Akhir
tahun lalu seorang senior berdiskusi dengan saya tentang mahar pernikahan
hafalan surat ar-Rahman. Kenapa harus surat ar-Rahman?, pikir saya.
Waktu itu saya masih belum ngeh dengan apa yang sebenarnya terjadi.
(maksud?) Nah, akhirnya saya memutuskan untuk browsing mencari di
internet.
Dengan
kata kunci ‘mahar hafalan surat ar-rahman’ muncul beberapa postingan di blog
tetangga. Ternyata mahar hafalan surat ar-Rahman ini nge-tren di kalangan
aktivis dakwah dan tarbiyah. Katanya sih mahar hafalan surat ar-Rahman juga
disebutkan sama Kang Abik dalam novel best seller-nya Ayat-Ayat Cinta. (lupa di
bagian mana yak?)
Beraneka
ragam alasan diutarakan untuk pemilihan surat ar-Rahman sebagai mahar. Saya
nyontek alasan-alasannya dari beberapa blog akhwat yang mendambakan diberi
mahara hafalan surat ar-Rahman. Berikut ini alasannya :
1. Melihat keutamaan surat
ar-Rahman. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa yang membaca surat ar-Rahman, Allah akan menyayangi kelemahannya
dan meridhai nikmat yang dikaruniakan padanya.” (Tafsir Nur ats-Tsqalayn 5/187)
2. Ada yang mengatakan karena
surat ar-Rahman penuh dengan pertanyaan Allah : “Maka nikmat Tuhanmu yang
manakah yang kau dustakan?”. Karena pernikahan adalah penyempurnaan separuh diin
dan merupakan sebuah nikmat. Mahar surat ar-Rahman sebagai pengingat untuk kita
supaya selalu mensyukuri nikmat Allah yang begitu banyak.
3. Ada yang mengatakan karena
ingin meringankan calon suami, karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah”. Nah surat
ar-Rahman pendek dan mudah untuk dihafal dibanding dengan surat al-Baqarah.
4. Yang lucu ternyata ada juga
yang terinspirasi dari novel fenomenalnya Kang Abik, Ayat-Ayat Cinta.
5. Ada yang memang sangat
menyukai surat ar-Rahman yang bercerita tentang bidadari yang di pingit. Bahkan
ada akhwat yang mengatakan dia tidak mau dihargai dengan apapun, baik cincin,
uang atau materi apapun sebagai mahar tapi dia akan sangat bahagia kalau
dirinya dibeli dengan surah ar-Rahman. Subhanallah…
6. Alasan lain adalah banya akhwat
yang memilih surat ar-Rahman sebagai mahar bertujuan untuk memotivasi hafalan
qur’an sang suami. Karena ada beberapa akhwat yang kadang membuat target berapa
juz minimal hafalan calon pendampingnya. Maka salah satu permintaannya adalah mahar
hafalan surat ar-Rahman.
7. Ada juga yang bilang karena
dalam surah ar-Rahman, Allah memberikan deskripsi tentang surga dan
kenikmatannya, berupa buah-buahan,warna surga yang hijau juga bidadari yang
sangat cantik disurga. Yang katanya memotivasi para calon suami dan istri untuk
senantiasa menjalankan roda rumahtangga dengan orientasi akhirat. Para akhwat terinspirasi menjadi istri terbaik
yang menyaingi bidadari surga, sedangkan para ikhwannya terinspirasi berjihad
tiada henti sampai syahid menjemput dan mendapatkan bidadari surga.
Yap...
itulah beberapa alasan para akhwat yang memilih hafalan surat ar-Rahman sebagai
mahar pernikahannya. Setiap orang punya alasan tersendiri dalam pemilihan mahar
ini. Lantas bagaimanakah pandangan syariat tentang hafalan surat ar-Rahman
sebagai mahar?
Definisi
Mahar
Kata
mahar dalam bahasa Arab memiliki sepuluh nama, yaitu mahar, shadaq,
nihlah, fariidhoh, habaa’, ajr, ‘uqr, ‘ala’iq, taul, dan nikah.
Kesepuluh nama tersebut terdapat dalam al-Qur’an maupun hadits yang maknanya
mengarah kepada maskawin, misalnya kata shadaq yang berasal dari shidq
(kesungguhan) sebagai isyarat bahwa mahar adalah simbol kesungguhan pihak
laki-laki untuk menikah.
Syeikh
Abu Bakr al-Jazairi dalam Minhaj al-Muslim mendefinisikan mahar sebagai suatu
pemberian yang diwajibkan atas mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan
ketika berlangsungnya akad nikah sebagai imbalan atas dihalalkannya hubungan
seksual dengan perempuan tersebut.
Hukum
Mahar
Allah
berkalam dalam surat an-Nisaa’ ayat 24 :
وَالْمُحْصَنَاتُ
مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ
مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ
فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا
تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا
حَكِيمًا
Maka
istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah
kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah
mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah
menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana
Ayat
di atas adalah landasan disyariatkannya mahar dalam sebuah pernikahan. Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam sendiri dalam berbagai hadits sangat
menekankan akan kewajiban adanya mahar dalam pernikahan, apapun bentuknya.
Pernah dalam suatu kesempatan Nabi menyarankan mahar yang bentuknya hanya
berupa cincin dari besi, atau mengajarkan al-Qur’an.
Bentuk
Mahar
Bentuk
mahar pada umumnya berupa materi, ada yang berbentuk uang ataupun barang
berharga lainnya. Namun menurut jumhur ulama, sebenarnya dalam Islam
diperbolehkan mahar yang berbentuk non-materi, seperti sesuatu yang dapat
diambil upahnya (jasa) atau sesuatu yang manfaatnya akan kembali kepada sang
wanita.
Sesuatu
yang dapat diambil upahnya seperti mahar yang diberikan Nabi Musa ‘alaihissalam
kepada anaknya Nabi Syuaib ‘alaihissalam (sila baca surat al-Qasas ayat
27). Adapun untuk mahar yang yang manfaatnya akan kembali kepada sang wanita
misalnya adalah memerdekakan budak seperti mahar yang Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam berikan ketika menikahi Shafiyyah binti Huyyain. Atau bisa juga
berupa keislaman seseorang, seperti keislam Abu Thalhah ketika menikahi Ummu
Sulaim. Contoh lainnya adalah mengajarkan bacaan al-Qur’an atau hafalan al-Qur’an
pada istri. Hal ini diperbolehkan meskipun sang istri sudah bisa
membaca/menghafal al-Qur’an yang hendak dia ajarkan, karena didalamnya
mengandung kemanfaatan.
Mahar
berupa hafalan al-Qur’an ini pernah dicontohkan oleh seorang sahabat, Sahl bin
Sa’id As-Sai’di rahimahullah.
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ
السَّاعِدِيِّ يَقُولُ: إِنِّي لَفِي الْقَوْمِ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه
وسلم إِذْ قَامَتِ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّهَا قَدْ وَهَبَتْ
نَفْسَهَا لَكَ فَرَ فِيهَا رَأْيَكَ. فَلَمْ يُجِبْهَا شَيْئًا، ثُمَّ قَامَتْ فَقَالَتْ:
يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّهَا قَدْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لَكَ فَرَ فِيهَا رَأْيَكَ. فَلَمْ
يُجِبْهَا شَيْئًا ثُمَّ قَامَتِ الثَّالِثَةَ فَقَالَتْ: إِنَّهَا قَدْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا
لَكَ فَرَ فِيهَا رَأْيَكَ، فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَنْكِحْنِيهَا.
قَالَ: هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: اذْهَبْ فَاطْلُبْ وَلَوْ خَاتَمًا
مِنْ حَدِيدٍ. فَذَهَبَ فَطَلَبَ ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ: مَا وَجَدْتُ شَيْئًا وَلاَ
خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ. فَقَالَ: هَلْ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ شَيْءٌ؟ قَالَ: مَعِي
سُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا. قَالَ: اذْهَبْ فَقَدْ أَنْكَحْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ
مِنَ الْقُرْآنِ
Dari
Sahl bin Sa’id As-Sai’di, ia berkata: Sesungguhnya aku berada pada suatu kaum
di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba-tiba berdirilah seorang
wanita seraya berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia telah menghibahkan
dirinya untukmu, perhatikanlah dia, bagaimana menurutmu.” Beliau pun diam dan
tidak menjawab sesuatupun. Kemudian berdirilah wanita itu dan berkata: “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya dia telah menghibahkan dirinya untukmu, perhatikanlah
dia, bagaimana menurutmu.” Beliaupun diam dan tidak menjawab sesuatupun.
Kemudian ia pun berdiri untuk yang ketiga kalinya dan berkata: “Sesungguhnya ia
telah menghibahkan dirinya untukmu, perhatikan dia, bagaimana menurutmu.”
Kemudian berdirilah seorang laki-laki dan berkata: “Ya Rasulullah, nikahkanlah
saya dengannya.” Beliaupun menjawab: “Apakah kamu memiliki sesuatu?” Ia
berkata: “Tidak.” Kemudian beliaupun berkata: “Pergilah dan carilah (mahar)
walaupun cincin dari besi.” Kemudian iapun mencarinya dan datang kembali kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil berkata: “Saya tidak
mendapatkan sesuatupun walaupun cincin dari besi.” Maka Rasulullah bersabda:
“Apakah ada bersamamu (hafalan) dari Al-Qur`an?” Ia berkata: “Ada, saya hafal
surat ini dan itu.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Pergilah, telah aku nikahkan engkau dengan dia dengan mahar berupa Al-Qur`an
yang ada padamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hafalan
al-Qur’an juga bisa dijadikan mahar, tapi dengan syarat harus bisa diambil
manfaatnya oleh istri. Bukan hanya sekedar menyetorkan hafalan ketika akad,
melainkan harus mengajarkan hafalan surat yang dijadikan mahar. Catet...! ;)
Hukum mengajarkan al-Qur’an sebagai
mahar
Lantas
bagaimanakah hukum mengajarkan al-Qur’an sebagai mahar? Jumhur ulama berbeda
pendapat tentang hukum mahar mengajarkan al-Qur’an (maksudnya di sini hafalan
Qur’an yang tentunya harus diajarkan). Pertama, sah
akad nikah dengan mengajarkan al-Qur’an sebagai mahar. Ini adalah pendapat Ashbagh bin al-Farj (salah
seorang fuqaha-ahli fiqh- mazhab Malik), pendapat fuqaha mazhab Syafi’i, pendapat Imam Ahmad dalam satu
riwayat dan dipilih oleh sebagian fuqaha mazhabnya, serta pendapat Ibnu
Hazm. Dalilnya adalah surat al-Qashash ayat 27.
Ayat di atas menjelaskan bahwa Nabi
Syu’aib akan menikahkan salah seorang dari dua putrinya dengan menjadikan
bekerja selama delapan tahun-sesuatu yang bermanfaat-sebagai mahar. Syariat
umat sebelum kita adalah syariat untuk kita juga selama tidak menyelisihi
syariat kita. Ini menunjukkan bahwa boleh menjadikan sesuatu yang dapat
bermanfaat-di antaranya mengajarkan al-Qur’an-sebagai mahar akad nikah. Dalil yang
kedua adalah hadits dari Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi yang
dinikahkan oleh Rasulullah dengan hafalan Qur’an yang beliau miliki.
Kedua, tidak sah akad nikah dengan mengajarkan
al-Qur’an sebagai mahar. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah dan fuqaha
mazhabnya, pendapat Imam Malik dan sebagian fuqaha mazhabnya, pendapat
Imam Ahmad dalam satu riwayat dan diikuti mayoritas fuqaha mazhabnya.
Dalilnya surat an-Nisa’ ayat 24.
Ayat di atas menunjukkan bahwa
syarat mahar haruslah berupa harta dan sesuatu yang tidak termasuk harta tidak
bisa dinamakan mahar. Juga hadits Abu Nu’man Al-Adzi bahwa Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam pernah menikahkan seorang wanita dengan mahar salah satu
surat al-Qur’an kemudian beliau bersabda, “Tidak ada seorang pun yang boleh
menjadikan (mengajarkan al-Qur’an sebagai) mahar untuknya setelahmu.” (HR.
Sai’d bin Manshur dalam Sunannya dan hadits ini munkar menurut Syeikh
Al-Albani)
Dr.
Ahmad Salim dalam kitabnya Faydhurrahman fii Ahkam al-Fiqhiyah al-Khossoh
bil Qur’an mengatakan bahwa pendapat yang rojih adalah
pendapat yang pertama. Diperbolehkan mengajarkan al-Qur’an sebagai mahar. Hal ini
seperti yang dilakukan oleh sahabat Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi. Mahar berupa hart
harus tetap didahulukan, sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
meminta Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi untuk mencari sesuatu untuk dijadikan
mahar walaupun hanya cincin dari besi. Begitu juga ketika Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
‘anhu menikahi Fatimah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah tidak langsung
menyuruhnya untuk memberikan hafalan Qur’an sebagai mahar. Karena beliau
bertanya tentang harta yang masih dimiliki Ali berupa baju besi.
Tidak sah mahar dengan mengajarkan
al-Qur’an jika calon suami mampu memberikan mahar berupa harta. Namun, jika calon suami tidak mampu
memberikan mahar berupa harta maka sah menjadikan pengajaran al-Qur’an sebagai
mahar.
Mengenai
masalah keharusan surat ar-Rahman yang dijadikan mahar, -setau saya yang faqir
dan minim ilmu ini- tidak ada nash ataupun dalil yang jelas akan keharusan
surat ar-Rahman sebagai mahar. Sahabat pernah mencontohkan menjadikan hafalan
Qur’an sebagai mahar, tetapi tidak ada penjelasan kekhususuan surat yang akan
dijadikan mahar.
Kenapa
nggak minta hafalan Qur’an 30 juz sekalian aja yak jadi mahar? Kan yang
diajarin satu Qur’an lebih mantep lagi dah tu ;p
Nah jangan
terlalu terpaku dengan surat ar-Rahman yang dijadikan mahar, masih ada 113 surat
lain koq. Dan di setiap surat banyak pelajaran berharga yang bisa kita ambil. Takutnya
kalau budaya mahar surat ar-Rahman ini dilestarikan, kalangan awam akan
menganggapnya sebagai sebuah kewajiban. Yang penting ingat, Rasulullah mengajarkan
bahwa sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah. Kalau hafalan Qur’an 30 juz
berasa mudah kenapa enggak? ;p (*taboooook rahma ;p)
Wallahu
ta’ala a’lam
Assalamualaikum,
ReplyDeletemba rahma, aku ada niat mau minta dibacain surat ar.rahman pas akad nikah nanti.
aku terinspirasi dari pengajilang jelang nikah kaka sepupu ku. disana ibu-ibu pengajian nya aca surat ar.rahman. kebetulan Al.Quran yang ku baca ada terjemahan nya, kata-kata nya menggetarkan hati ku. aku mau dengar itu di hari pernikahan ku sendiri nanti. InsyaAllah. Amin.
wa'alaikumsalam
ReplyDeletesalam kenal mbak meyrina indry :)
surat ar-rahman emang indah banget, maknanya dalem. surat yang lain juga nggak kalah indah. semoga keinginannya terwujud ya, saat akad ada lantunan merdu surat ar-rahman :)
semoga Allah selalu memberkahi mbak meyrina dan memudahkan segala urusan, semoga pernikahannya lancar dan menjadi keluarga sakinah mawaddah wa rahmah ya mbak :)
Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarokaatuh, salam ukhuwah ukh :), teman saya dulu meminta hafalan 30 juz saat akad nikah kemudian pak na'ib nya bilang gini waduh ini nanti kalo dibacakan disini sampai besok ga kelar akad nya, kemudian hafalannya akan disetorkan setiap malam 1 juz selama 30 hari. nah yang mau saya tanyakan, bolehkan suami menggauli istrinya sebelum selesai nyetor semua hafalannya, afwan ana masih faqir ilmu
ReplyDeletejazakillahu khairan katsiran,
wassalamu'alaykum warahmatullaahi wabarokaatuh