Saturday, 16 February 2013

Mahar Surat ar-Rahman


Akhir tahun lalu seorang senior berdiskusi dengan saya tentang mahar pernikahan hafalan surat ar-Rahman. Kenapa harus surat ar-Rahman?, pikir saya. Waktu itu saya masih belum ngeh dengan apa yang sebenarnya terjadi. (maksud?) Nah, akhirnya saya memutuskan untuk browsing mencari di internet.

Dengan kata kunci ‘mahar hafalan surat ar-rahman’ muncul beberapa postingan di blog tetangga. Ternyata mahar hafalan surat ar-Rahman ini nge-tren di kalangan aktivis dakwah dan tarbiyah. Katanya sih mahar hafalan surat ar-Rahman juga disebutkan sama Kang Abik dalam novel best seller-nya Ayat-Ayat Cinta. (lupa di bagian mana yak?)

Beraneka ragam alasan diutarakan untuk pemilihan surat ar-Rahman sebagai mahar. Saya nyontek alasan-alasannya dari beberapa blog akhwat yang mendambakan diberi mahara hafalan surat ar-Rahman. Berikut ini alasannya :

1. Melihat keutamaan surat ar-Rahman. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang membaca surat ar-Rahman, Allah akan menyayangi kelemahannya dan meridhai nikmat yang dikaruniakan padanya.” (Tafsir Nur ats-Tsqalayn 5/187)
2. Ada yang mengatakan karena surat ar-Rahman penuh dengan pertanyaan Allah : “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?”. Karena pernikahan adalah penyempurnaan separuh diin dan merupakan sebuah nikmat. Mahar surat ar-Rahman sebagai pengingat untuk kita supaya selalu mensyukuri nikmat Allah yang begitu banyak.
3. Ada yang mengatakan karena ingin meringankan calon suami, karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah”. Nah surat ar-Rahman pendek dan mudah untuk dihafal dibanding dengan surat al-Baqarah.
4. Yang lucu ternyata ada juga yang terinspirasi dari novel fenomenalnya Kang Abik, Ayat-Ayat Cinta.
5. Ada yang memang sangat menyukai surat ar-Rahman yang bercerita tentang bidadari yang di pingit. Bahkan ada akhwat yang mengatakan dia tidak mau dihargai dengan apapun, baik cincin, uang atau materi apapun sebagai mahar tapi dia akan sangat bahagia kalau dirinya dibeli dengan surah ar-Rahman. Subhanallah…
6. Alasan lain adalah banya akhwat yang memilih surat ar-Rahman sebagai mahar bertujuan untuk memotivasi hafalan qur’an sang suami. Karena ada beberapa akhwat yang kadang membuat target berapa juz minimal hafalan calon pendampingnya. Maka salah satu permintaannya adalah mahar hafalan surat ar-Rahman.
7. Ada juga yang bilang karena dalam surah ar-Rahman, Allah memberikan deskripsi tentang surga dan kenikmatannya, berupa buah-buahan,warna surga yang hijau juga bidadari yang sangat cantik disurga. Yang katanya memotivasi para calon suami dan istri untuk senantiasa menjalankan roda rumahtangga dengan orientasi akhirat. Para  akhwat terinspirasi menjadi istri terbaik yang menyaingi bidadari surga, sedangkan para ikhwannya terinspirasi berjihad tiada henti sampai syahid menjemput dan mendapatkan bidadari surga.

Yap... itulah beberapa alasan para akhwat yang memilih hafalan surat ar-Rahman sebagai mahar pernikahannya. Setiap orang punya alasan tersendiri dalam pemilihan mahar ini. Lantas bagaimanakah pandangan syariat tentang hafalan surat ar-Rahman sebagai mahar?

Definisi Mahar
Kata mahar dalam bahasa Arab memiliki sepuluh nama, yaitu mahar, shadaq, nihlah, fariidhoh, habaa’, ajr, ‘uqr, ‘ala’iq, taul, dan nikah. Kesepuluh nama tersebut terdapat dalam al-Qur’an maupun hadits yang maknanya mengarah kepada maskawin, misalnya kata shadaq yang berasal dari shidq (kesungguhan) sebagai isyarat bahwa mahar adalah simbol kesungguhan pihak laki-laki untuk menikah.

Syeikh Abu Bakr al-Jazairi dalam Minhaj al-Muslim mendefinisikan mahar sebagai suatu pemberian yang diwajibkan atas mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika berlangsungnya akad nikah sebagai imbalan atas dihalalkannya hubungan seksual dengan perempuan tersebut.

Hukum Mahar
Allah berkalam dalam surat an-Nisaa’ ayat 24 :
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana

Ayat di atas adalah landasan disyariatkannya mahar dalam sebuah pernikahan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sendiri dalam berbagai hadits sangat menekankan akan kewajiban adanya mahar dalam pernikahan, apapun bentuknya. Pernah dalam suatu kesempatan Nabi menyarankan mahar yang bentuknya hanya berupa cincin dari besi, atau mengajarkan al-Qur’an.

Bentuk Mahar
Bentuk mahar pada umumnya berupa materi, ada yang berbentuk uang ataupun barang berharga lainnya. Namun menurut jumhur ulama, sebenarnya dalam Islam diperbolehkan mahar yang berbentuk non-materi, seperti sesuatu yang dapat diambil upahnya (jasa) atau sesuatu yang manfaatnya akan kembali kepada sang wanita.

Sesuatu yang dapat diambil upahnya seperti mahar yang diberikan Nabi Musa ‘alaihissalam kepada anaknya Nabi Syuaib ‘alaihissalam (sila baca surat al-Qasas ayat 27). Adapun untuk mahar yang yang manfaatnya akan kembali kepada sang wanita misalnya adalah memerdekakan budak seperti mahar yang Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berikan ketika menikahi Shafiyyah binti Huyyain. Atau bisa juga berupa keislaman seseorang, seperti keislam Abu Thalhah ketika menikahi Ummu Sulaim. Contoh lainnya adalah mengajarkan bacaan al-Qur’an atau hafalan al-Qur’an pada istri. Hal ini diperbolehkan meskipun sang istri sudah bisa membaca/menghafal al-Qur’an yang hendak dia ajarkan, karena didalamnya mengandung kemanfaatan.

Mahar berupa hafalan al-Qur’an ini pernah dicontohkan oleh seorang sahabat, Sahl bin Sa’id As-Sai’di rahimahullah.

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ يَقُولُ: إِنِّي لَفِي الْقَوْمِ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذْ قَامَتِ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّهَا قَدْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لَكَ فَرَ فِيهَا رَأْيَكَ. فَلَمْ يُجِبْهَا شَيْئًا، ثُمَّ قَامَتْ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّهَا قَدْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لَكَ فَرَ فِيهَا رَأْيَكَ. فَلَمْ يُجِبْهَا شَيْئًا ثُمَّ قَامَتِ الثَّالِثَةَ فَقَالَتْ: إِنَّهَا قَدْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لَكَ فَرَ فِيهَا رَأْيَكَ، فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَنْكِحْنِيهَا. قَالَ: هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: اذْهَبْ فَاطْلُبْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ. فَذَهَبَ فَطَلَبَ ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ: مَا وَجَدْتُ شَيْئًا وَلاَ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ. فَقَالَ: هَلْ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ شَيْءٌ؟ قَالَ: مَعِي سُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا. قَالَ: اذْهَبْ فَقَدْ أَنْكَحْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ

Dari Sahl bin Sa’id As-Sai’di, ia berkata: Sesungguhnya aku berada pada suatu kaum di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba-tiba berdirilah seorang wanita seraya berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia telah menghibahkan dirinya untukmu, perhatikanlah dia, bagaimana menurutmu.” Beliau pun diam dan tidak menjawab sesuatupun. Kemudian berdirilah wanita itu dan berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia telah menghibahkan dirinya untukmu, perhatikanlah dia, bagaimana menurutmu.” Beliaupun diam dan tidak menjawab sesuatupun. Kemudian ia pun berdiri untuk yang ketiga kalinya dan berkata: “Sesungguhnya ia telah menghibahkan dirinya untukmu, perhatikan dia, bagaimana menurutmu.” Kemudian berdirilah seorang laki-laki dan berkata: “Ya Rasulullah, nikahkanlah saya dengannya.” Beliaupun menjawab: “Apakah kamu memiliki sesuatu?” Ia berkata: “Tidak.” Kemudian beliaupun berkata: “Pergilah dan carilah (mahar) walaupun cincin dari besi.” Kemudian iapun mencarinya dan datang kembali kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil berkata: “Saya tidak mendapatkan sesuatupun walaupun cincin dari besi.” Maka Rasulullah bersabda: “Apakah ada bersamamu (hafalan) dari Al-Qur`an?” Ia berkata: “Ada, saya hafal surat ini dan itu.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Pergilah, telah aku nikahkan engkau dengan dia dengan mahar berupa Al-Qur`an yang ada padamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hafalan al-Qur’an juga bisa dijadikan mahar, tapi dengan syarat harus bisa diambil manfaatnya oleh istri. Bukan hanya sekedar menyetorkan hafalan ketika akad, melainkan harus mengajarkan hafalan surat yang dijadikan mahar. Catet...! ;)

Hukum mengajarkan al-Qur’an sebagai mahar
Lantas bagaimanakah hukum mengajarkan al-Qur’an sebagai mahar? Jumhur ulama berbeda pendapat tentang hukum mahar mengajarkan al-Qur’an (maksudnya di sini hafalan Qur’an yang tentunya harus diajarkan). Pertama, sah akad nikah dengan mengajarkan al-Qur’an sebagai mahar. Ini adalah pendapat Ashbagh bin al-Farj (salah seorang fuqaha-ahli fiqh- mazhab Malik), pendapat fuqaha mazhab Syafi’i, pendapat Imam Ahmad dalam satu riwayat dan dipilih oleh sebagian fuqaha mazhabnya, serta pendapat Ibnu Hazm. Dalilnya adalah surat al-Qashash ayat 27.

Ayat di atas menjelaskan bahwa Nabi Syu’aib akan menikahkan salah seorang dari dua putrinya dengan menjadikan bekerja selama delapan tahun-sesuatu yang bermanfaat-sebagai mahar. Syariat umat sebelum kita adalah syariat untuk kita juga selama tidak menyelisihi syariat kita. Ini menunjukkan bahwa boleh menjadikan sesuatu yang dapat bermanfaat-di antaranya mengajarkan al-Qur’an-sebagai mahar akad nikah. Dalil yang kedua adalah hadits dari Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi yang dinikahkan oleh Rasulullah dengan hafalan Qur’an yang beliau miliki.

Kedua, tidak sah akad nikah dengan mengajarkan al-Qur’an sebagai mahar. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah dan fuqaha mazhabnya, pendapat Imam Malik dan sebagian fuqaha mazhabnya, pendapat Imam Ahmad dalam satu riwayat dan diikuti mayoritas fuqaha mazhabnya. Dalilnya surat an-Nisa’ ayat 24.

Ayat di atas menunjukkan bahwa syarat mahar haruslah berupa harta dan sesuatu yang tidak termasuk harta tidak bisa dinamakan mahar. Juga hadits Abu Nu’man Al-Adzi bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah menikahkan seorang wanita dengan mahar salah satu surat al-Qur’an kemudian beliau bersabda, “Tidak ada seorang pun yang boleh menjadikan (mengajarkan al-Qur’an sebagai) mahar untuknya setelahmu.” (HR. Sai’d bin Manshur dalam Sunannya dan hadits ini munkar menurut Syeikh Al-Albani)

Dr. Ahmad Salim dalam kitabnya Faydhurrahman fii Ahkam al-Fiqhiyah al-Khossoh bil Qur’an mengatakan bahwa pendapat yang rojih adalah pendapat yang pertama. Diperbolehkan mengajarkan al-Qur’an sebagai mahar. Hal ini seperti yang dilakukan oleh sahabat Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi. Mahar berupa hart harus tetap didahulukan, sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam meminta Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi untuk mencari sesuatu untuk dijadikan mahar walaupun hanya cincin dari besi. Begitu juga ketika Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu menikahi Fatimah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah tidak langsung menyuruhnya untuk memberikan hafalan Qur’an sebagai mahar. Karena beliau bertanya tentang harta yang masih dimiliki Ali berupa baju besi.

Tidak sah mahar dengan mengajarkan al-Qur’an jika calon suami mampu memberikan mahar berupa  harta. Namun, jika calon suami tidak mampu memberikan mahar berupa harta maka sah menjadikan pengajaran al-Qur’an sebagai mahar.

Mengenai masalah keharusan surat ar-Rahman yang dijadikan mahar, -setau saya yang faqir dan minim ilmu ini- tidak ada nash ataupun dalil yang jelas akan keharusan surat ar-Rahman sebagai mahar. Sahabat pernah mencontohkan menjadikan hafalan Qur’an sebagai mahar, tetapi tidak ada penjelasan kekhususuan surat yang akan dijadikan mahar.

Kenapa nggak minta hafalan Qur’an 30 juz sekalian aja yak jadi mahar? Kan yang diajarin satu Qur’an lebih mantep lagi dah tu ;p

Nah jangan terlalu terpaku dengan surat ar-Rahman yang dijadikan mahar, masih ada 113 surat lain koq. Dan di setiap surat banyak pelajaran berharga yang bisa kita ambil. Takutnya kalau budaya mahar surat ar-Rahman ini dilestarikan, kalangan awam akan menganggapnya sebagai sebuah kewajiban. Yang penting ingat, Rasulullah mengajarkan bahwa sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah. Kalau hafalan Qur’an 30 juz berasa mudah kenapa enggak? ;p (*taboooook rahma ;p)

Wallahu ta’ala a’lam

3 comments:

  1. Assalamualaikum,
    mba rahma, aku ada niat mau minta dibacain surat ar.rahman pas akad nikah nanti.
    aku terinspirasi dari pengajilang jelang nikah kaka sepupu ku. disana ibu-ibu pengajian nya aca surat ar.rahman. kebetulan Al.Quran yang ku baca ada terjemahan nya, kata-kata nya menggetarkan hati ku. aku mau dengar itu di hari pernikahan ku sendiri nanti. InsyaAllah. Amin.

    ReplyDelete
  2. wa'alaikumsalam
    salam kenal mbak meyrina indry :)
    surat ar-rahman emang indah banget, maknanya dalem. surat yang lain juga nggak kalah indah. semoga keinginannya terwujud ya, saat akad ada lantunan merdu surat ar-rahman :)
    semoga Allah selalu memberkahi mbak meyrina dan memudahkan segala urusan, semoga pernikahannya lancar dan menjadi keluarga sakinah mawaddah wa rahmah ya mbak :)

    ReplyDelete
  3. Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarokaatuh, salam ukhuwah ukh :), teman saya dulu meminta hafalan 30 juz saat akad nikah kemudian pak na'ib nya bilang gini waduh ini nanti kalo dibacakan disini sampai besok ga kelar akad nya, kemudian hafalannya akan disetorkan setiap malam 1 juz selama 30 hari. nah yang mau saya tanyakan, bolehkan suami menggauli istrinya sebelum selesai nyetor semua hafalannya, afwan ana masih faqir ilmu


    jazakillahu khairan katsiran,
    wassalamu'alaykum warahmatullaahi wabarokaatuh

    ReplyDelete

 

Ich bin Muslime ^^ Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template