Ustadz
Apip Najaruddin, musyrif tahfizh kami, membuka halqah tahfizh sebuah sore dengan dua buah pertanyaan.
Pertanyaan pertama : “Mengapa al-Qur’an dijadikan sebagai mukjizat bagi
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam? Pertanyaan kedua : “Apa yang
membuat al-Qur’an dijadikan mukjizat sementara kitab-kitab sebelumnya (zabur,
taurat dan injil) tidak dijadikan sebagai mukjizat?” *kira-kira inti
pertanyaannya seperti ini*
Kami
diberi kesempatan untuk memikirkan jawabannya hingga usai tasmi’.
Mengapa al-Qur’an dijadikan mukjizat? Karena al-Qur’an terpelihara
keasliannya hingga hari kiamat, ucap salah seorang dari kami. Karena
al-Qur’an adalah pelengkap kitab-kitab sebelumnya, ucap teman lainnya. Karena
al-Qur’an mencakup berbagai aspek kehidupan yang dijadikan pedoman hidup bagi
manusia, ucap salah seorang lainnya.
Semua
jawaban di atas tepat, tapi masih ada yang hakiki dan asasi dari
jawaban-jawaban itu. Untuk menjawab soal ini, mari kita flashback
sejenak. Masih ingat dengan mukjizat Nabi Musa ‘alaihissalam? Yah...
sebuah tongkat yang dapat berubah menjadi ular. Dan masih ingatkah dengan musuh
tangguh Nabi Musa di kala itu? Yah... Fira’un yang teramat sangat congkak
hingga mengaku dirinya sebagai Tuhan. Kala itu, Fir’aun terkenal dengan para penyihirnya
yang luar biasa. Oleh karena itu Allah memberi mukjizat kepada Nabi Musa ‘alaihissalam,
salah satunya adalah tongkat yang bisa berubah menjadi ular untuk menandingi
para penyihir tadi. Walhasil para penyihir Fir’aun terpana dengan kemukjizatan Nabi
Musa ‘alaihissalam. Serta merta mereka menjatuhkan diri, bersujud seraya
berujar “Kami telah percaya kepada Rabb-nya Harun dan Musa.”
Bagaimana
dengan kisah Nabi Sulaiman? Masih terbayangkah Anda dengan kisah Nabi yang
diberi Allah kelebihan bisa berbicara dengan binatang. Suatu hari salah satu
tentaranya yang bernama Hud-hud tak kunjung datang memberi laporan. Nabi
Sulaiman berjanji akan menghukumnya dengan sanksi yang berat bila Hud-hud tidak
memberi alasan yang jelas atas keterlambatannya. Kemudian yang dinanti pun
hadir dengan berita luar biasa, hasil travelling-nya ke negeri Saba’.
Hud-hud mendapat seorang perempuan memerintah negeri ini dan dianugerahi
kekayaan melimpah dan singgasana besar. Dia mendapati masyarakat negeri ini
menyembah matahari.
“Akan
kami lihat, apakah kamu jujur ataukah pendusta”, ucap Nabi Sulaiman mendengar
penjelasan Hud-hud. Beliau pun mengutus burung luar biasa ini mengirim sepucuk
surat cinta kepada ratu negeri Saba’. Surat cinta dengan nama Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang. Surat cinta berisi ajakan ber-Islam dan undangan
berkunjung ke kerajaan Nabi Sulaiman. Muncul keraguan dalam benak ratu cantik
dengan kekayaan melimpah ini. Para pembesar kerajaan dipanggilnya untuk
membantu menyelesaikan perkara ini.
“Kita
memiliki pembesar dan keberanian yang luar biasa untuk berperang, tetapi
keputusan ada di tanganmu. Maka pertimbangkanlah apa yang akan engkau
perintahkan,” nasihat para pembesar.
“Sesungguhnya
raja-raja apabila menaklukkan suatu negeri, mereka tentu membinasakannya dan
menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina. Dan demikianlah yang akan mereka
perbuat,” ucap Ratu negeri Saba’ khawatir. (An-Naml : 18-34)
Singkat
cerita Ratu ini memilih untuk berserah diri dan menyembah Rabb-nya Nabi
Sulaiman ‘alaihissalam. Dan ingatkah anda sekalian akan kelebihan yang Allah
berikan kepada penerus Nabi Daud ‘alaihissalam ini? Kekuasaan dan harta
melimpah. Mengapa? Karena Nabiullah ini diutus kepada kaum penyembah
matahari yang penguasanya memiliki kekuasaan dan banyak harta. Maka untuk menandingi
hal itu Allah memberikan kelebihan berupa kekuasaan dari golongan jin dan
manusia juga kekayaan yang melimpah ruah.
Selanjutnya
mari kita cermati kisah Nabi ‘Isa ‘alaihissalam putra Maryam. Allah memberikan
mukjizat kemampuan untuk menyembuhkan orang sakit dan menghidupkan orang yang
sudah meninggal. Karena di masa beliau banyak tabib-tabib yang bisa
menyembuhkan orang sakit.
Kembali
kepada al-Qur’an, mengapa al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad shalallahu
‘alaihi wa sallam sebagai mukjizat? Sebelum Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam diutus, bangsa Arab terkenal dengan jahiliahnya. Kejahiliahan ini
bukan hanya karena buta huruf, tidak beretika, biadab dan terbelekang secara
materi. Kalaulah seperti itu adanya untuk apa ‘Amr bin Hisyam harus digelari
dengan Abu Jahl, yang berarti biangnya kejahiliahan?
Abu Jahl
adalah seorang yang pandai baca tulis. Bukan hanya itu, dia juga seorang
penyair. Dan banyak petinggi Quraisy sebelum Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam diutus adalah seorang penyair. Syair-syair yang mereka buat
tersusun dengan bahasa yang sangat indah. Mereka berlomba-lomba membuat syair,
dan syair terindah akan dipajang di kiswah Ka’bah.
Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam pun diutus di tengah penyair yang beretika
jahil ini. Bersama beliau Allah turunkan al-Qur’an dengan bahasanya yang
terindah sejagad raya ini. Para penyair ini tidak terima ada lelaki dari
kaumnya yang membawa kebenaran dengan bahasa yang sangat indah. Sejatinya mereka
meyakini bahwa al-Qur’an berasal dari Allah, tapi mereka gengsi untuk mengakuinya,
karena berarti mereka harus mengakui bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam adalah utusan Allah dan pembawa kebenaran.
Mereka
pun berkata “al-Qur’an ini hanyalah sihir yang dipelajari dari orang-orang
terdahulu. Ini hanyalah perkataan manusia.” (Al-Muddatsir : 24-25)
“Dia Muhammad hanya mereka-rekanya (al-Qur’an)”
Allah menantang mereka untuk membuat yang semisal dengan al-Qur’an jika mereka
adalah orang yang benar. (Ath-Thur : 34)
Ternyata
mereka tidak mampu dan Allah menantang mereka untuk mendatangkan sepuluh surat
saja semisal al-Qur’an. “Kalau demikian adanya datangkanlah sepuluh surat
semisal dengan al-Qur’an yang dibuat-buat. Dan ajaklah siapa saja di antara
kamu yang sanggung selain Allah, jika kamu orang yang benar,” (Huud
: 13)
Ternyata
mereka tidak sanggup juga untuk mendatangkan sepuluh surat semisal dengan
al-Qur’an. “Dan jika kamu meragukan al-Qur’an yang Kami turunkan kepada
hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah
penolong-penolongmu selain Allah jika kamu orang-orang yang benar.” (Al-Baqarah
: 23)
Kemudian
muncullah Musailamah al-Kadzab bak pahlawan membuat sebuah surat untuk
menandingi al-Qur’an :
الفِيل
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الفِيل، لَهُ ذَنْبٌ وَذَيْلٌ، وَخَرْطُوم طَوِيْل، أَن هَذَا
مَنْ خَلَقَ رَبِنَا الجَلِيل
Ia mencoba meniru surat al-Fiil yang
Allah buat. Tetapi tetap saja bahasa yang digunakan tidak dapat menandingi
keindahan surat al-Fiil dalam al-Qur’an. Bahasa al-Qur’an adalah bahasa
terindah sepanjang masa. Seorang Barat seperti E.H. Parmer dalam The Quran nya
mengakui bahawa penulis Arab terbaik manapun tidak pernah berhasil memproduksi
sesuatu dalam tingkat yang sama dengan al-Qur’an.
Dan mengapa hanya al-Qur’an yang
dijadikan mukjizat sementara kitab-kitab terdahulu sebelum al-Qur’an bukanlah
mukjizat? Ada sebuah label jaminan yang Allah berikan untuk al-Qur’an. Sesungguhnya
Kamilah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya. (Al-Hijr : 9)
Al-Qur’an terjaga orisinilitasnya
hingga akhir zaman. Dan penjaganya adalah sebaik-baik penjaga sepanjang masa,
Allah subhanahu wa ta’ala. Periwayatannya pun mutawatir –melalui banyak
jalur terpercaya- sejak 1400 tahun lalu. Berjuta orang merekamnya dalam memori
sampai tak huruf, tanda baca atau bahkan satu titik pun tak terlewat. Merekalah
para penegak panji Islam, para keluarga Allah, sang hamalatul qur’an.
Bandingkan dengan kitab-kitab lain,
Allah tidak memberi jaminan akan penjagaannya. Penjagaan kitab-kitab suci
terdahulu hanya dipasrahkan kepada orang-orang mulia utusan Allah yang tidak
lain hanyala seorang makhluk. Penghafal kitab-kitab itu juga tidak ditemukan. Jadilah
kitab-kitab itu musnah dan tidak dapat ditemukan sekarang ini. Ini adalah
skenario hebat buatan Allah, karena Allah tau bahwa akan ada kitab pelengkap
kitab-kitab sebelumnya. Kitab sempurna yang merangkum seluruh jalan hidup
manusia untuk menggapai Jannah-Nya. The only one right path for the human
being. Itulah sabab musabab kemukjizatan al-Qur’an.
Wallahu ta’ala a’lam
0 comments:
Post a Comment