Thursday, 15 March 2012

Orang Pertengahan…

Kenapa selalu seperti ini, selalu mencoba menjadi orang pertengahan tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Bukan cuma satu atau dua kali. Dan akhirnya pun menyalahkan diri sendiri karena tidak bisa berbuat apa-apa dan merasa jadi orang yang paling bersalah di dunia. –.-“

Seringkali saya berada di antara dua orang atau dua kelompok yang bertikai. Misal Si A menceritakan kepada saya masalahnya dengan Si B. Cerita yang saya dapat dari perspektif A, B bersalah. Lalu beberapa saat kemudian Si B bercerita kepada saya masalahnya dengan si A. Dan cerita yang saya dapat berbeda lagi. Menurut cerita yang saya dapat dari si B, si A lah yang bersalah dalam masalah ini. Mendengar itu semua saya hanya bisa garuk-garuk kepala yang sebenarnya tidak gatal, kutuan, atawa ketombean. Dan akhirnya lebih memilih tenggelam ke dalam pemikiran mencoba untuk menjadi mediator. Namun agaknya pemikiran itu belum matang, dan akhirnya masalah membesar dan saya tidak bisa berbuat apa-apa. :(

Why it’s happen to me? Saya bukanlah seorang malaikat yang selalu terlihat baik di setiap orang. Dan saya pun tidak bermaksud untuk mencari muka dan tebar pesona, supaya mendapat imej ‘baik’. Saya hanya ingin meminimalisir pertikaian yang ada di sekitar saya. Mungkin terdengar naif, tapi memang saya hanya ingin sebuah kedamaian dan kenyamanan yang nampaknya makin mahal harganya. Saya rasa semua orang menyukai perdamaian, bukan hanya saya. Namun, sepertinya penyakit ‘panik’ saya selalu kambuh di saat saya bingung. Dan saya selalu mencoba dan berusaha untuk menjadi gerakan Non-Blok. Kan ummat Islam adalah ummat pertengahan.

Saya juga heran kenapa saya selalu menjadi ‘orang pertengahan’ di antara dua orang yang bertikai. Berniat mendamaikan tapi, tidak bisa. Dan akhirnya memilih diam, dan memilih mundur dari jabatan mediasi. Berusaha cuek ketika pihak-pihak yang berseteru menghampiri dan saling menceritakan kelus kesahnya. Tragisnya lagi, kalau misalkan saya mencoba menjadi mediator, tapi ucapan yang keluar dari lidah tak bertulang ini justru menambah runyam masalah yang ada. Haduuuuuuuh….rasanya ingin sekali memplester mulut ini biar nggak ngomong yang aneh-aneh.

Saya berusaha ber-husbuzhon mungkin inilah cobaan yang Allah berikan kepada saya, untuk menguji sejauh mana ketaqwaan saya. Sebenarnya saya senang bisa menjadi ‘orang pertengahan’, apabila saya bisa membantu pihak-pihak yang berseteru berdamai. Tapi sangat menyiksa diri apabila ternyata saya tidak bisa bertindak apa-apa untuk membantu mereka. Atau bahkan masalah justru menjadi makin besar karena saya. Sepertinya saya memang belum bisa menjadi orang yang bijak, tapi baru sebatas orang yang mencoba bersikap bijak.

Hal ini sering mengusik saya. Apakah ini ada sangkut pautnya dengan ‘kepolosan’ saya yang berlebihan. Kalau kata temen-temen saya sih, bukan polos, tapi bego. Memang saya akui, saya tipe orang yang polosnya kebablasan dan paling sering ketinggalan info. Ketika temen-temen saya tau ada ‘info baru’ di sekitar asrama, sekolah, atawa kampus pasti saya tau paling belakang. Terus dengan polosnya saya menceritakan hal yang baru saya tau itu ke teman-teman. Pasti temen-temen langsung bilang : “Ke mana aje lu baru tahu info” atau “makanya jangan jadi alien depan komputer mulu” or “jjiiiiiaaaah pasti dah ketinggalan berita” de el el.

Terus pernah suatu hari saya membeli makanan ringan yang dijual di bis. Sebenarnya saya tidak tertarik dan berminat dengan makanan ringan yang dijual di bis itu. Tapi karena saya tidak tega melihat remaja penjual makanan ringan itu dengan bajunya yang lusuh, dan tidak ada satu orang pun penumpang yang berniat membeli dagangannya, akhirnya saya beli. Ternyata setelah saya cicipi, makanan itu sudah umes, dan rasanya aneh. Teman sebangku saya bilang :”Iiiiih rahma kenapa dibeli. Haduuuh penyakit nggak ilang-ilang!”

Atau barangkali penyebabnya adalah sikap saya yang belum bisa bersikap dewasa. Mungkin itu penyebabnya. Terkadang saya masih bingung, sebenarnya orang yang dewasa itu seperti apa? Setahu saya kalau dalam pandangan Islam yang namanya dewasa itu yang sudah balig dan tamyiz. Maksudnya sudah masuk usia balig dan bisa membedakan mana yang hak dan mana yang bathil, mana yang salah dan mana yang benar. Wallahu a’lam. Ada orang yang umurnya sudah tua tapi masih bersifat kekanak-kanakan. Atau sebaliknya ada remaja yang bersifat dewasa. Jujur terkadang (sering kali ya…hueheuheuheuhe:D) si childish masih suka muncul. Muncul satu pertanyaan lagi dalam benak saya, apakah orang yang bersikap dewasa tidak lagi memiliki sisi childish?

Alhamdulillah Allah masih mengizinkan saya untuk menjadi orang pertengahan. Yaah walaupun saya masih belum bisa maksimal menjadi orang pertengahan, saya menganggap itu sebagai latihan dan proses pendewasaan diri. (daleeem euy…mencoba bijak biar dikira taat bayar pajak…hehe:D) Lagipula ummat Islam adalah ummatan washathon alias ummat pertengahan (hehehe…beda konteks sih). Eniwei saya hanya mencoba mengintrospeksi diri saya melalui tulisan ini dan mengeluarkan kegalauan saya…hehehe. Daripada stress memendam semua masalah dan kegalauan yang ada, lebih baik saya mencoba menuliskannya sebagai latihan…:DD Kalau ada yang berminat memberi wejangan atau masukkan monggo…akan sangat membantu. Apalagi kalau ada yang mau ngirimin bajul kismis roti wonder dua kardus, pempek kapal selam satu porsi, steak moon-moon satu paket, jus buah naga, mie ayam kangkung,  sama tablet PC…waaah lebih baik lagi itu. :P
(sindromngantukdimalamharitralalalatrililili mulai keluar)

_sebuah catatan kecil seorang hamba kecil yang bermimpi besar_

0 comments:

Post a Comment

 

Ich bin Muslime ^^ Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template