Tuesday 28 February 2012

Katro Di Desa ?!?

Foto007Kalau ada orang desa yang katro baru dateng ke kota dan terkesima dengan kehidupan kota itu hal biasa. Yang nggak biasa adalah orang kota yang katro melihat kehidupan desa. Dan saya termasuk ke dalam orang kota yang katro waktu dateng ke desa. Saya tinggal di daerah industrial Kota Cilegon, Propinsi Banten. Memang Cilegon bukan kota yang metropolitan bak Jakarta. Tapi kehidupan masyarakat Cilegon hampir sama dengan masyarakat perkotaan. Buktinya setiap saya pulang ke Cilegon, pasti ada supermarket baru yang dibangun, atau boulevard baru atau bangunan gedung-gedung tinggi lainnya. Sangat susah menemukan kawasan hijau di Kota Cilegon kecuali di sekitar rumah saya..:DD Maklum, ortu saya senang dengan yang hijau-hijau, jadi di rumah di tanam beberapa tanaman, dari yang berbuah sampai yang sekedar penghias taman.

Yang membuat saya katro di desa adalah, saya terkesima dengan lingkungan yang hijau di sekitar saya. Saya juga nggak tahu gimana Bapak bisa nemuin Sekolah Tinggi setaraf S1 berbasis boarding atawa pesantren di daerah yang super pelosok ini. Suasananya hampir mirip sama SMA-ku SMAN Cahaya Madani Banten Boarding School, yang tempatnya di pelosok jauh dari keramaian kota dan udaranya sejuk. Suasananya asyik dan enak banget buat belajar soalnya terletak di bawah kaki gunung Karang. Saya selalu ingin memiliki suasana belajar seperti ini. Dan Alhamdulillah biidznillah saya bisa belajar menempuh jenjang S1 saya di tempat seperti ini. (Salut daah sama Babeh yang bener-bener mencarikan lembaga pendidikan yang terbaik untuk anaknya. Love you Babeh…:DD)

Tapi jangan salah, walaupun dari dulu saya menuntut ilmu di daerah pegunungan yang jauh dari keramaian kota, berasrama pula,  saya tetap bisa mengikuti perkembangan dunia luar melalui internet. Yaah walaupun kalau ada hujan deras disertai angin kencang Wi-Fi nya suka eror. Dan lebih beruntungnya lagi, walaupun saya hidup di sebuah daerah pelosok bernama Tawangmangu, saya bisa bertemu dengan banyak orang luar negeri. Secara, daerah Tawangmangu adalah daerah wisata…hehehe. Tapi orang luar negeri yang saya maksud bukan sembarangan orang luar negeri lho! Tapi masayikh dari Timur Tengah. Dan Alhamdulillah biidznillah saya bisa belajar dengan banyak masayikh dari Timur Tengah tanpa harus pergi jauh-jauh ke luar negeri. Yaah walaupun bahasa Arab saya masih tingkat dasar, tapi sedikit-sedikit bisa istifadhah lah…:D

Setiap saya diajak jalan sama temen-temen saya ke sekeliling desa, pasti antusias saya naik jadi stadium lima. Dan pasti kalau saya bawa kamera, semua yang ada di sekeliling saya bakalan diabadikan. Baik itu sawah yang hijau, kebun teh, Mbah-mbah lewat, anak-anak SD berangkat sekolah, ibu-ibu menyuapi anaknya, bapak-bapak membajak sawah, batu-batu kecil di sungai,  ataupun kerbau yang lagi mandi. Semua hal itu tampak luar biasa bagi saya. Suasananya tidak saya temukan di sekitar rumah saya. Udara di sekitar pedesaan juga masih sejuk. 

Suasana gotong-royong dan kekeluargaan di pedesaan masih kuat banget. Tidak sama dengan suasana di perkotaan yang individualisnya jelas banget. Setiap hari Ahad pagi, semua ibu-ibu ba’da shubuh langsung keluar rumah bergotong royong membersihkan lingkungan sekitar. Bila ada salah satu warga yang sakit, pasti warga lain datang berbondong-bondong menjenguk. Nggak tanggung-tanggung, biasanya warga menyarter minibus atau truk untuk menjenguk salah satu warga yang dirawat di rumah sakit. Emang sih, awalnya saya menganggap hal ini katro banget. Tapi di situlah seni kekeluargaannya. Asumsi katro pun berubah dengan kekeluargaan.

Bukan hanya itu, orang-orang desa (khususnya wanita) terampil mengerjakan pekerjaan rumah tangga, baik itu menyapu, memasak, mengepel, menyuci, ataupun membersihkan rumah. Tidak hanya kalangan ibu, tapi juga anak-anak SD. Pernah suatu hari saya melihat seorang anak perempuan kelas 2 SD menggendong adiknya yang berusia 2 tahun. Cara dia menggendongnya pun tidak asal-asalan. Padahal badan anak perempuan itu tidak terlalu besar. Dia sangat pandai mengemong adiknya. Saya malu dengan anak perempuan yang bahkan belum berusia 10 tahun itu, karena saya yang duduk di bangku kuliah saja belum pandai mengemong adik saya. Beberapa teman saya hampir serupa dengan anak perempuan itu. Rata-rata mereka waktu kecil biasa mengemong adiknya. Sedangkan saya, tidak pernah mengemong adik saya waktu kecil. Karena adik-adik saya diasuh oleh ibu dan teteh yang membantu ibu di rumah. Ketika ibu mengajar di pagi hari, biasanya adik-adik saya diasuh oleh teteh, begitu pun dengan saya. Dan saya tidak pernah menggendong adik-adik saya, karena setiap saya ingin menggendong, pasti ibu langsung mencegah, takut kalau adik saya jatuh ketika digendong saya…hehe. Jadi saya tidak berani menggendong anak kecil yang berusia di bawah 1 tahun. Teman-teman saya bilang kalau cara menggedong saya nggak nyaman buat anak yang saya gendong. Maklum saya bukanlah expert, Insya Allah kalau saya sudah punya anak, saya akan lebih pandai lagi menggendong dan mengasuh anak kecil.

Pernah suatu hari saya dimintai tolong untuk mengasuh anak salah satu ustadz saya. Beliau ingin mengantar istrinya yang tengah hamil tua periksa ke dokter kandungan. Maklum bayi yang ada di dalam kandungan istrinya diperkirakan kembar (dan memang ketika lahir kembar 2 laki-laki. Imut dan lucu, pengen punya anak kembar..hehe). Ada tiga anak perempuan yang harus saya  temani. Alhamdulillah saya tidak sendiri, tapi ditemani oleh teman saya. Dan subhanallah ketiga anak perempuan ini super duper hiperaktif. Kebetulan teman saya berpengalaman mengasuh anak-anak, karena dia dulu sering membantu ibunya mengasuh adiknya. Tapi saya sangat kewalahan, menghadapi mereka. Walau begitu saya sangat senang, karena itu pengalaman saya bermain dengan anak kecil dalam waktu lama. Dan saya sangat suka dengan anak-anak dan karakteristiknya. Pengalaman sering bermain dengan anak-anak membantu saya mempelajari dunia anak-anak dan memahami sedikit psikologi mereka. Lumayan buat bekal persiapan ketika mendidik anak sendiri.

Saya juga pernah dimintai tolong untuk mengajak bermain dengan anak salah satu ustadzah MI. Anaknnya perempuan cantik dan imut. Usianya sekitar 1 tahun. Saya sempat takut apabila anak ini nangis. Anak perempuan nangisnya lebih parah dari anak laki-laki. Belum lagi saya orang khawatiran dan takut. Khawatir kalau nanti si anak jatuh ketika bermain. Atau takut kalau nanti anaknya kena apa-apa.  Mata saya selalu awas dengan gerak-gerik dia. Ke manapun dia pergi saya ikuti. Apabila jalannya berbatu, saya langsung menggendongnya, takut dia terantuk batu. Tiba-tiba setelah lelah bermain, dia mulai mengantuk dan menangis. Saya mulai panik. Saya bingung bagaimana membuatnya diam. Akhirnya saya menggendongnya dan mencoba untuk membuatnya tertidur. Tapi sepertinya gendongan saya kurang membuatnya nyaman, sehingga dai tidak bisa tidur. Saya terus menggendongnya, mondar-mandir dan terus memperbaiki posisi gendongan. Saya menggendong tanpa kain. Tangan saya pegal menggendong hampir setengah jam. Padahal anak perempuan ini badannya mungil dan terbilang ringan. Memang dasar orang minim pengalaman, baru menggendong sebentar langsung pegal. Saya terus menggendongnya hingga lebih dari setengah jam, sambil mengajaknya jalan-jalan mencari-cari hal yang dapat menarik perhatiannya dan membuatnya tidak menangis. Alhamdulillah dai berhenti menangis ketika saya ajak dia mengejar ayam. Namun, beberapa saat kemudian dia kembali menangis. Saya mengajaknya jalan-jalan ke tempat lain. Saya terus menbenahi posisi gendongan. Dan kali ini saya coba untuk mengelus kepalanya. Saya sering melihat ibu saya mengelus kepala atau punggung adik saya dan saya ketika mengeloni kami. Alhamdulillah cara itu berhasil. Anak perempuan itu pun tertidur dengan sisa air matanya, Wajahnya terlihat lelah 2 jam bermain. Perasaan senang, bangga, dan terharu bercampur baur menjadi satu dalam hati. Saya senang karena ini pertama kalinya saya bisa membuat seorang anak kecil tertidur dalam gendongan saya. Saya bangga, karena ini pertama kalinya saya menggendong seorang anak kecil hingga tertidur. Subhanallah…^^ Saya terharu, karena saya mampua melakukannya. (hawahahahahhahaha…….ini sisi lain kekatroan saya)

Rata-rata perempuan desa pandai memasak. Atau minimal terampil berkutik di dapur, baik itu hanya sekedar memotong, menggoreng, atau membuat sambal. Saya pernah ditertawai oleh teman saya ketika saya mencoba untuk mengulek bumbu nasi goreng. Maklumlah saya jarang menyibukkan diri di dapur. Lagipula ketika saya menawarkan diri untuk membantu ibu saya yang sedang memasak di dapur, ibu saya tidak mengizinkan, kecuali menggoreng, atau memasak nasi (itupun dengan rice cooker), atau mencuci sayuran atau daging (kecuali ikan…), atau mengupas dan memotong kentang (pakainya alat pengupas yang lebih simple dari pisau:D) atau hanya sekedar memeras santan. Soalnya kata ibu, kalau saya bantuin masaknya jadi tambah lama…hehe…saya jadi pengacau di dapur. Tapi kalau bikin kue kering, cake, karamel, puding, atau desert biasanya ibu mengizinkan anaknya untuk turut membantu. Sekalian berkreasi kali, biar daya kreativitas anak-anaknya meningkat. Jadi kalau cuma bikin puding Insya Allah saya bisa kalau lagi eror. Soalnya kalau lagi eror pudingnya nggak bisa padat gara-gara kebanyakan air,,,hehehehe:D.

Pernah suatru hari saya mencoba membuat nasi goreng dengan bumbu alami. Saya belajar membuat nasi goreng dari teman saya di asrama, Saya mencoba mempraktekkannya. Saya mengulek sendiri bumbu-bumbunya, Teman saya tertawa melihat cara saya mengulek. Ketika bumbunya sudah terlihat halus (memang tidak sehalus teman saya , tapi lumayan lah buat seorang pemula), mata saya langsung berair. Memang waktunya lebih lama dari teman saya, dan bumbunya juga belum halus banget. Tapi saya senang karena saya bisa mengulek (hehehehhehehehehe:D). Dan ketika nasi gorengnya jadi saya meminta teman saya untuk mencobanya terlebih dahulu. Semua teman saya yang saya temui, saya mintai pendapatnya. Berbagai macam komentar saya dapatkan, dari mulai “waaah enak ma, buat seorang pemula”, “Waah selamat ya bisa buat nasi goreng”, “nasi gorengnya enak ma”, “terharu kamu bisa buat nasi goreng” dan mereka semua bilang enak, yah walaupun masih harus di upgrade. Lalu saya mencoba membuat nasi goreng itu di rumah. Ibu saya kaget melihat saya bisa membuat nasi goreng. Setelah itu, ibu saya mulai mengijinkan saya membantunya di dapur. Hehehehehe:D

Pokoknya banyak hal di daerah pedesaan yang bikin saya katro. Dan semua itu terasa indah dan luar biasa bagi saya. Bahkan mbah-mbah yang menggendong daun-daun padi untuk makan ternaknya pun terlihat luar biasa bagi saya. Apalagi hamparan sawah yang hijau dengansengkedan dan teraseringnya. Atau berbagai tumbuhan sayuran yang saya temui ketika berjalan-jalan di daerah persawahan. Juga suasana kebun teh yang sejuk dan butiran-butiar air yang ada di daun-daunnya. Alhamdulillah, Allah mengizinkan saya untuk tinggal di lingkungan yang suasananya sejuk dan jauh dari polusi udara. Sudah seharusnya saya selalu beryukur dengan berbagai nikmat yang telah Allah berikan kepada saya, salah satunya lingkungan ini. Apalagi setiap mau buka pager  asrama langsung disambut dengan hamparan gunung lawu yang elok dan gagah. Terkadang terbersit harapan dalam hati : Kapan saya bisa ke sana? Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan rahma?

_Around Desa Pakel, Tawangmangu_

0 comments:

Post a Comment

 

Ich bin Muslime ^^ Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template