Siapa
yang tidak kenal dengan tafsir fenomenal karya Syaikhul Mufassiruun, Ibnu Jarir
ath-Thabari. Buat yang belum kenal siapa beliau, mangga lah baca di sini. Tafsir Jaami’ul Bayaan ‘An Ta’wiili Ayil Qur’an atau yang
lebih masyhur dengan tafsir ath-Thabari banyak dijadikan rujukan oleh
mufassir-mufassir setelah beliau. Tafsir ini merupakan tafsir pertama yang
lengkap 30 juz terkumpul dalam 30 jilid.
Imam ath-Thabari menulis kitab
tafsir ini ketika umur beliau mendekati 60 tahun. Dan setelah beliau
mematangkan persiapan mendasar dalam tafsir yang meliputi: menghafal al-Qur’an
secara mutqin, menguasai ilmu qiro’ah (baik yang shohih maupun
yang syadzah), sampai beliau benar-benar menguasai kemudian beliau menulis
kitab dan mengumpulkan perkataan yang berkaitan dengan tafsir dari para sahabat
dan tabi’in.
Beliau melakukan shalat
istikharah selama tiga tahun sebelum menulis kitab tafsir ini. Subhanallah
kan? Jadi istikharah itu bukan cuma pas mau milih sekolah atau nikah aja… #Ehh.
Beliau menamai kitabnya dengan Jaami’ul Bayaan ‘An Ta’wiili Ayil Qur’an
bedasarkan metode, bentuk, dan harapan beliau dari tafsir ini. Imam ath-Thabari
berharap tafsir ini menjadi kumpulan dari penjelasan-penjelasan tafsir ayat
al-Qur’an, pendapat para ulama, mujtahidin, dan ijtihad para sahabat
baik yang berupa ma’tsur, manqul, ro’yi, maupun ma’qul.
Ibnu Jarir menggunakan kata ta’wil
dalam judul tafsirnya pun dalam isinya. Beliau menganggap bahwasa kata ta’wil
lebih tinggi dari tafsir, berbeda dengan pendapat lain yang mengatakan bahwa ta’wil
dan tafsir itu sama. Tafsir adalah penjelasan makna al-Qur’an secara bahasa.
Yaitu nukilan-nukilan yang beliau riwayatkan dari para sahabat dan tabi’in.
Sedangkan makna ta’wil, penjelasan makna lain yang tekandung dalam
lafadz-lafadz al-Qur’an.
Beliau menjelaskan makna-makna
tersebut dan mengemukakan beberapa pendapat para ulama kemudian menimbang dan
mentarjih sanad-sanad, menggunakan aspek bahasa dan i’rob dalam
menjelaskan maksudnya disertai dengan tarikh dan istinbathul ahkam.
Imam ath-thobari mulai menulis
kitab ini pada tahun 283 H (ketika beliau berusia enam puluh tahun) dan
menyelesaikannya pada tahun 290 H (selama delapan tahun). Imam Muhammad ibn Huzaimah
berkata kepada salah satu murid Imam ath-Thobari (Abu Bakr ibn Balawaih), “Saya
mendengar bahwa kamu telah menulis tafsir dari Muhammad ibnu Jarir?” Beliau menjawab, “Ya, aku
menulisnya dengan cara imla’.” Ibnu Huzaimah bertanya lagi,
”Semuanya?”
“Ya.”
“Pada tahun berapa?”
“Tahun 283 H sampai 290 H.”
Kemudian Ibn Huzaimah meminjam
kitab tersebut dan mengembalikannya setelah membacanya. Beliau berkomentar,
“Aku sudah mengamatinya dari awal sampai akhir dan aku tidak mendapati orang
yang lebih pandai dari Muhammad bin Jarir”
Setelah Ibnu Jarir menyelesaikan
kitab tafsirnya, beliau mulai menulis kitab lainnya sedangkan murid-murid
beliau kembali mempelajari tafsir tersebut yang ketika itu beliau berusia
delapan puluh tiga tahun.
Rencana awalnya, kitab ini akan
disusun ke dalam 30 juz besar sekitar 30.000 halaman. Kemudian kitab tersebut
diedit oleh Imam ath-Thabari sehingga menjadi 3.000 halaman. Kitab ini pertama
dicetak pada tahun 1321 H / 1901 M di Mesir.
1)
Bentuk Penafsiran
Tafsir Ath-Thabari termasuk
kategori tafsir bil ma’tsur yaitu bentuk penafsiran dengan penyebutan
riwayat-riwayat dari para sahabat, tabi’in terus sampai kepada Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam. Imam ath-Thabari menafsirkan ayat berdasarkan pada
al-Qur’an, Hadits, perkataan sahabat dan perkataan tabi’in. Beliau menafsirkan al-Qur’an dengan
al-Qur’an, al-Qur’an dengan Sunnah, dengan perkataan sahabat, perkataan tabi’in
dan bahasa arab.
2)
Metode Penafsiran
Metode penafsiran yang digunakan
Imam ath-Thabari dalam kitabnya Jaami’ul Bayaan ‘An Ta’wiili Ayil Qur’an adalah
metode tahlili, yaitu analisis. Imam ath-Thabari berusaha menjelaskan
kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya dengan memperhatikan
runtutan ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an. Beliau
mengurutkan ayat demi ayat kemudian surat demi surat, dari awal hingga akhir
sesuai dengan susunan al-Qur’an. Imam ath-Thabari juga menjelaskan kosa kata
dan lafazh, kandungan ayat, maupun hukum-hukum fiqih yang terkandung dalam
setiap ayat. Dalam menafsirkan beliau menggunakan kata ta’wil daripada tafsir,
seperti القول في تأويل قوله تعالى.
Sementara itu Doktor Sholah Abdul
Fattah al-Kholidi juga menyebutkan beberapa metode penafsiran Imam ath-Thabari
dalam kitabnya Ta’rif ad-Daarisiin bimanaahij al-Mufassiriin, sebagai
berikut :
1. Menafsirkan ayat satu dengan ayat lain dalam al-Qur’an
2. Menafsirkan ayat al-Qur’an dengan as-Sunnah.
3. Menafsirkan al-Qur’an dengan perkataan sahabat dan tabi’in.
4. Menafsirkan al-Qur’an berdasarkan uslub bahasa Arab baik itu
nahwu, sharaf, balaghah, maupun ma’ani.
5. Ath-Thabari menyimpulkan kandungan-kandungan dan hukum-hukum
yang terkandung dalam setiap ayat al-Qur’an.
3)
Corak Penafsiran
Imam ath-Thabari menitikberatkan
tafsir Jaami’ al-Bayan fii Ta’wiil al-Qur’an adalah dalam masalah fiqih
mengingat beliau adalah seorang ulama di bidang fiqih. Bahkan beliau sudah
menjadi mujtahid mutlak.
Menurut As-Suyuti, kitab tafsir
ath-Thabari ini adalah tafsir paling lengkap karena berisi tafsir 30 juz. Kitab
tafsir ini terdiri tiga puluh jilid, masing-masing berukuran tebal. Kitab ini
pernah hilang, namun kemudian Allah menakdirkannya muncul kembali ketika
didapatkan satu naskah manuskrip tersimpan oleh seorang amir yang mengundurkan
diri, yaitu Amir Hammud bin Abdurrasyid, salah seorang penguasa Nejd. Imam
Nawawi mengatakan,“Umat telah sepakat bahwa belum pernah ada kitab tafsir yang
sekaliber karya ath-Thabari ini.”
Sayangnya dalam tafsir ini masih
ditemukan adanya israiliyat. Itu dikarenakan masa beliau adalah masanya
pengumpulan. Beliau mengumpulkan berbagai riwayat yang ada untuk nantinya
dikaji dan ditelaah oleh generasi-generasi setelahnya. من أسند
فقد حمل
Kitab Jaami’ al-Bayan fii
Ta’wiil al-Qur’an juga bersih dari paham-paham seperti mu’tazilah maupun
syiah. Imam ath-Thabari adalah mufassir dari kalangan ahlussunnah wal jama’ah.
Kitab ini juga dijadikan rujukan oleh Ibnu Katsir dalam tafsir al-Qur’an al-‘Azhim.
Tafsir Ibnu Katsir berada satu tingkat di bawah tafsir ath-Thabari. Ibnu Katsir
lah yang menghilangkan riwayat-riwayat israiliyat
dan mengumpulkan riwayat-riwayat shahih dari kitab tafsir ath-Thabari.
Itulah kitab tafsir terlengkap
pertama yang dijadikan rujukan oleh banyak mufasir setelah beliau. Perjuangan Imam
ath-Thabari dalam menafsirkan 30 juz al-Qur’an sungguh luar biasa. Entah berapa
banyak amal jariyah yang beliau dapat. Berabad-abad telah berlalu, raga
ath-Thabari sudah tiada. Tapi karyanya masih ada dan bisa kita nikmati sampai
saat ini. Tinggal kita mau enggak bacanya? #Jleeeeeeeeeeb
Wallahu a’lam bishowab
Sumber :
-
Adz-Dzahabi, Muhammad
Husain. 2005. At-Tafsir wa al-Mufasiruun. Kairo : Dar El Hadith.
-
Al-Kholidi, Sholah Abdul
Fatah. 2012. Ta’rif ad-Daarisiin bimanaahij al-Mufasiriin. Damaskus :
Daar al-Qolam.
-
Al-Qatthan, Manna. Mabahits
fii ‘Uluum al-Qur’an. Kairo : Maktabah Wahbah.
-
Ath-Thabari, Muhammad bin
Jarir bin Yazid bin Katsir. 2001. Jaami’ul Baayan ‘An Ta’wiili Ayil Qur’an.
Daar Hijr lithoba’at wa an-Nasyr wa at-Tawzi’ wa al-I’lan.
0 comments:
Post a Comment