Saturday 10 December 2011

Proud Being A MUSLIM…..:)

Berbanggalah Anda yang terlahir menjadi seorang Muslim hingga saat ini atau Anda yang saat ini sudah memantapkan diri menjadi seorang Muslim. Karena umat Islam adalah sebaik-baik umat yang diciptakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Hal itu ditegaskan oleh Allah dalam surat Ali Imran ayat 110 yang berbunyi :
“Kamu (umat Islam) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.“
Pada ayat di atas disebutkan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik di dunia ini. Berbanggalah menjadi seorang Muslim, karena umat Islam adalah umat yang paling baik, dan memiliki agama yang paling sempurna dan diridhoi oleh Allah subhanahu wa ta’ala bahkan dijadikan sebagai umat pilihan. Tentunya dengan konsekuensi sebuah kewajiban, yaitu menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah kemunkaran serta beriman kepada Allah. Di masa keemasan Islam, umat Islam adalah umat yang terbaik, menguasai berbagai macam disiplin ilmu, banyak ilmuwan dalam berbagai macam bidang, banyak buku-buku yang dijadikan rujukan berbagai disiplin ilmu –tapi sayang dicuri oleh musuh-musuh Islam dan diterjemahkan ke bahasa mereka lalu dianggap sebagai hasil temuan mereka-.

Namun, sangat disayangkan banyak umat Islam saat ini yang lebih bangga disebut dengan titel dan gelar mereka masing-masing daripada disebut sebagai Muslim. Ada orang yang lebih bangga diingat sebagai profesor daripada Muslim. Lebih miris bin dilematisnya lagi ada orang yang mengaku sebagai Muslim tapi justru menjelek-jelekkan Islam dan bahkan lebih membanggakan agama lainnya. Lantas untuk apa dia masih mempertahankan keislamannya?
Saya ingat, waktu saya melihat cuplikan video debat kontroversi tentang Ekonomi Syari‘ah yang disiarkan salah satu stasiun televisi swasta. Pembicara pro ekonomi syari‘ah dalam acara tersebut adalah Bapak Muhammad Syafi’i Antonio seorang praktisi Ekonomi Syari’ah dari Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia ditemani oleh Bapak Ardi Rahman dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Sedangkan pembicara kontra adalah bapak Ikhsan Mojo seorang pakar ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga dan Bapak Denny Tewwu dari fraksi Partai Damai Sejahtera. Perdebatan tersebut membahas permasalahan Ekonomi Syari’ah yang akhir-akhir ini dianggap sebagai salah satu solusi menghadapi krisis global. Audience yang hadir pada acara tersebut adalah mahasiswa dari STEI Tazkia dan Universitas Kristen Jakarta.
Dalam perdebatan itu Bapak Ikhsan Mojo bertanya mengapa harus ada label syari’ahnya? Kesan yang beredar di masyarakat jika ada sesuatu diberi embel-embel syari’ah maka terlihat bagus dan baik. Padahal pada nyatanya banyak yang berlabel syari’ah tapi justru melenceng. Padahal segala sesuatu yang berbau syari’ah itu sempurna tidak ada cacat sedikitpun, hanya saja ada oknum-oknum yang membuat citra syari’ah itu jadi jelek. Ketika bapak Syaf’i Antonio menjelaskan tentang ekonomi syari’ah dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, bapak Ikhsan Mojo mengatakan untuk tidak membawa-bawa masalah normative dan teologis yang berkaitan dengan agama. Namun, yang saya bingung kenapa beliau selalu membawa masalah normative itu ke dalam pembicaraan.
Misalkan saja beliau mengatakan “Saya tentu saja bersikap optimis dengan adanya ekonomi syari’ah ini,, tapi juga agak skeptic. Dalam prakteknya sekarang dan dalam beberapa implementasi baik di Indonesia ataupun di luar negeri ada kecenderungan, terutama bagi eksponen-eksponen ekonomi syari’ah, implementasinya pencampur adukan norma-norma Islam itu sendiri dengan praktek-praktek peradaban atau kebudayaan yang diambil dari zaman Rasulullah. Nah akibat dari pencampur adukkan ini seringkali segala sesuatunya yang berbau Islam sudah dianggap baik walaupun belum tentu itu bersinggungan atau sama dengan norma-norma yang diajarkan Islam. Penyelewengan justru terjadi karena pencampuradukkan antara sesuatu yang normative dengan praktek-praktek itu. Dan yang saya tangkap saat ini apapun yang sudah diberikan label Islam yang sudah diberikan label syari’ah dianggap benar dan bisa dianggap membawa keadilan. Padahal dalam kenyataan dan dalam prakteknya cukup banyak sekali, misalnya Bank Danamon yang tiba-tiba punya derivatif dari bank syari’ahnya atau ”
Lucunya lagi ada seorang mahasiswa barjaket biru (dari universitas Kristen) yang memberi interupsi begini : “Saya ingin mengajak kawan-kawan jangan mudah tertipu dan terkelabui oleh hal-hal yang berbau agama. Kawan-kawan harus mengetahui bedanya syari’ah dengan western adalah western menggunakan system yang namanya mendapatkan bunga, sementara dalam ekonomi syari’ah itu tidak ada bunga tapi ada pembagian modal. Jadi intinya sama saja mencari keuntungan semata.”
Yang paling lucu adalah kalimat terakhir yang diungkapkan oleh mahasiswa tersebut “Tadi juga ingin menanggapi bahwa ada yang membawa-bawa agama. Perlu saya klarifikasi walaupun saya berjaket biru tapi saya seorang Muslim.”
Saya heran koq bisa ada orang yang mengaku Muslim namun tidak percaya dengan segala system dan hukum-hukum yang ada dalam Islam itu sendiri. Lantas untuk apa dia ber-Islam? Islam bukan hanya sebatas mengucapkan dua kalimat syahadat saja bung. Tapi di balik kata “asyhadu an laa illaha illallah wa asyhadu anna Muhammad rasulullah” ada sebuah konsekuensi untuk ber-Islam secara kaffah dan menyeluruh. Bukan hanya sekedar status di KTP yang bertuliskan agama Islam. Atau bukan hanya title Haji di depan nama. Tapi juga kita harus mematuhi segala yang Allah wajibkan kepada kita dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah. Meyakini bahwa segala sesuatu yang telah Allah dan Rasulullah tetapkan kepada kita adalah yang terbaik untuk kita. Dan harusnya kita bangga dengan segala sistem yang ada dalam Islam.
Masalah hukuman qishas (ketika ada orang yang membunuh, maka orang tersebut diberi hukuman mati. Apabila si keluarga terbunuh memaafkan maka cukup dengan membayar denda) bagi orang yang membunuh dianggap sebagai hukuman paling kejam di dunia ini. Cuma ketika ada orang yang ditanyai “Pak, apa yang akan bapak lakukan jika anak bapak dibunuh orang”. Si bapak dengan spontan menjawab : “Saya akan membunuh orang yang membunuh anak saya.” Lantas bukankah itu sama saja dengan qishas?
Segala aturan yang ditetapkan Allah sangatlah sempurna. Dan kita umat Islam adalah umat terbaik di muka bumi ini. Tinggal bisakah kita membuktikan pada dunia bahwa kitalah umat terbaik? So, mari kita sama-sama mengintrospeksi diri (terutama saya sendiri) apakah yang sudah dilakukan untuk membuktikan diri sebagai umat terbaik?
Wallahu a’lam bishowab
Dorm Seberang Negeri 2 Menara

0 comments:

Post a Comment

 

Ich bin Muslime ^^ Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template