Friday 31 May 2013

Tafsir ath-Thabari

Siapa yang tidak kenal dengan tafsir fenomenal karya Syaikhul Mufassiruun, Ibnu Jarir ath-Thabari. Buat yang belum kenal siapa beliau, mangga lah baca di sini. Tafsir Jaami’ul Bayaan ‘An Ta’wiili Ayil Qur’an atau yang lebih masyhur dengan tafsir ath-Thabari banyak dijadikan rujukan oleh mufassir-mufassir setelah beliau. Tafsir ini merupakan tafsir pertama yang lengkap 30 juz terkumpul dalam 30 jilid.   

Imam ath-Thabari menulis kitab tafsir ini ketika umur beliau mendekati 60 tahun. Dan setelah beliau mematangkan persiapan mendasar dalam tafsir yang meliputi: menghafal al-Qur’an secara mutqin, menguasai ilmu qiro’ah (baik yang shohih maupun yang syadzah), sampai beliau benar-benar menguasai kemudian beliau menulis kitab dan mengumpulkan perkataan yang berkaitan dengan tafsir dari para sahabat dan tabi’in.

Beliau melakukan shalat istikharah selama tiga tahun sebelum menulis kitab tafsir ini. Subhanallah kan? Jadi istikharah itu bukan cuma pas mau milih sekolah atau nikah aja… #Ehh. Beliau menamai kitabnya dengan Jaami’ul Bayaan ‘An Ta’wiili Ayil Qur’an bedasarkan metode, bentuk, dan harapan beliau dari tafsir ini. Imam ath-Thabari berharap tafsir ini menjadi kumpulan dari penjelasan-penjelasan tafsir ayat al-Qur’an, pendapat para ulama, mujtahidin, dan ijtihad para sahabat baik yang berupa ma’tsur, manqul, ro’yi, maupun ma’qul.

Ibnu Jarir menggunakan kata ta’wil dalam judul tafsirnya pun dalam isinya. Beliau menganggap bahwasa kata ta’wil lebih tinggi dari tafsir, berbeda dengan pendapat lain yang mengatakan bahwa ta’wil dan tafsir itu sama. Tafsir adalah penjelasan makna al-Qur’an secara bahasa. Yaitu nukilan-nukilan yang beliau riwayatkan dari para sahabat dan tabi’in. Sedangkan makna ta’wil, penjelasan makna lain yang tekandung dalam lafadz-lafadz al-Qur’an.

Beliau menjelaskan makna-makna tersebut dan mengemukakan beberapa pendapat para ulama kemudian menimbang dan mentarjih sanad-sanad, menggunakan aspek bahasa dan i’rob dalam menjelaskan maksudnya disertai dengan tarikh dan istinbathul ahkam.

Imam ath-thobari mulai menulis kitab ini pada tahun 283 H (ketika beliau berusia enam puluh tahun) dan menyelesaikannya pada tahun 290 H (selama delapan tahun). Imam Muhammad ibn Huzaimah berkata kepada salah satu murid Imam ath-Thobari (Abu Bakr ibn Balawaih), “Saya mendengar bahwa kamu telah menulis tafsir dari Muhammad ibnu Jarir?” Beliau menjawab, “Ya, aku menulisnya dengan cara imla’.” Ibnu Huzaimah bertanya lagi, ”Semuanya?” 
“Ya.” 
“Pada tahun berapa?” 
“Tahun 283 H sampai 290 H.”

Kemudian Ibn Huzaimah meminjam kitab tersebut dan mengembalikannya setelah membacanya. Beliau berkomentar, “Aku sudah mengamatinya dari awal sampai akhir dan aku tidak mendapati orang yang lebih pandai dari Muhammad bin Jarir”

Setelah Ibnu Jarir menyelesaikan kitab tafsirnya, beliau mulai menulis kitab lainnya sedangkan murid-murid beliau kembali mempelajari tafsir tersebut yang ketika itu beliau berusia delapan puluh tiga tahun.
Rencana awalnya, kitab ini akan disusun ke dalam 30 juz besar sekitar 30.000 halaman. Kemudian kitab tersebut diedit oleh Imam ath-Thabari sehingga menjadi 3.000 halaman. Kitab ini pertama dicetak pada tahun 1321 H / 1901 M di Mesir.

1)      Bentuk Penafsiran
Tafsir Ath-Thabari termasuk kategori tafsir bil ma’tsur yaitu bentuk penafsiran dengan penyebutan riwayat-riwayat dari para sahabat, tabi’in terus sampai kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Imam ath-Thabari menafsirkan ayat berdasarkan pada al-Qur’an, Hadits, perkataan sahabat dan perkataan tabi’in.  Beliau menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, al-Qur’an dengan Sunnah, dengan perkataan sahabat, perkataan tabi’in dan bahasa arab.

2)      Metode Penafsiran
Metode penafsiran yang digunakan Imam ath-Thabari dalam kitabnya Jaami’ul Bayaan ‘An Ta’wiili Ayil Qur’an adalah metode tahlili, yaitu analisis. Imam ath-Thabari berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an. Beliau mengurutkan ayat demi ayat kemudian surat demi surat, dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan al-Qur’an. Imam ath-Thabari juga menjelaskan kosa kata dan lafazh, kandungan ayat, maupun hukum-hukum fiqih yang terkandung dalam setiap ayat. Dalam menafsirkan beliau menggunakan kata ta’wil daripada tafsir, seperti القول في تأويل قوله تعالى.  

Sementara itu Doktor Sholah Abdul Fattah al-Kholidi juga menyebutkan beberapa metode penafsiran Imam ath-Thabari dalam kitabnya Ta’rif ad-Daarisiin bimanaahij al-Mufassiriin, sebagai berikut :
1. Menafsirkan ayat satu dengan ayat lain dalam al-Qur’an
2. Menafsirkan ayat al-Qur’an dengan as-Sunnah.
3. Menafsirkan al-Qur’an dengan perkataan sahabat dan tabi’in.
4. Menafsirkan al-Qur’an berdasarkan uslub bahasa Arab baik itu nahwu, sharaf, balaghah, maupun ma’ani.
5. Ath-Thabari menyimpulkan kandungan-kandungan dan hukum-hukum yang terkandung dalam setiap ayat al-Qur’an.

3)      Corak Penafsiran
Imam ath-Thabari menitikberatkan tafsir Jaami’ al-Bayan fii Ta’wiil al-Qur’an adalah dalam masalah fiqih mengingat beliau adalah seorang ulama di bidang fiqih. Bahkan beliau sudah menjadi mujtahid mutlak.

Menurut As-Suyuti, kitab tafsir ath-Thabari ini adalah tafsir paling lengkap karena berisi tafsir 30 juz. Kitab tafsir ini terdiri tiga puluh jilid, masing-masing berukuran tebal. Kitab ini pernah hilang, namun kemudian Allah menakdirkannya muncul kembali ketika didapatkan satu naskah manuskrip tersimpan oleh seorang amir yang mengundurkan diri, yaitu Amir Hammud bin Abdurrasyid, salah seorang penguasa Nejd. Imam Nawawi mengatakan,“Umat telah sepakat bahwa belum pernah ada kitab tafsir yang sekaliber karya ath-Thabari ini.”
Sayangnya dalam tafsir ini masih ditemukan adanya israiliyat. Itu dikarenakan masa beliau adalah masanya pengumpulan. Beliau mengumpulkan berbagai riwayat yang ada untuk nantinya dikaji dan ditelaah oleh generasi-generasi setelahnya. من أسند فقد حمل

Kitab Jaami’ al-Bayan fii Ta’wiil al-Qur’an juga bersih dari paham-paham seperti mu’tazilah maupun syiah. Imam ath-Thabari adalah mufassir dari kalangan ahlussunnah wal jama’ah. Kitab ini juga dijadikan rujukan oleh Ibnu Katsir dalam tafsir al-Qur’an al-‘Azhim. Tafsir Ibnu Katsir berada satu tingkat di bawah tafsir ath-Thabari. Ibnu Katsir lah yang menghilangkan riwayat-riwayat  israiliyat dan mengumpulkan riwayat-riwayat shahih dari kitab tafsir ath-Thabari.

Itulah kitab tafsir terlengkap pertama yang dijadikan rujukan oleh banyak mufasir setelah beliau. Perjuangan Imam ath-Thabari dalam menafsirkan 30 juz al-Qur’an sungguh luar biasa. Entah berapa banyak amal jariyah yang beliau dapat. Berabad-abad telah berlalu, raga ath-Thabari sudah tiada. Tapi karyanya masih ada dan bisa kita nikmati sampai saat ini. Tinggal kita mau enggak bacanya? #Jleeeeeeeeeeb

Wallahu a’lam bishowab

Sumber :
-          Adz-Dzahabi, Muhammad Husain. 2005. At-Tafsir wa al-Mufasiruun. Kairo : Dar El Hadith.
-          Al-Kholidi, Sholah Abdul Fatah. 2012. Ta’rif ad-Daarisiin bimanaahij al-Mufasiriin. Damaskus : Daar al-Qolam.
-          Al-Qatthan, Manna. Mabahits fii ‘Uluum al-Qur’an. Kairo : Maktabah Wahbah.

-          Ath-Thabari, Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir. 2001. Jaami’ul Baayan ‘An Ta’wiili Ayil Qur’an. Daar Hijr lithoba’at wa an-Nasyr wa at-Tawzi’ wa al-I’lan.

0 comments:

Post a Comment

 

Ich bin Muslime ^^ Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template