Bulan Ramadhan
kemarin tak sengaja saat memindah chanel televisi, saya menemukan percakapan
unik di salah satu serial tv. Kalau tak salah judulnya Para Pencari Tuhan,
entah seri ke berapa. Dalam serial itu diceritakan ada seorang perempuan
bernama Loli yang menjulurkan tangannya dengan niat shake hand (berjabat
tangan) dengan seorang bapak bernama Pak Jalal.
Sayang seribu sayang,
tangannya yang sudah terjulur tak diindahkan oleh Pak Jalal. Alih-alih membalas
jabatan tangan itu Pak Jalal malah menolaknya seraya berkata, “Nggak usah
salaman, kita bukan muhrim.”
Loli pun menjawab,
“Lho koq gitu Pak. Di tivi aja banyak ustadz-ustadz yang salaman sama ibu-ibu.”
Pak Jalal dengan
gayanya yang biasa tanpa menggurui menjawab, “Sekarang itu yang haq dan yang
bathil udah campur aduk sampe nggak ketauan bedanya.”
Ya… benar adanya
ucapan Pak Jalal ini. Terlebih di penghujung zaman yang makin sulit membedakan
mana haq dan mana bathil. Dalam banyak hal, baik itu muamalah, ekonomi ataupun
lainnya. Sesuatu yang sudah jelas bathil berubah menjadi haq, karena banyak yang melakukan. Begitu juga sebaliknya, sesuatu yang sudah jelas haq berubah menjadi bathil menurut pandangan kebanyakan orang. Semua campur aduk menjadi satu seperti es campur low quality.
Pernah menemukan es campur low quality? Es campur itu disajikan dengan sangat indah. Mangkuk yang digunakan adalah mangkuk dengan kualitas baik. Sendoknya pun tak kalah indah. Hampir-hampir orang enggan menyentuhnya takut mengurangi esensi indahnya. Penyajiannya juga bersih dan rapi. Es campur itu terlihat menggoda selera dengan warna soft pink. Membuat lidah siapapun yang melihat tergoda untuk segera memakannya. Ekspektasi kelezatan rasanya yang sungguh luar biasa nampak dari cara penyajian dan tampilan es campur itu. Namun sayang seribu sayang, isi dari es campur itu tak seindah penampilannya. Es campur itu terdiri dari strawberry segar, alpukat busuk, melon yang belum terlalu masak, susu kadaluarsa, pepaya yang baru masak, cincau yang sudah mendekam 3 bulan di kulkas, irisan kelapa yang baru saja ranum, dan anggur merah yang berpenghuni ulat imut. Bahan-bahan yang baik bercampur dengan bahan-bahan yang sudah tidak baik lagi.
Pernah suatu
hari saya berdiskusi dengan seorang kawan mengenai pacaran. Ia menanyakan
bagaimana hukum pacaran dalam Islam. Saya utarakan tak masalah jika ingin
pacaran, Islam membolehkannya. Tapi ada syaratnya. Si laki-laki harus gentle
datang ke wali perempuan, sebelum mengutarakan cintanya pada perempuan. Cara
penembakannya harus dengan akad antara wali perempuan dengan lelaki yang hendak
dijadikan pacar. Dan disitu juga harus
ada dua saksi yang menyaksikan proses ‘penembakan’ itu. Ditambah mahar yang
dijadikan tebusan untuk ‘memacari’ si perempuan.
“Aaah… ribet
banget sih bahasa lu. Bilang aja, boleh pacaran tapi setelah nikah,” ucapnya.
“Tapi kalau
pacarannya justru mendekatkan kita kepada kebaikan gimana? Si pacar suka
ngingetin untuk sholat. Malah ada perempuan yang tadinya nggak pake jilbab jadi
pake jilbab gara-gara pacarnya. Belum lagi kalau pacaran bisa memotivasi kita
dan membuat prestasi kita semakin melejit.”
Aah… selalu ada alasan
untuk bisa membenarkan sesuatu yang belum tentu benar. Itulah yang membuat haq
dan bathil bercampur aduk jadi satu hingga sulit dibedakan. Tak jarang pacaran
dijadikan sebagai salah satu alasan untuk berdakwah. Istilahnya mungkin diubah
bukan pacaran, tapi teman dekat, adik angkat, atau apalah. Yang jelas
indikasinya hampir ke arah pacaran. Okelah kegiatannya tak seperti pacaran yang
biasa jalan berdua, bergandengan tangan atau pelukan mesra. Bukan pacaran, hanya
sms pengingat sholat yang kemudian berujung menjadi pengingat hajat. Awalnya sudah
sholat belum menjalar menjadi sudah makan belum.
Yang agak lucu,
ada yang mengatakan kalau mutusin pacar berarti mutusin tali silaturahim. Bukankah
memutus tali silaturahim dilaknat Allah? Kawan.... menjaga tali silaturahim ada
banyak cara. Tidak harus dengan pacaran. Salah besar rasanya kalau amaliyah
mulia ini harus dicampur adukkan dengan amaliyah yang justru menambah timbangan
amalan buruk di akhirat kelak. Setan sungguh pandai membuat tipu daya. Terlebih
ia sangat membeci anak cucu Adam. Tak heran rasanya ia mengerahkan segala daya
upaya agar Adam bisa keluar dari surga.
Juga masalah shake
hand atau jabat tangan. Demi alasan sopan santun dan budi luhur, jabat
tangan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dilakukan. Bukankah Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam insan termulia di dunia ini? Bukankah beliau
shalallahu ‘alaihi wa sallam lah yang berpredikat sebagai insan paling
santun dan berbudi luhur sepanjang masa? Lantas mengapa kita tidak meniru
beliau saja?
Beliau shallahu
‘alaihi wa sallam yang termulia saja tidak pernah melakukan itu. Ibunda ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha menggaransinya. Beliau mengatakan, “Demi Allah tidak
pernah sama sekali tangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menyentuh tangan wanita dalam berbai’at, beliau hanya membai’at mereka dengan
ucapan.” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bahkan mengatakan lebih
baik kepala ditusuk dengan jarum besi daripada harus menyentuh seorang wanita
yang tidak halal baginya. Lantas demi alasan sopan santun dan takut dikatakan
tidak berbudi pekerti luhur syariat Allah pun dilanggar. Hal yang sudah jelas
hukumnya dalam syariat terkalahkan dengan predikat tak santun dari manusia yang
tak lain ciptaan Sang Kholiq.
Bukankah lebih
indah menjadi insan santun dan luhur di mata Allah daripada di mata manusia?
Semoga Allah senantiasa
memberi hidayah kepada kita untuk tetap berpegang teguh dan istiqomah di jalan-Nya
hinggak akhir hayat. Semoga Allah memilih kita menjadi mereka orang terasing
yang tetap berpegang teguh dengan diien-Nya. Aamiin. Semoga bermanfaat. Semangat
pagi, Jum’at pertama di bulan November dan postingan pertama di bulan November
:D
Wallahu a’lam
bishowab
0 comments:
Post a Comment