Menulis,
bagi saya adalah sebuah kegiatan magis yang bisa membuat otak tidak statis dan
skeptis. Menulis adalah sesuatu yang manis semanis brownies. Karena hanya
dengan menulis saya bisa sejenak melupakan berbagai problema kehidupan. Menulis
adalah proses belajar seumur hidup. Menulis adalah suatu cara untuk bicara,
suatu cara untuk berkata, suatu cara menyapa orang lain yang entah di mana. Menulis adalah sebuah cara untuk berekspresi, dan
meninggalkan jejak untuk masa yang tak terhingga. Dengan menulis kita bisa
mencurahkan perasaan sehingga tekanan batin bisa berkurang sedikit demi
sedikit.
Menurut
penelitian James Pennebaker, Universitas Texas, bisa memperkuat sel-sel
kekebalan tubuh yang dikenal dengan T-Lymphocytes. Pennebaker meyakini,
menuliskan peristiwa-peristiwa yang penuh tekanan akan membantu kita
memahaminya. Sehingga dapat mengurangi dampak penyebab strees. Menulis juga
dapat mengasah otak kiri yang berkaitan dengan analisis dan rasional. Kegiatan
magis ini juga bisa menyingkirkan hambatan mental dan memungkinkan kita untuk
menggunakan semua daya otak untuk memahami diri kita, orang lain, serta dunia
sekitar dengan lebih baik.
Menulis,
entahlah sejak kapan saya menyukainya. Mungkin semenjak saya kenal dengan sesuatu
bernama diary di kelas 5 SD. Yaah...saya hanya pandai menulis diary atau
menulis untuk konsumsi saya sendiri dan belum berani untuk membaginya kepada
orang lain. Ah.. tulisan saya tidak elok dibaca orang. Tulisan saya
masih memerlukan banyak koreksi. Keberanian itu muncul ketika aku mulai
kuliah. Mencoba mencari ‘pelarian’ dari sebuah dunia baru yang belum saya
pahami. Dan ternyata menulis itu menyenangkan. Semua tulisan diary pun disulap
menjadi sesuatu lebih bermakna. Alhamdulillah biidznillah saya diizinkan
Allah bertemu dengan orang-orang hebat dalam dunia tulis menulis dan bisa
belajar banyak dari mereka. Pak Dzikrullah dan istrinya Bu Santi Soekanto dari The
Brunei Times, Mbak Afifah Afra penulis De Winst, Mbak Asri Istiqomah
dan Mbak Mastris S. Kabun dari Indiva Media Kreasi, Mas Afif dari Republika,
Mbak Indari Mastuti, Mas Ahmed Widad dari VOA-Islam, dan yang pertama kali
mensupport saya mempublikasikan tulisan saya dosen saya tersayang Ustadzah
Halimah Sa’diyah Nasution, barakallah alaiha.
Saya
hanyalah seorang pemula yang masih perlu banyak belajar dan masih banyak
dipoles. Syaikh As-Sa’di rahimuhallah berkata Allah subhanahu wa
ta’ala merahmati seorang hamba yang membela agamanya, walaupun hanya dengan
sepenggal kalimat. Yah... inilah jalan dakwah yang saya pilih, karena ini
adalah kebiasaan para ulama. Bukankah Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah adalah
seorang penulis hingga menelurkan karya fenomenalnya di bidang tafsir dan
tarikh yang dijadikan rujukan oleh banyak ulama setelahnya? Ibnu Katsir, Imam
an-Nawawi, Imam Bukhari, Imam Muslim, Fakhruddin ar-Razi, Ibnu Hisyam, Sayyid
Quthb, dan semua ulama adalah seorang penulis. Buya Hamkan, seorang ulama asal
Maninjau, panutan umat yang sangat disegani pun seorang penulis. Dan
karya-karya mereka bisa kita rasakan sampai sekarang, bahkan menjadi buku-buku
rujukan ataupun muqarar kuliah. Mereka telah tiada namun tulisannya
seakan kekal abadi. Kita bisa belajar langsung kepada ulama meskipun hanya
melalui tulisannya. Mereka sudah lama terkubur tapi goresan tintanya sekaan
berkata-kata. Saya pun berkenalan dengan sosok Sayyid Quthb melalui tulisan
beliau rahimahullah, Ma’alim fi ath-Thariq.
“Din..
banyak da’i saat ini yang lebih
pandai berbicara daripada menulis. Padahal tulisan lebih abadi dari ucapan” kata
Bapak. “Teruslah menulis anakku, jangan mengharapkan imbalan
dari siapapun. Yang terpenting adalah tulisanmu bisa bermanfaat untuk orang
lain. Mungkin sekarang baru tulisan-tulisan kecil, siapa tahu besok bisa jadi
buku”, kata-kata Bapak yang sekarang nggak pernah absen setiap telpon
selain kata ‘ikhlas’ dan selalu saya amini. Semoga bisa merambah ke
buku..aamiin
Dengan
tulisan kita bisa berjihad, kedudukannya seperti jihad bil lisan. Karena
menulis merupakan suatu cara untuk berkata. Dan jihad fisik tidak dilakukan
sebelum ada jihad dengan lisan. Jihad dengan lisan perannya lebih besar dari
jihad fisik, karena orang tidak mungkin termotivasi untuk berjihad fisik
sebelum dimotivasi dengan jihad lisan maupun tulisan.
Tak jauh
berbeda dengan lisan, segala sesuatu yang kita tulis akan dipertanggungjawabkan
kelak di akhirat, pesan Bu Santi. Nulis itu harus ikhlas lillahi
ta’ala kalo nggak ya tulisannya non-sense, tambah pemred majalah
ALIA ini. Teringat dengan nasihat ustadz Badru yang diposting di blog-nya
Kampung 2 Menara :
Dengan pensil/pena banyak hal hebat yang dibuat, banyak cerita dahsyat yang ditulis, tapi itu bukan karena pensil/penanya tapi karena tangan yang membimbingnya. Maka dari itu walau banyak hal yang baik dan hebat yang kita buat, ingatlah bahwa Allah Rabb kita yang membimbing kita untuk selalu melakukan hal baik dan hebat. Oleh karena itu jangan menjadikan diri kita sombong karena hal yang kita lakukan, tapi bertawadhu'lah, karena semua yang baik-baik itu berasal dari Allah.Saat menulis, pensil/pena tak selalu benar. Maka biarkanlah penghapus untuk menghapus hal yg salah. Manusia tak Akan selalu benar. Karena itu biarkanlah seseorang yg lain memberikan nasihat kpd kita utk memperbaiki diri kita.Walau dari banyak pensil/pena bentuknya sama, tapi kualitas isinyalah yang diperhitungkan. Manusia itu semua sama tapi hanya kualitas hati dan amalan lah yang diperhitungkan
Teringat sebuah hadits yang menyebutkan ada
tiga amalan yang tidak terputus meski kita sudah meninggal, yaitu shodaqoh
jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakan. Semoga apa yang
saya tulis bisa menjadi ilmu yang bermanfaat buat saya dan orang lain dan
menjadi amal sholih buat saya da norang lain. Ibu selalu berpesan Jadilah
orang yang bermanfaat bagi orang lain tanpa harus mengharapkan imbalan Nak.
Kata-kata beliau tidak hanya tertulis di buku impian saya, tapi juga dalam
sanubari saya. Bukan penghargaan atau sanjungan yang saya butuhkan, saya hanya
ingin tulisan saya bisa bermanfaat untuk orang lain. Yah meskipun
tulisannya masih abal-abal belum sehebat Mas Salim A Fillah atauh Dr. Amru
Kholid.
Teringat ada syair Arab berbunyi :
Teringat ada syair Arab berbunyi :
أموت ويبقى كل ما قد كتبته * فياليت من يقرأ مقالي دعاليا
لعل إلهي أن يمن علي بلطفه * ويرحم تقصيري وسوء فعاليا
Aku akan mati... sedangkan yang aku tulis akan terus hidup
Aduhai kiranya orang yang membaca tulisanku sudi mendoakanku
Semoga dengan kelembutan-Nya, Rabbku memberikan anugerah kepadaku
Dan sudi memaafkan kekuranganku maupun buruknya kelakuanku
Menulislah kawan... umat rindu dengan tulisan-tulisan bermanfaat.
Wallahu ta'ala a'lam
0 comments:
Post a Comment