Postingan pertama di bulan
Agustus. Sebenarnya catatan ini sudah ngantri di dalam folder ‘corat-coret’
sejak bulan Juni, tapi baru bisa –tepatnya baru rajin- menyelesaikan.
Banyak yang mengeluh kenapa ummat
Islam banyak yang berseteru, padahal sama-sama Muslim. Yang menjadi fokus dalam
postingan kali ini adalah perseteruan antara Sunni dan Syiah.
Dua kelompok besar yang ‘katanya’ masing-masing mewakili ummat Islam. Entah mengapa, saya yang bodoh dan minim ilmu ini agak nggak rela kalau ada yang bilang Syiah bagian dari Islam. Semakin banyak buku-buku tentang Syiah dan kitab-kitab tulisan Syi’i yang dibaca, makin sadar kalau Syiah berbeda dengan ajaran Islam. Dan ini bukan pada masalah furu’ (cabang) melainkan ushul (dasar).
Dua kelompok besar yang ‘katanya’ masing-masing mewakili ummat Islam. Entah mengapa, saya yang bodoh dan minim ilmu ini agak nggak rela kalau ada yang bilang Syiah bagian dari Islam. Semakin banyak buku-buku tentang Syiah dan kitab-kitab tulisan Syi’i yang dibaca, makin sadar kalau Syiah berbeda dengan ajaran Islam. Dan ini bukan pada masalah furu’ (cabang) melainkan ushul (dasar).
Syiah sendiri lahir ke permukaan
ketika seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba’ mengaku sebagai Muslim yang
mencintai ahlul bait (keluarga Nabi) dan amat menyanjungkan Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu ‘anhu. Abdullah bin Saba’ adalah orang yang pertama
kali menobatkan keimaman Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Ia juga
lah orang yang pertama kali mencela Abu Bakar, Umar bin al-Khattab, Utsman bin
Affan dan para sahabat lainnya radhiyallahu ‘anhum ajmai’iin. (bisa
dirujuk dalam kitab Firaqus Syi’ah karangan an-Nubakhti.
Asy-Syahrastani dalam kitabnya al-Milal
wa an-Nihal menyebutkan bahwa Syiah terbagi menjadi lima sekte, yaitu al-Kisaaniyyah,
al-Imamiyyah (yang dikenal dengan rafidhah), az-Zaidiyyah,
al-Ghaaliyah dan al-Isma’illiyah. Dari kelima sekte tersebut
lahir sekian banyak cabang-cabang sekte lainnya. Ada juga yang mengatakan Syiah
sebagai rafidhah (golongan penolak) karena penolakannya terhadap Abu
Bakar dan Umar. Rafidhah pasti Syiah, sedangkan Syiah belum tentu Rafidhah.
Karena sejatinya tidak semua Syiah membenci Abu Bakr dan ‘Umar sebagaimana
keadaan Syiah Zaidiyyah, sekte syiah yang yang berbai’at kepada Zaid bin Ali
bin Husain dan setuju dengan pendapatnya.
Adapun Syiah yang ada di
Indonesia adalah Syiah Itsna Asyariah, yaitu Syiah yang percaya 12 imam atau
disebut juga Syiah Imamiyah. Golongan Syiah ini juga yang mayoritas ada di
dunia, dan termasuk rezim yang berkuasa di Iran. Di awal disebutkan bahwa Syiah
berbeda dengan Islam dalam masalah ushul (Syiah Imamiyah atau rafidhah).
Misalnya saja, paham yang termasyhur, orang-orang
rafidhah mencaci dan mengkafirkan para sahabat radhiyallahu ‘anhum
ajma’iin. Al-Majlisi (seorang Syi’i) dalam risalahnya yang berjudul al-‘Aqa’id
mengatakan: “Di antara perkara yang termasuk fundamental agama Imamiyah ini
adalah menghalalkan nikah Mut’ah, haji tamattu’ dan berlepas diri dari
tiga orang (Abu Bakar, Umar dan Utsman, Mu’awiyah, Yazid bin Mu’awiyah dan
setiap orang yang memerangi amirul mu’miniin (Ali bin Abi Thalib).
Padahal Rasulullah menyeru kita untuk mengikuti sunnah khulafaurrasyidin
al-mahdiyin. Lantas bagaimana mungkin seseorang bisa mengikuti sunnah para
sahabat jikalau keberadaannya saja tidak diakui bahkan dikafirkan?
Rafidhah juga menganggap
bahwa al-Qur’an yang ada sekarang ini\ tidaklah asli dan sudah mengalami
perubahan, baik itu penambahan maupun pengurangan. Dalam ‘Ushul al-Kaafi’,
disebutkan bahwa para sahabat Nabi Muhammad shalallaahu 'alaihi wasallam
telah banyak menghapus isi Al Qur’an, sehingga kitab suci terakhir tersebut
tidak utuh lagi, 2/3 bagian hilang dan tersisa 1/3 bagian saja. Padahal dalam
aqidah ahlus sunnah dijelaskan bahwa al-Qur’an adalah kalamullah yang
sempurna dan terjaga keontetikannya dari sejak pertama kali diturunkan hingga
hari kiamat.
Dalam konsep Ilahiah juga
berbeda. Rafidhah mengkultuskan imamah dan memiliki konsep ke-Esa-an
yang berbeda dengan ahlus sunnah. Kalau ahlus sunnah meyakini bahwa
Allah satu-satunya rabb yang haq diibadahi. Seseorang dikategorikan
sebagai musyrik adalah mereka yang menyekutukan Allah. Tapi tidak dengan Syiah
Imammiyah. Bagi mereka orang musyrik adalah yang menyekutukan imam Ali dengan
imam yang lain. Mereka juga mengkafirkan orang-orang yang tidak percaya Ali
adalah imam pertama.
Bagi rafidhah, imam-imam
mereka yang berjumlah 12 adalah ma’shum, dijaga dari kesalahan, mengetahui yang
ghaib, mengetahui segala ilmu yang datang kepada para malaikat, para Nabi dan
Rasul, mengetahui sesuatu yang sudah berlalu juga yang akan datang, tak ada
sedikitpun yang samar dan tidak mereka ketahui. Sedangkan, bagi kita ahlus
sunnah orang yang ma’shum adalah para Nabi dan Rasul.
Adz-Dzahabi rahimahullah mengatakan
bahwa Syiah adalah penyebab timbulnya kerusakan dalam Islam. Mereka terkenal
sebagai pembuat hadits palsu. Hadits-haditsnya dapat ditemukan dalam kitabnya Ushul
al-Kaafi karangan Abu Ja’far al-Kulaini. Salah satu contohnya adalah : ‘Barangsiapa
menangis atau menangis-tangiskan dirinya atas kematian Husein, maka Allah akan
mengampuni segala dosanya, baik yang sudah dilakukan maupun yang akan
dilakukan.
Syiah adalah musuh dalam selimut.
Imam Ibnu Katsir dalam kitab al-Bidayah wa an-Nihayah menyebutkan pengkhianatan
mereka terhadap Khalifah al-Musta’shim billaah yang dilakoni oleh
Muhammad bin al-Alqami dan Nashiruddiin ath-Thuusi, yang anehnya kedua orang
ini dianggap pahlawan oleh orang-orang Syi’ah.
Keruntuhan kota Baghdad yang kala
itu merupakan ibukota Daulah Abbasiyah di tangan pasukan Tatar tak lepas dari
konspirasi yang dilakukan oleh Ibnul Alqami dan ath-Thuusi. Hal ini didorong
dendam kesumat Ibnul Alqami ini terhadap ahlu sunnah. Pasalnya, pada tahun 656
H terjadi peperangan hebat antara ahlu sunnah dan Syiah yang berujung dengan
takluknya kota Karkh yang merupakan pusat kegiatan kaum Syiah dan beberapa
rumah sanak keluarga Ibnul Alqami menjadi korban penjarahan. Ia sangat
berambisi meruntuhkan kekuatan ahlu sunnah dan menggunakan segala cara untuk
mencapai tujuannya, walaupun harus bersekutu dengan pasukan musuh dan
berkhianat terhadap khalifah. Hal itu ia lampiaskan ketika ia memegang jabatan
kementrian bagi Khalifah al-Musta’shim billaah. Ibnul Alqami memberi jalan bagi
pasukan Tatar untuk masuk Baghdad.
Peristiwa itu terjadi pada tahun
656 H. Ketika Hulago Khan dan pasukannya yang berjumlah dua ratus ribu personil
mengepung Baghdad dan menghujani istana khalifah dengan anak panah. Pengamanan
sekitar istana saat itu lemah karena sebelum terjadinya peristiwa ini, Ibnul
Alqami secara diam-diam telah mengurangi jumlah personil tentara khalifah
dengan cara memecat sejumlah besar perwira dan mencoret nama mereka dari dinas
ketentaraan. Pada masa kekhalifahan sebelumnya, yaitu Khalifah al-Mustanshir,
jumlah pasukan mencapai 100.000 personil. Sementara pada masa al-Musta’shim
billaah jumlahnya menyusut menjadi 10.000 personil saja. Kemudian Ibnul Alqami
ini mengirim surat rahasia kepada bangsa Tatar dan memprovokasi mereka untuk
menyerang Baghdad. Ia sebutkan dalam surat rahasia itu kelemahan angkatan
bersenjata Daulah Abbasiyah di Baghdad. Itulah sebabnya bangsa Tatar dengan
sangat mudah dapat merebutnya. Ketika pasukan Tatar mulai mengepung Baghdad
sejak tanggal 12 Muharram 656 H, saat itulah Ibnul Alqami melakukan
pengkhianatannya untuk kesekian kali. Dialah orang pertama yang menemui pasukan
Tatar. Lalu ia keluar bersama keluarganya, pembantu serta pengikutnya pada
saat-saat kritis itu untuk menemui Hulago Khan dan mendapat perlindungan
darinya. Kemudian ia membujuk Khalifah agar ikut keluar bersamanya menemui
Hulago Khan untuk mengadakan perdamaian, yaitu memberikan separuh hasil devisa
negara kepada bangsa Tatar.
Maka berangkatlah Khalifah
bersama para qadhi, fuqaha’, tokoh-tokoh negara dan masyarakat serta para
pejabat tinggi negara lainnya dengan 700 kendaraan. Ketika sudah mendekati
markas Hulago Khan, mereka ditahan oleh pasukan Tatar dan tidak diizinkan
menemui Hulago Khan, kecuali hanya Khalifah bersama 17 orang saja. Permintaan
ini dipenuhi oleh Khalifah. Ia berangkat bersama 17 orang sementara yang lain
menunggu. Sepeninggal Khalifah, sisa rombongan itu dirampok dan dibunuh oleh
pasukan Tatar. Selanjutnya Khalifah dibawa ke hadapan Hulago Khan seperti
seorang pesakitan yang tak berdaya Kemudian atas permintaan Hulago Khan,
Khalifah kembali ke Baghdad ditemani oleh Ibnul Alqami dan Nashiruddiin
ath-Thuusi.
Di bawah rasa takut dan tekanan
yang hebat, Khalifah mengeluarkan emas, perhiasan dan permata dalam jumlah yang
sangat banyak. Namun tanpa disadari oleh Khalifah, para pengkhianat dari Syiah
ini telah membisiki Hulago Khan agar menampik tawaran damai dari Khalifah. Ibnul
Alqami ini berhasil meyakinkan Hulago Khan dan membujuknya untuk membunuh
Khalifah. Dan tatkala Khalifah kembali dengan membawa perbendaharaan negara
yang banyak untuk diserahkan, Hulago Khan memerintahkan agar Khalifah
dieksekusi. Dan yang mengisyaratkan untuk membunuh Khalifah adalah Ibnul Alqami
dan ath-Thuusi.
Dengan terbunuhnya Khalifah
pasukan Tatar leluasa menyerbu Baghdad tanpa perlawanan berarti. Maka jatuhlah
Baghdad ke tangan musuh. Dilaporkan bahwa jumlah orang yang tewas saat itu
lebih kurang dua juta orang. Tidak ada yang selamat kecuali Yahudi, Nashrani
dan orang-orang yang meminta perlindungan kepada pasukan Tatar, atau berlindung
di rumah Ibnul Alqami dan orang-orang kaya yang menebus jiwa mereka dengan
menyerahkan harta kepada pasukan Tatar.
Nah kalau ada yang bilang kita
tidak boleh mengkafirkan sesama Muslim (maksudnya Syiah), harusnya mereka
menelaah kitab-kitab Syiah. Justru sejatinya merekalah yang mengkafirkan
ahlussunnah. Orang-orang Syiah menggelari ahlus sunnah dengan sebutan an-naashibah,
halal darah dan hartanya. Syaikh Husain bin Ali ‘Ushfur al-Darari al-Bahrani
dalam kitabnya, al-Mahasin al-Nafsaniyyah fii Ajwibah al-Masaa-il
al-Khurasaaniyyah, menyebutkan “Orang-orang Syi’ah menggelari orang-orang
Sunni atau ahlus sunnah wal jama’ah dengan an-Naashibah. Menurut
keyakinan Syi’ah, mereka lebih najis daripada anjing dan lebih kufur daripada
Yahudi dan Nashrani.
Dia mengatakan,
بَلْ
أَخْبَارُهُمْ عَلَيْهِمُ السَّلامُ تُنَادِي بِأَنَّ النَّاصِبَ هُوِ مَا يُقَالُ
لَهُ عِنْدَهُمْ سُنِّياًّ
“Bahkan kabar-kabar dari
mereka (para imam) 'alaihis salam menyerukan bahwa yang dimaksud an-Naashib
adalah yang dikenal dikalangan mereka dengan Sunni.”
Di Mesir, Syiah dilarang. Di
Malaysia, membuat Yayasan Syiah pun tidak boleh. Di Brunei, sejak awal Syiah
diharamkan. Di Bahrain, Syiah memberontak. Di Saudi, jangan tanya, lebih-lebih
lagi. Lantas bagaimana dengan Indonesia? Di Indonesia Syiah dianggap sebagai
kaum minoritas yang wajib dilindungi dan harus dihargai.
Ada benarnya kalau Syiah memang
harus dilindungi dan dihargai. Namun kalau Syiah terus mengintimidasi atau
bahkan mengkafirkan ahlus sunnah, masih pantaskah untuk dilindungi dan
dihargai? Benar adanya bahwa Rasulullah tidak pernah membalas keburukan yang
dilakukan kepada umat Islam. Rasulullah diutus sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Dan dalam mendakwahkan millah ibrahim yang suci ini memang harus
dilakukan dengan hikmah dan mauizhah hasanah. Tapi dalam masalah aqidah, Rasulullah tegas. Rasulullah
juga memerintahkan untuk membakar rumah orang-orang yang tidak mau melaksanakan
sholat berjamaah. Rasulullah memang diutus sebagai rahmatan lil ‘alamin, tapi
banyak yang hanya melihat dari sebelah sisi. Padahal segala aspek dan hal yang
dilakukan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam rahmatan
lil ‘alamin. Perang yang dilakukan Rasulullah juga termasuk ke dalam misi
rahmatan lil ‘alamin diutusnya beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Namun banyak yang kurang menggubris masalah ini. (Insya Allah akan dibahasa
pada postingan lain, takut keluar tema J)
Syiah sendiri baru muncul setelah
Rasulullah wafat. Sungguh indah tatkala Rasulullah hidup. Perbedaan dapat
teratasi, karena Rasulullah satu-satunya sumber ilmu ketika itu. Semua
pemikiran dan ilmu berpusat pada Rasulullah yang langsung mendapat wahyu dari
Allah.
Melihat kasus Syiah Sampang
maupun Cikeusik, banyak yang menjadi pengikut Syiah karena ketidaktahuannya
atau hanya sekedar mengikuti nenek moyang. Untuk masalah ini bisa dimafhumi dan
menjadi PR bagi aktivis dakwah untuk lebih melebarkan sayapnya dan memahamkan jati
diri Syiah sebenarnya. Mereka tidak mengerti apa-apa tapi kena imbas intimidasi
kaum minoritas. Jika mereka dikerasi,
justru mereka bukan mendekat malah makin menjauh. Tapi tidak untuk Syiah yang
secara sadar dan benar-benar mengakui dirinya sebagai Syiah yang memusuhi ahlus
sunnah. Syiah juga terkenal sebagai pendusta, mungkin ini aplikasi dari aqidah taqiyyah
mereka. Muhammad Jawad Mughniyah, seorang tokoh kontemporer Syiah,
mendefinisikan taqiyyah dengan : “Suatu ucapan atau perbuatan yang Anda
lakukan tidak sesuai dengan keyakinan untuk menghindari bahaya yang mengancam
jiwa, harta atau untuk menjaga kehormatan Anda.
Ada yang beranggapan sungguh
kejam ahlus sunnah mengintimidasi Syiah yang minoritas di Indonesia. Lantas
bagaimana dengan ribuan sunni yang dibantai oleh rezim Syiah Nusairiyah di
Suriah. Belum lagi orang-orang Sunni bernama Aisyah, Abu Bakar, Umar maupun
Utsman di Iran dan Libanon yang dihabisi dan dibantai tanpa ampun karena kebencian
mereka pada para sahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’iin.
Kalau ada yang bilang perdamaian
antara Sunni dan Syiah itu tidak mungkin, menurut saya itu tak benar. Sangat
mungkin sekali terjadi perdamaian antara Sunni dan Syiah. Dengan catatan
orang-orang Syiah bertobat dan menjadi ahlus sunnah :D
Untuk masalah perdamaian ini,
saya akan mengutipkan perkataan Dr. Nashir al-Qiffari dalam bukunya Mas’alatut
Taqrib. Beliau mengatakan,
“Bagaimana mungkin menyamakan orang Syiah dengan ahlus sunnah, di mana mereka
(Syiah) mencela kitab Allah, menafsirkannya dengan penafsiran yang tidak benar
dan beranggapan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan
kitab-kitab-Nya kepada para imam mereka selain al-Qur’an al-Kariim, dan
berpendapat derajat keimaman sama dengan derajat kenabian, dan para imam
menurut mereka seperti halnya Nabi atau lebih utama, dan menafsirkan ibadah
kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang mana ini merupakan inti risalah
setiap Rasul tidak dengan makna yang sebenarnya. Ibadah menurut mereka adalah
taat kepada para imam, dan penyukutuan Allah menurut mereka adalah menyertakan
ketaatan kepada selain imam mereka dengan ketaatan kepada imam mereka.”
Ini hanyalah sekelumit catatan
dari saya yang bodoh dan minim ilmu ini. Mengingat makin maraknya paham Syiah
di antara masyarakat karena ketidakpahaman. Maaf kebiasaan buruk lupa
menyertakan catatan kaki masih nempel. Insya Allah sumber-sumber akan disertakan,
tapi untuk halamannya lupa…hehe. Semoga sekelumit ini bisa bermanfaat bagi
pembaca. Dan maafkan apabila ada yang kurang berkenan dalam catatan ini. Ada
unek-unek monggo disampaikan dan jangan sungkan-sungkan untuk coment :D
Wallahu ta’ala a’lam
Sumber :
-
Al-Milal wa an-Nihal,
asy-Syahrastani
-
Kesesatan Aqidah Syiah,
Syaikh Abdullah bin Muhammad as-Salafi
-
Ushul al-Kaafi, Abu
Ja’far al-Kulaini
-
Dirasatul Firoq, Tim
Ulinnuha Ma’had ‘Aly an-Nuur
-
Al-Bidayah wa an-Nihayah,
Ibnu Katsir
-
Bihar al-Anwar,
al-Majlisi
Maasya Allah, semoga tulisan ini bisa memberi informasi kepada saudara-saudara kita yg belum tahu apa dan bagaimana bahayanya tipudaya syiah di sekitar kita :)
ReplyDelete