Ada beberapa hadits Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam yang
beliau sampaikan tapi belum terjadi di masa beliau, para sahabat, tabi'in
maupun tabi'ut tabi'in, tapi baru terjadi saat ini. Salah satu
contohnya adalah hadits berikut ini :
صِنْفَانِ
مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا، قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ
الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ
مَائِلَاتٌ مُمِيلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَمْثَالِ أَسْنِمَةِ الْبُخْتِ
الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا، وَإِنَّ
رِيحَهَا لَتُوجَدُ مِنْ كَذَا وَكَذَ
“Ada dua golongan penghuni neraka yang aku
belum pernah melihatnya : laki-laki yang tangan mereka menggemgam cambuk yang
mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian
namun telanjang dan berlenggak-lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang
bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium
baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan
sekian.” (HR. Muslim no. 2128 dishahihkan oleh Syeikh al-Albani dalam Shohih
al-Jami’ no. 3799)
Hadits ini merupakan salah satu mukjizat
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Apa yang telah beliau kabarkan
dalam hadits berabad-abad lalu terjadi di masa sekarang. Dalam hadits di atas
disebutkan kaasiyaatun ‘aariyaat (berpakaian namun telanjang). Kalimat
ini mengandung beberapa pengertian, pertama maksudnya adalah perempuan
yang berpakaian (mendapatkan anugerah Allah) namun telanjang (enggan mensyukurinya).
Kedua, perempuan yang menutupi sebagian tubuhnya dan menampakkan
sebagian lainnya karena ingin menampakkan kecantikan dan keelokannya. Ketiga,
adalah wanita yang mengenakan pakaian tipis sehingga menampakkan bagian dalam
tubuhnya. Wanita seperti ini berpakaian tapi sebenarnya telanjang.[1]
Berikutnya adalah maa’ilaatun mumiilaatun,
yaitu perempuan yang berlenggak-lenggok dengan genit). Maa’ilat ada
yang bahwa maksudnya adalah berpaling dari ketaatan kepada Allah. Sedangkan Mumiilaat maksudnya adalah mereka yang
mengajarkan perbuatan buruk kepada orang lain. Pendapat lain mengatakan bahwa maa’ilaat
berarti perempuan yang berjalan penuh gaya. Sedangkan mumiilaat berarti
yang melenggak-lenggokkan pundak mereka. Selain itu ada pendapat lain yang
mengatakan bahwa maa’ilaat berarti perempuan yang menyisir rambutnya
seperti pelacur. Sedangkan mumiilat adalah perempuan yang menyisirkan
bentuk sisiran seperti itu kepada orang lain.[2]
Adapun makna dari ru’uusuhunna ka amtsali
asnimati al-bukht al-maailat (kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk
unta) adalah mereka membuat kepala mereka menjadi nampak besar dengan
menggunakan kain kerudung atau selempang dan lainnya yang digulung di atas
kepala sehingga mirip dengan punuk-punuk unta.[3] Al-bukht
adalah bentuk jama’ dari bukhti, yaitu unta di negeri Khurasan.
Jenis unta ini memiliki leher panjang dan punuk yang besar. Sedangkan asnimah
adalah bentuk jama’ dari sanam. As-sanam artinya punuk unta. Dan
ka
amtsali asnimati artinya seperti punuk unta Khurasan. Maksudnya
adalah perempuan yang membesarkan kepalanya dengan melipatkan serban atau yang
lainnya.
Syeikh al-Albani rahimahullah pernah
ditanya mengenai hukum seorang wanita yang mengumpulkan (menggelung/sanggul)
rambutnya di atas lehernya dan di belakang kepalanya yang membentuk benjolan,
sehingga ketika wanita itu memakai hijab terlihat bentuk rambutnya dari
belakang hijabnya. Kemudian beliau mengatakan kebiasaan seperti ini adalah
kesalahan yang terjadi pada banyak wanita berjilbab. Mereka mengumpulkan
rambut-rambut mereka di belakang kepala mereka sehingga menonjol dari belakang
kepalanya walaupun mereka memakai jilbab. Sesungguhnya hal ini menyelisihi
syarat hijab yang telah beliau sebutkan dalam kitabnya Hijab al-Mar’ah al
Muslimah.
Dan di antara syarat-syarat tersebut adalah
pakaian mereka tidak membentuk bagian tubuh atau sesuatu dari tubuh wanita
tersebut. Oleh karena itu tidak boleh bagi seorang wanita menggelung rambutnya
dibelakang kepalanya atau disampingnya yang akan menonjol seperti itu, sehingga
tampaklah bagi penglihatan orang walaupun tanpa sengaja bahwa itu adalah rambut
yang lebat atau pendek. Maka wajib untuk menguraikannya dan tidak menumpuknya.
(Dalam Silsilah al-Huda wa an-Nuur)
Di awal hadits dari Abu Hurairah disebutkan
bahwa ada dua golongan yang belum pernah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam lihat sebelumnya. Maksudnya golongan ini tidak ada pada zaman Nabi
dan akan muncul setelah zaman beliau. Salah satu dari golongan itu adalah
perempuan berpunuk unta. Pernah lihat kan?
Ustadz Felix Siaw juga pernah membahas masalah perempuan berpunuk unta ini.
Maksud Kerudung Menyerupai Punuk Unta?
Perempuan berpunuk unta adalah mereka yang
berkerudung dan dibelakangnya ada ‘benjolan’-nya, mirip dengan punuk unta.
Bahkan tak jarang ada yang lebih tinggi dari punuk unta. Baik itu dengan menyanggul
rambut atau menggunakan benda lain untuk membentuk benjolan. Gaya berkerudung
menyerupai punuk unta ini sayangnya banyak diterapkan oleh para Muslimah saat
ini. Perempuan berpunuk unta sudah menjadi tren tersendiri dalam masyarakat Indonesia
sekarang. Padahal gaya berkerudung seperti ini seharusnya dihindari dan tidak
sesuai dengan persyaratan jilbab syar’i yang disebutkan dalam al-Qur’an dan
as-Sunnah.
Ibnu Hajar dalam Fathul Baari menjelaskan
makna ru’uusuhunna ka amtsali asnimati al-bukht al-maailat mengatakan : “Kepala-kepala
mereka diserupakan dengan punuk unta karena mereka mengangkat kepangan-kepangan
rambut tepat di tengah-tengah kepala mereka agar terlihat indah. Mereka melakukan
hal itu agar rambut mereka terlihat banyak dan lebat.”
Kan rambutnya panjang, nanti kalau nggak
dikuncir atau dikonde jadi keliatan dong rambutnya. Makanya
kerudungnya dipanjangin aja. Insya Allah kalau kerudungnya panjang dan lebar
nggak bakal khawatir deh rambut keluar-keluar. So... jangan mau deh jadi
perempuan berpunuk unta, kecuali kalau pengen merasakan panasnya neraka.
Wallahu ta’ala a’lam
0 comments:
Post a Comment