Wednesday 25 September 2013

Jangan Ragu Berkata TIDAK

“Don’t say NO to children”, Jangan katakan TIDAK pada anak. Pernah dengar konsep pendidikan anak seperti ini? Atau mungkin konsep ini kita terapkan dalam pendidikan kita? Konsep ini mulai naik daun di tahun 2000-an. Haram hukumnya bagi orang tua atau tenaga pendidik untuk berkata ‘tidak’, ‘nggak’ atau ‘jangan’ kepada anak. Misalnya ‘jangan nakal’, ‘jangan malas’, ‘tidak boleh’ atau tidak-tidak dan jangan-jangan lainnya. Sebisa mungkin kata-kata itu –yang notabenenya bersifat negatif- diganti dengan kalimat positif. Walaupun tujuannya sebagai larangan. Contoh, kata ‘jangan malas’ diganti dengan ‘rajinlah’.

Berdasarkan konsep ini, kalimat negatif cenderung memberi kesan mengekang. Sekilas konsep ini terlihat menari. Anak-anak diajarkan untuk lebih  berani mengapresiasi diri. Konsep ini juga mendidik orang tua untuk lebih menghargai potensi anak untuk berkembang. Tak ada salahnya kita mencoba untuk meminimalisir penggunaan kata-kata ‘tidak’ atau ‘jangan’ kepada anak. Tapi penafian kata ‘tidak’ atau ‘jangan’ justru akan berakibat fatal. Mengapa demikian? Karena penafian kata ‘tidak’ atau ‘jangan’ bertentangan dengan konsep pendidikan anak dalam Islam.

Setiap orang Islam pasti bersyahadat, karena syahadat adalah syarat Islam-nya seseorang. Syahadatain merupakan pembeda antara seorang Muslim dengan kafir. Syahadat merupakan inti atau pondasi dari ajaran Islam. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, pakar parenting terhebat sepanjang masa, mengajarkan ummatnya bahwa hal pertama yang harus diajarkan kepada anak adalah konsep aqidah. Tujuannya untuk membangun pondasi anak dengan pemahaman aqidah yang kokoh ketika sudah besar nanti.

Dalam kalimat syahadat pun termaktub kata larangan.
لاَإِلَهَ إِلاَّ الله وَ أَنَّ مُحَمَّدٌرَسُوْلُ الله
Tidak ada Illah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad utusan Allah.

Sebenarnya makna yang terkandung dalam kalimat tahlil di atas lebih dalam lagi, yaitu tidak ada rabb yang berhak disembah dan diibadahi kecuali Allah. Inilah tafsir yang benar menurut para salaful ummah. Laa ilaaha menafikkan hak penyembahan dari selain Allah, siapa pun orangnya. Sedangkan illallah adalah penetapan hak Allah semata untuk disembah. Atau bisa juga diartikan dengan لاَ مَعْبُوْدَبِحَقِّ إِلاَّ الله atau tidak ada sesembahan yang hak disembah selain Allah.

Penegasan dalam konsep pendidikan Islam sangatlah penting. Ajaran Islam tidak hanya berisi perintah atau kewajiban-kewajiban, tapi juga ada larangan. Dan pendelegasian kata ‘tidak’ atau ‘jangan’ merupakan konsekuensi dari keimanan.

Masih ingat dengan Luqman al-Hakim? Seorang bijak yang namanya terukir indah dalam al-Qur’an. Salah satu pakar parenting Islam terbaik sepanjang masa. Betapa tidak? Cara beliau mendidik anak diabadikan dalam kitab suci terbaik sepanjang masa (al-Qur’an), dan dijadikan rujukan oleh para orang tua dalam pendidikan anaknya.

Hal pertama yang beliau ajarkan kepada anaknya adalah
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

Luqman mengajarkan anaknya untuk tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun. Karena menyekutukan Allah adalah kezaliman besar. Beliau tanpa ragu menggunakan kata negatif ‘janganlah’ sebagai bukti penegasan dalam ayat ini. Padahal bisa saja kata ‘janganlah kamu menyekutukan Allah’ diganti dengan ‘sembahlah Allah’.

Ikhwah fillah, penegasan merupakan sebuah keniscayaan dalam pendidikan Islam. Dan penegasan ini tak bermakna  ketika menghilangkan konsep separuh larangan. Luqman menggunakan kata ‘jangan’ kepada anaknya dengan tujuan menutup pengakuan adanya Illah lain yang berhak disembah selain Allah.

Mari kita cermati, dalam Al-Qur’an Allah pun menggunakan kata ‘tidak’ ataupun ‘jangan’. Allah berkalam dalam surat Ali Imran ayat 102 yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”

Juga di surat Al-Maidah ayat 51 yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”

Dan surat Ali Imran ayat 196-198 yang artinya
Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya.”

Ini menandakan bahwa dalam ajaran Islam pun terdapat kata larangan, dan itu tidak dapat dielakkan. Tak salah menghindari pemakaian kata ‘tidak’ atau ‘jangan’ kepada anak. Dengan penafikkan atau peniadaan larangan dapat memudarkan rasa hormat anak kepada orang tua atau pendidik. Dan ini terjadi akibat lunaknya hukuman yang diberikan orang tua. Namun bukan berarti anak harus diberik hukuman dengan keras. Perlu diperhatikan juga bahwa tak melulu larangan harus diberikan kepada anak. Untuk masalah aqidah, orang tua harus tegas, apalagi menyangkut masalah wala’ wal bara’.

Ah…rasanya tak pantas saya berujar seperti ini. Saya belum menjadi parent juga bukan master pendidikan. Para orang tua atau pendidik agaknya lebih mafhum dari saya yang baru belajar ini. Dan semoga ini bisa saya aplikasikan dalam kehidupan saya, bukan hanya sekedar tulisan teori. Aamiin.


Wallahu ta’ala a’lam

2 comments:

 

Ich bin Muslime ^^ Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template