Sholat
berjamaah memang hanya diwajibkan untuk kaum laki-laki. Tapi tidak ada salahnya
apabila para muslimah juga ingin sholat berjamaah, mengingat keutamaan sholat
berjamaah sebanyak 27 derajat. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صَلَاة الْجَمَاعَة أفضل من صَلَاة الْفَذ بِسبع
وَعشْرين دَرَجَة
Kaum wanita
juga diperbolehkan koq untuk sholat berjamaah di masjid selama tidak
menimbulkan fitnah, memakai wangi-wagian, ataupun bercampur baur (ikhtilat) dengan
kaum pria. Dan harus tetap diingat bahwa sholat seorang muslimah di rumahnya
lebih afdhol dan lebih baik daripada sholat berjamaah di masjid. Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
صَلَاةُ الْمَرْأَة فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا
فِي المَسْجِد
“Sholat seorang perempuan di rumahnya lebih baik daripada
sholatnya di masjid.” (HR. Abu Dawud I/124, dan hukumnya shohih)
Nah, buat
posisi imam perempuan dalam sholat jamaah berbeda dengan imam laki-laki. Imam
laki-laki dalam sholat berjamaah lebih maju dari jamaah sholatnya. Adapun dalam
sholat berjamaah wanita, imam dan jamaahnya sejajar, tidak maju ke depan
seperti halnya imam laki-laki. Imam berdiri sejajar di tengah-tengah ma’mum
yang berada di shaf pertama. Hal itu seperti yang dicontohkan oleh ummul
mu’minin ‘Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhuma. Sebagaimana
yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Raithah al-Hanafiyyah bahwasanya ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha mengimami para wanita dan beliau berdiri di antara
mereka dalam sholat fardhu.
أَنَّ عَائِشَة
أُمَّتهُنَّ وّقَامَتْ بَيْنَهُنَّ فِيْ صَلَاةٍ مَكْتُوْبَة
“Sesungguhnya ‘Aisyah mengimami mereka (kaum
wanita) dan berdiri di antara mereka dalam sholat fardhu.” (diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam
sunan al-Baihaqi al-Kubra III/131, ad-Daruquthni dalam sunannya I/404, dan Ibnu
Hazm dan hukumnya Shohih lii ghoirihi)
Juga
seperti yang dilakukan oleh Ummu Salamah sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Abdurrazaq dari Hujairah :
عَنْ حُجَيْرَةَ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّهَا أَمَّتْهُنَّ
فَقَامَتْ وَسَطَا
“Dari Hujairah dari
Ummi Salamah bahwa ia mengimami para wanita dengan cara berdiri di tengahnya.” (diriwayatkan al-Baihaqi
dalam sunan al-Baihaqi al-Kubra III/131, ad-Daruquthni dalam sunan I/405, dan
Abdurrazaq III/140 dan hukumnya shohih lii ghoirihi)
Selain
itu, terdapat sebuah pertanyaan dalam fatwa nomor 3907 soal ke 9 dalam Fatawa
al-Lajnah ad-Daimah lil Ifta, yaitu : ”Apabila beberapa orang wanita
berkumpul di suatu rumah dan mereka ingin melaksanakan sholat sunnah seperti
sholat Tarawih atau sholat fardhu, apakah seseorang di antara mereka harus maju
untuk menjadi imam sebagaimana dilakukan oleh kaum laki-laki?”
Kemudian
dijawab oleh lajnah : ”Hendaknya salah seorang di antara mereka
menjadi imam, baik untuk melaksanakan sholat fardhu maupun sholat sunnah, dan
imam wanita tidak maju di depan shaf sebagaimana imam laki-laki (dalam sholat
berjamaah) melainkan berdiri di tengah-tengah shaf pertama.”
Dan
juga pertanyaan dalam fatwa nomor 7328 soal nomor 2 dalam Fatawa al-Lajnah
ad-Daimah lil Ifta, yaitu : “Bolehkah seorang wanita mengimami wanita
lainnya? Dan di mana posisi ma’mum? Jawabannya : “Diperbolehkan bagi
wanita untuk mengimami wanita lainnya dan imam berdiri di tengah-tengah ma’mum.
Dan apabila ma’mumnya satu, maka ma’mum berdiri di sebelah kanan imam.”
Nah,
sudah jelas bukan di mana posisi imam untuk wanita dalam sholat berjamaah. Jadi
nggak perlu bingung-bingung lagi mikirin posisi imam sampai nggak jadi sholat
berjamaah. Apalagi kalau sampai gontok-gontokkan. Yuuk kita sama-sama sholat
berjamaah untuk mempererat ukhuwah kita dan berlomba meraih ridha Illahi.
Wallahu
a’lam bishowab
Sumber :
-
Jami’
Ahkam an-Nisaa’, Syeikh Mushtofa
al-‘Adawy
-
Fatawa
al-Lajnah ad-Daimah lil Ifta
-
Majmu’
al-Fatawa, Ibnu Taymiyah
Majmu’ al-Fatawa , Syeikh Bin Baz
0 comments:
Post a Comment