batu hati kita. Dan sakit hati yang mengganggu hati tergantikan dengan kebaikan yang terukir dalam hati. Marilah kita belajar menulis di atas pasir.:DD
Wallahu a’lam bishowab
 

Ich bin Muslime ^^ Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template