Aktivis,
orang yang aktif dalam segala hal. Iya gak??? Aktivis yang saya maksud di sini
adalah orang yang aktif menyiarkan dakwah Islam, orang yang aktif menyuarakan
kebenaran tentang Islam, orang yang aktif memberantas kemungkaran dan melakukan
kebaikan. Ya aktivis yang saya maksud adalah para da’i dan da’iyah.
Aktivis biasa diidentikkan dengan ROHIS, LDK, kelompok-kelompok haroki maupun
jihadi. Bagi sebagian orang, aktivis terlihat ‘wah’. Aktivis terlihat seperti insan
kamil alias manusia sempurna yang tidak pernah berbuat ke-zhalim-an.
Sayangnya aktivis hanyalah manusia biasa yang tak luput dari dosa. Aktivis
bukanlah malaikat yang tidak memiliki hawa nafsu. Hanya saja aktivis telah
dilabeli oleh masyarakat sebagai orang yang agamanya baik dan tidak pernah
melakukan kesalahan. Hal ini merupakan tantangan tersendiri untuk Anda yang
mengaku dan menggeluti kehidupan aktivis. Label aktivis yang tersematkan pada
diri Anda merupakan tameng untuk tidak berbuat maksiat dan selalu ber-amar
ma’ruf nahi munkar.
Mirisnya, kebanyakan aktivis-yang pernah saya temui- merasa bahwa dirinya telah menjadi insan yang mulia dengan label aktivis-nya. Mereka menganggap diri mereka benar dan terkadang menyalahkan orang-orang lain yang tidak sefikrah. Belum lagi aktivis dari kalangan mahasiswa-yang notabenenya sedang dalam proses pencarian jati diri- yang kebanyakan mengedepankan ego. Misalkan saja ketika ia baru bergabung dengan suatu haroki, lantas mengklaim haroki dialah yang paling benar. Mencela teman-teman di masa ‘jahiliyahnya’ yang berpacaran dan mengatakan pacaran itu haram tanpa menjelaskan mengapa pacaran diharamkan. Membatasi diri dan tidak ingin bergaul bahkan berteman lagi dengan teman-temannya yang dahulu. Padahal teman-teman di masa ‘jahiliyahnya’ itu bisa dijadikan sebagai ladang dakwah. Bener gak...?
Kebanyakan para aktivis atau duat saat ini hanya terfokus pada dakwah kepada umat dan melupakan amaliyah harian untuk memperberat timbangan di yaumul hisab nanti. Bukan maksud untuk membuat para duat cuek bebek dengan dakwah, dan mengatakan bahwa dakwah nggak penting. Hanya saja realitas membuktikan bahwa banyak duat yang hanya menjadikan mushafnya pajangan di lemari buku, hiasan di atas meja belajar, atau teman tidur di samping bantal. Al-Qur’an hanya dibaca ketika shalat atau ditelaah ketika ingin mengisi kajian atau ta’lim untuk memperkuat hujjah materi yang diberikan, dan setelah itu entah ke mana. Miris! Kalau duatnya saja jarang membaca Al-Qur’an bagaimana dengan umatnya?
Banyak
aktivis yang ikut demo di sana-sini, liqo’ sehari dua kali, ta’lim setiap hari,
tapi mushafnya cuma di baca seminggu sekali dan gak nyampe satu juz. Padahal
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, para sahabat, salafush shalih,
tabi’in, tabiut tabi’in dan para ulama yang notabenenya aktivis
dan duat juga selalu berusaha untuk mengkhatamkan tilawah Qur’annya minimal
sehari sekali. Sahabat Utsman bin Affan selalu mencoba mengkhatamkan tilawah
Al-Qur’annya sehari sekali. Umar bin Khatab sahabat yang tangguh dan pemberani
selalu mengkhatamkan tilawah Al-Qur’annya tiga hari sekali. Begitu juga dengan
sahabat lainnya selalu mencoba mengkhatamkan tilawah Al-Qur’annya paling lama
seminggu sekali. Lalu bagaimana dengan Anda? Sudahkah Anda mengkhatamkan
Al-Qur’an minimal sebulan sekali atau setahun sekali?
Ikhwah
fillah, tujuan saya membuat tulisan ini adalah sebagai ajang introspkesi diri
saya dan semoga juga bisa menjadi introspeksi antum semua sebagai seorang
aktivis dan duat. Karena apabila seorang
duatnya saja jarang menyenandungkan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-harinya,
lalu bagaimana dengan ummatnya? Yuuuk kita sama-sama jadikan Al-Qur’an sebagai
hiasan diri kita, teman dalam keseharian kita, dan menjadi ideologi serta
petunjuk hidup kita. Maaf kalau dalam tulisan ini ada kata-kata yang kurang
berkenan dan jangan dimasukkan ke hati, tapi masukkan ke pikiran aja terus di
delete. Hehehe...:DD
Wallahu
a’lam bishowab
0 comments:
Post a Comment