Sunday, 23 October 2011

Westernisasi Pendidikan



Tulisan ini sebenernya ringkasan kuliah umum Liberalisasi Pendidikan waktu semester 2,,sayang kalau nggak di share siapa tau berguna ^^
Keberadaan globalisasi yang semakin berkembang saat ini tidak mungkin bisa ditolak. Semua pihak, mau atau tidak, dituntut untuk siap menghadapinya. Dampak nyata globalisasi adalah adanya westernisasi pendidikan. Menurut Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud  westernisasi pendidikan hampir terjadi di seluruh negara Islam yang dilatarbelakangi oleh keruntuhan superioritas militer Islam. Keruntuhan tersebut menandai pudarnya kebanggan dan kepercayaan diri terhadap supremasi peradaban Islam.  Hal itu mengakibatkan para pemimpin Islam di Mesir (tahun 1789-1849) beranggapan bahwa cara terbaik untuk mengatasi kekalahan umat adalah dengan melakukan reformasi di sejumlah bidang keilmuan, yang diawali dengan reformasi di bidang militer dan teknik, yang mengacu kepada Barat. Sayangnya, tren reformasi pendidikan tersebut dilanjutkan oleh tokoh-tokoh reformis Islam -pengusung modernisasi dan westernisasi pendidikan Islam- yang berasumsi bahwa umat Islam tertinggal oleh Barat dalam bidang sains dan teknologi. Proses pem-Barat-an Islam melalui sistem pendidikan ini masih terus berlanjut sampai saat ini dan mungkin akan terus terjadi. Di Indonesia sendiri, westernisasi pendidikan telah berhasil mengacak-acak ideologi lembaga-lembaga pendidikan Islam. Westernisasi pendidikan di Indonesia di pelopori oleh tokoh orientalis Belanda, Prof. Dr. Snouck Hurgronje yang menyarankan agar pemerintah Indonesia (dulunya Hindia-Belanda) melakukan dikotomi antara sistem pemerintahan dan pendidikan dengan agama, atau bersifat sekuler, untuk mengantisipasi munculnya Pan-Islamisme baru yang dapat membahayakan politik Hindia-Belanda pada waktu itu.


Dikotomi pendidikan hasil dari westernisasi pendidikan mengakibatkan banyak sekolah-sekolah negeri ataupun swasta lebih berpedoman pada Barat. Banyak lembaga pendidikan di Indonesia yang lebih bangga menggunakan kurikulum Cambridge daripada Madinah. Selain itu, lulusan dari lembaga pendidikan yang menggunakan ijazah Cambridge University lebih mudah mendapatkan pekerjaan –lebih diterima di perusahaan-perusahaan- daripada lulusan dari Madinah ataupun Mesir. Lembaga-lembaga pendidikan dari tingkat TK hingga SMA berlomba-lomba untuk bisa memiliki logo IB World School (International Baccalaureate) supaya terlihat lebih mentereng. Para orang tua berbondong-bondong menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah berlogo IB daripada sekolah-sekolah yang menggunakan kurikulum Mesir ataupun Madinah.

Menurut Prof. Dr. Syed Naquib Al Attas westernisasi pendidikan telah menjadikan keraguan sebagai alat epistemologi yang sah dalam keilmuan. Selain itu, westernisasi juga tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama.  Westerniasasi pendidikan telah mengakibatkan pengikisan moral serta agama yang melahirkan sikap sekuler dan skeptis terhadap kebenaran. Selain itu, proses pem-Barat-an pendidikan telah melahirkan banyak ilmuwan-ilmuwan atheis yang meragukan keberadaan Tuhan. Dikotomi ilmu hasil westernisasi juga telah membuat dunia Islam berambisi memiliki universitas-universitas sekuler ala Barat, dan membuang jauh-jauh corak pendidikan Islam di masa lalu yang dinilai tidak relevan dengan perkembangan zaman. Tidak heran jika akhir-akhir ini banyak orang yang menekuni studi Islam justru di negara-negara Barat, bukan di negara tempat ilmu-ilmu Islam muncul seperti Mesir ataupun Madinah.
Parahnya westernisasi pendidikan di Indonesia telah berhasil membuat perguruan tinggi Islam yang seharusnya mencetak cendikiawan-cendekiawan muslim serta ulama justru malah melahirkan kaum liberalis dan sekuler yang lebih menuhankan rasionalisme dan menganggap bahwa hukum Islam harus relevan dengan zaman yang sedang  berkembang. Contoh nyatanya adalah Universitas Islam Negeri Syarif  Hidayatullah Jakarta. Perguruan tinggi berlabel Islam ini ternyata sudah teracuni oleh virus sekulerisme dan liberalisme. Banyak tenaga pengajar di UIN Syarif Hidayatullah yang dinilai nyeleneh karena telah membuat terobosan-terobosan baru dalam Islam, misalnya saja penerbitan buku Fiqih Lintas Agama yang ditulis oleh 9 orang tim Paramadina dan didanai The Asia Foundation yang  berisi gugatan-gugatan terhadap hukum Islam. Dalam buku tersebut aqidah tauhid, dimaknai dengan pluralisme agama, menyamakan semua agama, dan menganggap pemeluk agama apapun asalkan sholeh akan masuk surga. Selain itu dalam buku tersebut juga dihalalkan pernikahan lintas agama atau pernikahan beda agama. Tim penulis Paramadina itu adalah: Nurcholish Madjid, Kautsar Azhari Noer, Komaruddin Hidayat, Masdar F Mas’udi, Zainun Kamal, Zuhairi Misrawi, Budhy Munawar Rachman, Ahmad Gaus AF, dan Mun’im A. Sirry (Edditor).[1]
Indonesia memerlukan institusi pendidikan Islam yang bisa melahirkan bukan hanya sekedar cendekiawan-cendekiawan Islam, tetapi juga ahli sains yang Islami. Seperti ungkapan Prof. Dr. Syed Naquib Al Attas bahwa saat ini perlu diadakan islamisasi ilmu pengetahuan. Menurut beliau ilmu yang berkembang di Barat tidak seharusnya diterapkan di dunia Muslim. Dan manifestasi islamisasi ilmu pengetahuan tersebut harus dimulai dari pendidikan tinggi, bukan pendidikan dasar.
Wallahu a'lam bishowab

[1] Hartono Ahmad Jaiz, Ada Pemurtadan di IAIN

0 comments:

Post a Comment

 

Ich bin Muslime ^^ Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template