“Umat
Islam saat ini sedang sakit. Penyebab sakitnya karena meninggalkan Islam. Apa
obatnya? Kembali kepada Islam. Siapa dokternya? Siapa saja dari kalangan umat
Islam yang sehat dan mau mendakwahkan Islam.”[1]
Ungkapan di atas adalah semboyan milik FIS
(Front Islamique du Salut), salah satu partai Islam di Al-Jazair saat kampanye
di awal tahun 90-an. Semboyan ini sangat cocok dengan kondisi umat Islam saat
ini. Umat Islam saat ini memang sedang sakit. Berbagai masalah mendera kita, dari
mulai krisis ekonomi, krisis teknologi, agraria, hingga dekadensi moral dan
hancurnya tatanan sosial, ditambah lagi dengan masalah hukum yang lebih
mendiskreditkan umat Islam serta pendidikan yang lebih berpihak kepada kalangan
berduit saja. Apabila syari’at Islam tidak diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari, maka imunitas umat Islam pun menurun. Ketika imunitas menurun dan
kita sebagai umat Islam tidak menyadari bahwa imunitas kita menurun, maka sudah
dapat dipastikan imunitas kita akan tambah menurun. (Ya iyalah, secara nggak
sadar imunitas turun, ya otomatis nggak bakalan ngelakuin hal-hal yang bikin
imunitas naik. Terus imunitas tambah turun deh, dan tubuh umat Islam pun jadi
sakit. Parah lagi kalau tetep nggak ngeh dirinya lagi sakit dan nggak mau ngobatin,
yaudah deh wasallam aja kalau penyakitnya tambah parah!)
Sayangnya hasil diagnosa dokter umum tidak
seakurat dokter spesialis. Hasil diagnosa dari dokter umum hanya bisa
menjangkau penyakit luar yang menderita umat, belum sampai kepada akar penyakit
umat. Menurut dokter spesialis aqidah or keimanan, akar penyakit yang diderita
oleh umat Islam saat ini adalah banyaknya umat Islam yang melupakan Islam dan
meninggalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Banyak umat Islam di Indonesia khususnya
dan dunia pada umumnya mulai meninggalkan Islam sebagai ideologi kehidupan mereka. Islam dianggap tidak ada
hubungannya dengan masalah ketata-negaraan, ekonomi, sosial, politik,
teknologi, dan aspek lainnya. Bahkan sampai beredar slogan-slogan seperti
‘Politik Yes, Islam No’. Miris bin dilematis banget kan!
Mayoritas umat Islam saat ini sudah terwarnai
dengan beraneka ragam ideologi yang membuat mereka makin jauh dari Islam.
Orang-orang berpikiran apabila kita, umat Islam, mencoba mengikuti gaya Barat
dalam berbagai hal, kita tidak akan terbelakang dan akan maju seperti
orang-orang Barat. Banyak orang melupakan peradaban Islam yang pernah berjaya
–dan akan mengulang kejayaannya- hanya dengan berpegang teguh dengan Al-Qur’an
dan As-Sunnah.
Jika kita flashback ke masa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam, Khulafaurrasyidin, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in yang
menjadikan Al-Qur’an sebagai ideologi, mereka bisa berjaya menguasai dunia. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam telah berhasil membumikan peradaban Islam
dan mengangkat bangsa Arab yang secara akademis tertinggal jauh dari negara
Mesir, Romawi, dan Persia hanya dengan berpegang teguh pada Al-Qur’an.. Yah,
ini adalah sebuah bukti nyata bahwa umat Islam tetap bisa survive hingga
akhir hanya dengan berpegang pada Al-Qur’an.
Semenjak kekalahan Turki Utsmani, kebanyakan
umat Islam mulai membenahi diri mereka dalam bidang politik, sains, teknologi,
agraria, ekonomi, dan melupakan Al-Qur’an. Mereka menganggap satu-satunya jalan
untuk membuat Islam bangkit dan muncul lagi ke permukaan adalah dengan
menandingi musuh-musuh Islam yang telah maju dalam hal politik, ekonomi, teknologi,
sains, dan sebagainya. Padahal umat Islam saat ini sudah tertinggal terlalu
jauh untuk mengejar itu semuanya-politik, ekonomi, teknologi, dll-. Bukan
maksud mengatakan bahwa umat Islam tidak boleh maju dalam hal-hal politik,
ekonomi, teknologi dan lain-lainnya itu. Hal-hal tersebut sangat dibutuhkan
bagi kehidupan kita saat ini supaya tidak terlindas dengan kemajuan zaman. Hanya
saja realita yang ada saat ini, kebanyakan umat Islam sibuk mengejar penilaian
manusia yang notabenenya adalah makhluk Allah dalam hal-hal politik, ekonomi,
teknologi, sains yang hanya bersifat duniawi lantas melupakan penilain Sang
Khaliq, Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sejatinya bagi seorang mukmin semua
hal tersebut dilakukan tidak lain hanyalah untuk meraih ridha Allah Subhanahu
wa Ta’ala semata untuk memperberat timbangan amal pada yaumul hisab.
Kebanyakan umat Islam saat ini mengesampingkan
Al-Qur’an dalam urusan duniawinya. ‘Belajar sains nggak nyambung kalau pakai
Al-Qur’an’. Tahukah Anda bahwa teori relativitas sudah disebutkan terlebih
dahulu dalam Al-Qur’an jauh sebelum Albert Einstein mendeklarasikannya? ‘Masalah
ekonomi mana ada di Al-Qur’an’. Ya Ukhtii..Ya Akhii...tahukah Anda bahwa
pegadaian yang kita jumpai di tengah-tengah masayarakat saat ini pun disebutkan
dalam Al-Qur’an? Masih banyak masalah-masalah lain yang kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari disebutkan dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah kitab Allah
yang paling sempurna di antara kitab-kitab Allah lainnya. Mu’jizat yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam ini
menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya. Di dalamnya telah tercakup berbagai
macam aspek kehidupan sehingga Al-Qur’an diturunkan sebagai way of life
(jalan hidup) bagi manusia.
Sayyid Quthb rahimahullah menyebutkan
dalam buku fenomenalnya “Ma’aalim Fii Ath-Thariiq”, bahwa para generasi pelopor
(para sahabat dan tabi’in.pen) hanya berpegang teguh pada Al-Qur’an. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam-lah yang menuntun mereka supaya hanya merujuk
pada Al-Qur’an dan tidak mengacu pada kitab-kitab lainnya. Bahkan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam marah ketika melihat di tangan Umar radhiyallahu ‘anhu
terdapat lembaran yang berisikan ayat Taurat. Beliau berkata “Demi Allah
sesungguhnya andai saja Musa masih hidup di belakang kalian, pastilah tak ada
yang yang dilakukannya kecuali ia akan mengikuti (ajaran)ku!”[2]
Mari kita tengok masa-masa Islam berjaya
menguasai dunia dan ilmu pengetahuan. Hadirlah Ibnu Sina sang bapak kedokteran,
Al-Khawarizmi bapak aljabar, Ibnu Khaldun bapak filsafat dan ilmuwan-ilmuwan
lainnya yang memeriahkan kemajuan ilmu pendidikan Islam di abad pertengahan.
Hebatnya lagi, mereka tidak mempelajari ilmu-ilmu tersebut sebelum menghapal
Al-Qur’an dan As-Sunnah serta mengetahui hakikat agama Islam sesungguhnya.
Berbeda dengan saat ini, kebanyakan umat Islam justru lebih memprioritaskan ilmu-ilmu
duniawi terlebih dahulu dan mengakhirkan ilmu-ilmu Islam.
Para da’i di masa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam, Khulafaurrasyidin, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in sebelum
menyeru ummat kepada kebaikan, mereka terlebih dahulu mengerjakannya. Mereka
tidak pernah meninggalkan Al-Qur’an sesibuk apapun mereka di medan dakwah. Mereka
selalu berusaha untuk mengkhatamkan tilawah Qur’annya minimal sehari sekali.
Sahabat Utsman bin Affan selalu mencoba mengkhatamkan tilawah Al-Qur’annya
sehari sekali. Umar bin Khatab sahabat yang tangguh dan pemberani selalu
mengkhatamkan tilawah Al-Qur’annya tiga hari sekali. Begitu juga dengan sahabat
lainnya selalu mencoba mengkhatamkan tilawah Al-Qur’annya paling lama seminggu
sekali.
Namun, bagaimana dengan para da’i
sekarang? Saking sibuknya di medan dakwah dan harokah, Al-Qur’an ‘dilupakan’.
Maksud dilupakan di sini adalah, Al-Qur’an hanya dijadikan pelengkap hujjah
ketika berdakwah, dan tilawah Al-Qur’annya ditinggalkan. Sangat menyedihkan
apabila para da’i-nya jarang menyenandungkan Al-Qur’an dalam kehidupan
sehari-harinya. Jika para da’i-nya saja jarang membaca Al-Qur’an, lantas
bagaimana dengan ummat-nya?
Ikhwah fiillah, cara satu-satunya untuk
membuat Islam bangkit adalah dengan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan
As-Sunnah. Al-Qur’an is the only way and the only solution to bring Islam
back ! Lantas tunggu apa lagi, marilah kita kembali berpegang teguh kepada
Al-Qur’an. Jangan hanya menjadikan mushaf Al-Qur’an sebagai pajangan di rumah,
hiasan di lemari buku, teman tidur di samping bantal ataupun mahar pernikahan.
Tapi jadikanlah mushaf Al-Qur’an sebagai teman dikala senang maupun sedih.
Hiasilah diri kita dengan Al-Qur’an dan jadikan Al-Qur’an sebagai ideologi.
Wallahu
a’lam bishowab
0 comments:
Post a Comment