Monday 31 December 2012

Perempuan Berpunuk Unta


Ada beberapa hadits Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam yang beliau sampaikan tapi belum terjadi di masa beliau, para sahabat, tabi'in maupun tabi'ut tabi'in, tapi baru terjadi saat ini. Salah satu contohnya adalah hadits berikut ini :

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا، قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مَائِلَاتٌ مُمِيلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَمْثَالِ أَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا، وَإِنَّ رِيحَهَا لَتُوجَدُ مِنْ كَذَا وَكَذَ

“Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya : laki-laki yang tangan mereka menggemgam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak-lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128 dishahihkan oleh Syeikh al-Albani dalam Shohih al-Jami’ no. 3799)


Hadits ini merupakan salah satu mukjizat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Apa yang telah beliau kabarkan dalam hadits berabad-abad lalu terjadi di masa sekarang. Dalam hadits di atas disebutkan kaasiyaatun ‘aariyaat (berpakaian namun telanjang). Kalimat ini mengandung beberapa pengertian, pertama maksudnya adalah perempuan yang berpakaian (mendapatkan anugerah Allah) namun telanjang (enggan mensyukurinya). Kedua, perempuan yang menutupi sebagian tubuhnya dan menampakkan sebagian lainnya karena ingin menampakkan kecantikan dan keelokannya. Ketiga, adalah wanita yang mengenakan pakaian tipis sehingga menampakkan bagian dalam tubuhnya. Wanita seperti ini berpakaian tapi sebenarnya telanjang.[1]

Berikutnya adalah maa’ilaatun mumiilaatun, yaitu perempuan yang berlenggak-lenggok dengan genit). Maa’ilat ada yang bahwa maksudnya adalah berpaling dari ketaatan kepada Allah. Sedangkan  Mumiilaat maksudnya adalah mereka yang mengajarkan perbuatan buruk kepada orang lain. Pendapat lain mengatakan bahwa maa’ilaat berarti perempuan yang berjalan penuh gaya. Sedangkan mumiilaat berarti yang melenggak-lenggokkan pundak mereka. Selain itu ada pendapat lain yang mengatakan bahwa maa’ilaat berarti perempuan yang menyisir rambutnya seperti pelacur. Sedangkan mumiilat adalah perempuan yang menyisirkan bentuk sisiran seperti itu kepada orang lain.[2]  

Adapun makna dari ru’uusuhunna ka amtsali asnimati al-bukht al-maailat (kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk unta) adalah mereka membuat kepala mereka menjadi nampak besar dengan menggunakan kain kerudung atau selempang dan lainnya yang digulung di atas kepala sehingga mirip dengan punuk-punuk unta.[3] Al-bukht adalah bentuk jama’ dari bukhti, yaitu unta di negeri Khurasan. Jenis unta ini memiliki leher panjang dan punuk yang besar. Sedangkan asnimah adalah bentuk jama’ dari sanam. As-sanam artinya punuk unta. Dan ka amtsali asnimati artinya seperti punuk unta Khurasan. Maksudnya adalah perempuan yang membesarkan kepalanya dengan melipatkan serban atau yang lainnya.

Syeikh al-Albani rahimahullah pernah ditanya mengenai hukum seorang wanita yang mengumpulkan (menggelung/sanggul) rambutnya di atas lehernya dan di belakang kepalanya yang membentuk benjolan, sehingga ketika wanita itu memakai hijab terlihat bentuk rambutnya dari belakang hijabnya. Kemudian beliau mengatakan kebiasaan seperti ini adalah kesalahan yang terjadi pada banyak wanita berjilbab. Mereka mengumpulkan rambut-rambut mereka di belakang kepala mereka sehingga menonjol dari belakang kepalanya walaupun mereka memakai jilbab. Sesungguhnya hal ini menyelisihi syarat hijab yang telah beliau sebutkan dalam kitabnya Hijab al-Mar’ah al Muslimah.

Dan di antara syarat-syarat tersebut adalah pakaian mereka tidak membentuk bagian tubuh atau sesuatu dari tubuh wanita tersebut. Oleh karena itu tidak boleh bagi seorang wanita menggelung rambutnya dibelakang kepalanya atau disampingnya yang akan menonjol seperti itu, sehingga tampaklah bagi penglihatan orang walaupun tanpa sengaja bahwa itu adalah rambut yang lebat atau pendek. Maka wajib untuk menguraikannya dan tidak menumpuknya. (Dalam Silsilah al-Huda wa an-Nuur)

Di awal hadits dari Abu Hurairah disebutkan bahwa ada dua golongan yang belum pernah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam lihat sebelumnya. Maksudnya golongan ini tidak ada pada zaman Nabi dan akan muncul setelah zaman beliau. Salah satu dari golongan itu adalah perempuan berpunuk unta. Pernah lihat kan?

Ustadz Felix Siaw juga pernah membahas masalah perempuan berpunuk unta ini. 

Maksud Kerudung Menyerupai Punuk Unta?



Perempuan berpunuk unta adalah mereka yang berkerudung dan dibelakangnya ada ‘benjolan’-nya, mirip dengan punuk unta. Bahkan tak jarang ada yang lebih tinggi dari punuk unta. Baik itu dengan menyanggul rambut atau menggunakan benda lain untuk membentuk benjolan. Gaya berkerudung menyerupai punuk unta ini sayangnya banyak diterapkan oleh para Muslimah saat ini. Perempuan berpunuk unta sudah menjadi tren tersendiri dalam masyarakat Indonesia sekarang. Padahal gaya berkerudung seperti ini seharusnya dihindari dan tidak sesuai dengan persyaratan jilbab syar’i yang disebutkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.

Ibnu Hajar dalam Fathul Baari menjelaskan makna ru’uusuhunna ka amtsali asnimati al-bukht al-maailat mengatakan : “Kepala-kepala mereka diserupakan dengan punuk unta karena mereka mengangkat kepangan-kepangan rambut tepat di tengah-tengah kepala mereka agar terlihat indah. Mereka melakukan hal itu agar rambut mereka terlihat banyak dan lebat.”

Kan rambutnya panjang, nanti kalau nggak dikuncir atau dikonde jadi keliatan dong rambutnya. Makanya kerudungnya dipanjangin aja. Insya Allah kalau kerudungnya panjang dan lebar nggak bakal khawatir deh rambut keluar-keluar. So... jangan mau deh jadi perempuan berpunuk unta, kecuali kalau pengen merasakan panasnya neraka.

Wallahu ta’ala a’lam


[1] An-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shohih Muslim, (Beirut : Daar Ihyaai at-Turats al-‘Arabiy, 1392 H), XIV/110
[2] An-Nawawi, loc. cit.
[3] An-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shohih Muslim, (Beirut : Daar Ihyaai at-Turats al-‘Arabiy, 1392 H), h.110

0 comments:

Post a Comment

 

Ich bin Muslime ^^ Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template