Suatu hari ada seorang teman bernama Sari Fitriani bertanya kepada
saya, mengapa orang non-Islam lebih baik daripada orang Islam?
Pertanyaan ini juga terlintas di benak saya jauh-jauh hari sebelum Sari
bertanya kepada saya. Sayangnya ketika Sari bertanya kepada saya, saya
masih belum memiliki jawaban yang tsiqoh. Di penghujung tahun
2010, saya menemukan jawabannya setelah mengikuti seminar kristologi
dengan pembicara seorang mualaf mantan aktivis gereja, Dra. Dewi
Purnamawati. Beliau berasal dari keluarga kristen militan. Ayahnya
adalah seorang muslim yang dimurtadkan oleh istrinya dan kemudian
menjadi penginjil di Pulau Lombok bersama dengan ibunya. Orang tua
beliau memurtadkan orang-orang muslim di daerah Lombok dengan cara
memberikan harta benda. Adik-adiknya adalah aktivis gereja dan penginjil
di daerah Madura dan Bandung.
Beliau mengatakan bahwa salah satu metode yang digunakan
untuk memurtadkan ‘domba-domba yang tersesat’ (sebutan mereka bagi umat
Islam) adalah church marketing atau sistem tebar pesona. Tidak
memungkinkan bagi mereka untuk memasarkan lembaga dan ajarannya, maka
umat Kristen berupaya memasarkan pribadi atau sumber daya mereka. Cara
‘tebar pesona’ yang mereka lakukan adalah tampil peduli di tengah
masyarakat, bersikap sopan, ramah, aktif bermasayarakat, penuh
toleransi, simpatik, perhatian, dan penuh kasih sayang. Menonjolakan
rasa kebersamaan dan tampil menjadi pahlawan serta berusaha menampilkan
pelayanan terbaik. Umat Kristiani mengajarkan anak-anaknya untuk
bersikap ramah kepada teman-temannya yang di luar kristen. Ibu Dewi
mengatakan bahwa ketika dia kecil, ibunya menyuruhnya untuk berbaik hati
kepada teman-temannya yang muslim. Beliau sering mengajak teman-teman
muslimnya makan-makan di rumahnya setelah kebaktian. Orang tuanya sering
memberikan bantuan kepada tetangganya yang muslim, tak
tanggung-tanggung membelikan motor dan perhiasan kepada tetangganya.
Jadi, jangan heran apabila kita menilai orang Kristen lebih baik
daripada orang Islam, ataupun umat Nasrani lebih care kepada kita. Bahkan anak-anak mereka sudah ditanamkan untuk bisa menyelamatkan para ‘domba yang tersesat’.
Kebaikan yang mereka lakukan memiliki misi khusus. Samuel
Zwener pada konferensi misionaris 1935 mengatakan bahwa misi utama umat
Kristiani bukan (hanya) menghancurkan kaum Muslimin, namun memisahkan
mereka dari Islam, agar jadi orang Muslim yang tidak berakhlak. Ingat
akhlak dalam Islam adalah soko guru kehidupan sosial umat Islam. Karena
itu tugas missionaris adalah meruntuhkan nilai-nilai akhlak ini.
Mempersiapkan generasi baru yang sesuai kehendak kaum penjajah. Bahkan
mega proyek dari kristenisasi di Indonesia adalah menjadikan mayoritas
masyarakat Indonesia beragama Kristen pada tahun 2020. Naudzu billahi min dzalik.
Sebagaimana firman Allah SWT pada surat Al-Baqarah ayat 120 :
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga
kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah
itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti
kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak
lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.
Umat Islam harus berkaca pada diri sendiri, kenapa
pemurtadan kian marak. Umat Islam kalah oleh Nasrani dalam masalah misi.
Kristiani mempunyai misi sedangkan kita umat Islam tanpa misi. Ketika
ada seorang pendeta ingin memurtadkan seorang muslim, pendeta tersebut
akan meminta kepada teman-teman pendetanya untuk mendo’akan dia supaya
berhasil memurtadkan orang Islam. Sedangkan kita sebagai orang muslim
jarang mendo’akan umat Islam lainnya. Selain itu, Kristen di dunia
memiliki kurang lebih 3000 aliran di dunia, satu dan lainnya tidak bisa
disatukan, tetapi mereka bisa menyatukan pandangan ketika menjadikan
umat Islam sebagai musuh nomor satu mereka. Lalu bagaimana dengan kita
sebagai umat Islam? Bisakah kita menyatukan pandangan kita terhadap
musuh-musuh Islam? Justru umat Islam saat ini malah terpecah belah dan
saling memusuhi satu sama lain. Dilematis. Ketika ada orang tidak mampu
mengetuk di depan rumah sambil mengucap :”Assalamu’alaikum, Bu minta
sedekah”, kebanyakan kita umat Islam menjawab :”Maaf, Dek. Masih kecil
kok udah minta-minta”. Berbeda dengan orang Kristen yang menganggapnya
sebagai ladang basah yang bisa dimanfaatkan untuk menyelamatkan ‘domba
tersesat’.
Sangat disayangkan, zaman sekarang banyak orang Islam
yang mulai melupakan kehidupan sosial bagaimana cara bermuamalah yang
baik dengan sesama manusia, hablu minannas. Kebanyakan mereka lebih mementingkan bagaimana caranya membuat jamaah-jamaah ataupun firqoh-firqoh yang sesuai dengan ahlussunnah wal jama’ah. Padahal bersedekah dan berbuat baik juga merupakan sifat dari ahlussunnah wal jama’ah dan bisa menjadi bekal di akhirat kelak.
Bukan maksud melarang bergaul dan bermuamalah dengan
teman-teman yang berbeda agama. Rasulullah SAW pun bermuamalah dengan
orang Yahudi. Namun, untuk masalah aqidah kita harus berhati-hati. Lakum diinukum wa lii yadiin.
Misalkan saja mengucapkan selamat natal kepada teman yang Nasrani.
Secara tidak langsung berarti kita ikut merayakan natal dan mengakui
bahwa memang natal itu ada. Sedangkan dalam Islam hari raya itu hanya
ada dua, Iedul Fitri dan Iedul Adha saja.
Semoga goresan pena ini bisa menjadi sarana introspeksi diri kita dan
saya khususnya sebagai seorang muslim. Sudahkah kita membantu
saudara-saudara muslim kita yang membutuhkan bantuan dan membantu
menyelamatkan mereka dari serangan-serangan virus tebar pesona?
Wallahu’alam bishowab.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment