Tuesday 29 November 2011

Antara Do’a dan Usaha

Waktu lagi beres-beresin map isi soal-soal dulu pas persiapan SNMPTN saya menemukan sebuah artikel motivasi dari bimbingan belajar Nurul Fikri –kebetulan saya pernah berlabuh di sana waktu prepare buat SNMPTN- dengan judul yang sama. Cuma artikelnya itu berisi motivasi seputar SNMPTN dan tips-tips menghadapi tes masuk perguruan tinggi yang termasyhur di negeri ini. Saya pikir-pikir motivasi ini cocok juga untuk orang yang punya keinginan menghafal Al-Qur’an. Apalagi akhir-akhir ini makin banyak orang yang berminat untuk menghafal Al-Qur’an. Yasudh saya baca ulang artikelnya dan saya tuangkan dalam tulisan ini dengan tambahan tips-tips menghafal Al-Qur’an. Kebetulan saya juga lagi futur dan butuh motivasi juga. Semoga bermanfaat bagi Anda yang ingin menghafalkan Al-Qur’an.
Banyak umat Islam di dunia ini yang ingin menghafal Al-Qur’an. Mengingat banyaknya keutamaan dan manfaat yang didapatkan dari menghafal Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah kalamullah yang apabila membacanya akan mendapatkan sepuluh kebaikan dari setiap huruf yang dibaca. Bukan hanya itu, Al-Qur’an niscaya akan menjadi teman dalam menghadapi kematian dan menjadi pembela dan syafaat pada hari kiamat bagi orang yang menghafal dan menjaga Al-Qur’an. Sebagaimana hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam :
إِقْرَءُوا الْقُرآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا لِأَصْحَابِهِ
Bacalah oleh kalian Al-Qur’an, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi orang yang selalu membacanya. (HR. Muslim)
Selain itu Muslim yang terbaik adalah seorang Muslim yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya. Rasulullah mengatakan :
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَ عَلَّمَهُ
”Sebaik-baik kamu adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.”
Subhanallah, sungguh luar biasanya orang yang bisa menghafal Al-Qur’an sekaligus menjaganya. Namun banyak orang yang ingin menghafal Al-Qur’an tanpa harus bekerja keras, ingin memanen tapi tidak ingin menanamnya. Seperti orang yang ingin pintar tanpa belajar, ingin berprestasi tanpa mau repot, ataupun ingin masuk surga tapi tidak ingin beramal. Mungkin ada orang yang dikehendaki oleh Allah bisa menghafalkan Al-Qur’an tanpa harus bersusah payah dan melewati proses yang panjang. Tapi itu hanya terjadi pada sedikit orang yang diberi kelebihan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Seorang bijak mengatakan tidak ada kesuksesan dan keberuntungan yang datang begitu saja tanpa dibarengi dengan usaha. Begitu juga dengan menghafal Al-Qur’an, membutuhkan usaha dan proses. Tidak semudah membalikkan telapak tangan atau hanya dengan mengucapkan abracadabra seperti cerita dongeng. Sebuah keinginan yang kuat juga harus dibarengi dengan sebuah usaha. Usaha yang sungguh-sungguh itulah yang akan merubah sebuah keinginan menjadi kenyataan seperti ungkapan pepatah Arab: مَنْ جَذَّ وَ جَدَّ yang artinya siapa yang bersungguh-sungguh dia akan mendapatkannya.
Seringkali sebuah cita-cita atau keinginan kandas bukan dikarenakan faktor luar, tapi lebih disebabkan faktor dalam diri kita. Begitu juga dengan sebuah cita-cita mulia untuk menghafal Al-Qur’an. Hambatan berupa ‘gembok-gembok’ yang terpasang dalam diri kita seringkali menyulitkan kita dalam menghafal Al-Qur‘an. Gembok-gembok inilah yang acapkali menjadikan diri kita malas untuk berusaha dan bersungguh-sungguh. Oleh karena itu, sebelum menghafal Al-Qur’an ada baiknya apabila gembok-gembok ini dibuka terlebih dahulu dan belitan rantainya dilepas. Selama gembok-gemboknya masih terpasang kuat, selama itu pula usaha akan terpasung dan kita hanya akan menjadi seorang pecundang. Adapun gembok-gembok tersebut diantaranya adalah :
Gembok I : Azam Yang Melenceng
Sebelum menghafal Al-Qur’an, yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah meluruskan azam atau keinginan kita untuk menghafal Al-Qur’an. Inilah ‘gembok‘ yang harus dibuka paling awal ketika berniat menghafal Al-Qur’an. Apakah motivasi kita untuk menghafal Al-Qur’an, untuk mendapatkan gelar sebagai Al-Hafizh-kah, atau bisa mendapatkan jodoh yang juga seorang penghafal Al-Qur’an kah, atau menjadi lebih disegani oleh orang lain kah, atau untuk meraih ridho Allah semata dan mendapatkan mahkota kemuliaan dari Allah subhanahu wa ta’ala. Opsi manakah yang menjadi motivasi kita untuk menghafal Al-Qur’an? Luruskanlah niat kita dalam menghafal Al-Qur’an semata-mata hanya untuk ‘mencari perhatian‘ dari Allah semata, bukan mencari perhatian dari makhluk Allah.
Azam di sini bukan hanya sekedar keinginan untuk menghafal Al-Qur’an. Tapi juga siap menghadapi konsekuensi yang ada ketika menghafal Al-Qur’an. Yaitu membersihkan hati dari segala kemaksiatan kepada Allah. Karena dengan hati yang tidak bersih akan membuat kita sulit menerima Al-Qur’an. Teringat nasihat seorang bapak yang memiliki azam kuat untuk menghafal Al-Qur’an. Beliau mengambil ibrah dari surat Al-Waqi’ah ayat 79 :
لَايَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ
“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.“
Sang Bapak tersebut mengatakan bahwa orang-orang yang bisa menerima AL-Qur’an adalah orang-orang yang memiliki hati bersih. Orang-orang yang tidak memiliki hati bersih akan sulit menerima Al-Qur’an dan menghafalnya. Karena Al-Qur’an hanya ingin dihafal oleh orang-orang yang memiliki hati bersih. Ada benarnya pendapat bapak tersebut. Karena orang-orang yang hatinya bermaksiat kepada Allah akan sulit menghafalkan Al-Qur’an. Mungkin bisa menghafal, namun hafalan tersebut tidak terpatri di dalam sanubari dan mudah hilang. Semoga saja ketika kita ber-azam untuk menghafal Al-Qur’an kita bisa menjaga hati kita dari maksiat kepada Allah dan membersihkan hati kita dari noda-noda hitam yang membelenggu hati. Aamiin.
Gembok II : Tidak Mungkin
Gembok inilah yang paling berat di antara gembok lainnya. Hal ini tercermin dalam ungkapan-ungkapan yang mungkin sering kita curi dengar di antara orang-orang yang ingin menghafal Al-Qur’an seperti :“Saya tidak mungkin bisa menghafal Al-Qur’an“, atau “Mustahil ana bisa menghafal Al-Qur’an“, dan sebagainya. Realita yang sering terjadi adalah kata ‘tidak mungkin‘ itu justru keluar ketika belum ada usaha untuk mencobanya. Padahal boleh dikatakan tidak ada yang tidak mungkin untuk dilakukan. Banyak hal yang bisa dicapai asalkan kita memiliki keinginan yang kuat, ikhtiar yang terus menerus dibarengi dengan do’a yang ikhlas. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam di awal dakwahnya mendapatkan banyak sekali hambatan dan rintangan. Dari mulai kondisi bangsa Arab jahiliyah yang gemar berjudi, membunuh anak perempuan, hingga menyembah berhala. Nabi shalallahu’alaihi wa sallam sendiri menyadari bahwa amanat yang dibebankan kepada beliau bukanlah pekerjaan yang mudah. Namun beliau tidak menyerah. Justru hal itu membuat beliau semakin bersemangat menyeru masyarakat Jahiliyah ke dalam Islam walaupun beliau banyak dicemooh dan dikatai orang gila. Atas pertolongan Allah dan usaha beliau, akhirnya setelah 23 tahun, masyarakat di jazirah Arab berbondong-bondong memeluk Islam.
Gembok III : Tidak Memiliki Pengalaman
Ada seorang ikhwan A yang diberi amanah untuk mengisi sebuah talim di desa B. Namun, ikhwan tersebut menolaknya dengan alasan tidak memiliki pengalaman mengisi ta’lim. Bukan hanya ikhwan A yang memberi alasan ‘tidak memiliki pengalaman‘. Alasan-alasan seperti itu sering terdengar (mungkin kita termasuk salah satunya) ketika menolak sebuah amanah yang diberikan dengan alasan tidak memiliki pengalaman. Padahal justru dengan melakoni pekerjaan itu kita akan mendapatkan pengalaman yang sangat berharga. Memang di awal biasanya akan terdapat kesalahan yang tidak sedikit. Tapi justru dari situlah pengalaman di dapat. Ketika mencoba, maka akan tahu di mana letak kesalahannya dan tentunya memotivasi untuk meningkatkan kemampuan. Karena sesungguhnya pengalaman dibentuk dari usaha-usaha yang pernah kita lakukan dan pengalaman adalah guru terbaik. Kalau orang kata orang Jawa : Experience is the best teacher. Begitu juga dalam menghafal Al-Qur’an. Ketika kita sudah memiliki azam yang kuat untuk menghafal Al-Qur’an namun masih tersemat gembok ‘tidak mungkin‘ dalam diri kita, maka ketika kita menghafal tidak akan maksimal.
Gembok IV : Takut Gagal
Seringkali ada orang yang ingin menghafal Al-Qur’an tapi dia masih takut apabila dirinya tidak berhasil menghafal Al-Qur’an 30 juz atau target tahfizh dalam jangka waktu yang telah ditentukan (apalagi jika menghafal di sebuah ma’had tahfizhul qur’an). Padahal kita sudah berusaha mendaftarkan diri ke sebuah lembaga khusus untuk tahfizh Al-Qur’an demi tercapainya cita-cita untuk menghafal Al-Qur’an. Tapi ketika telah menjadi santri dan melihat target hafalan yang harus dicapai dalam waktu yang ditentukan, langsung down dan ragu kalau-kalau gagal dan target yang diberikan tidak terselesaikan. Ingat saudaraku, kegagalan adalah sebuah kesuksesan yang tertunda. Mungkin ketika kita mencoba pertama kali kita akan gagal, begitu pun ketika kedua kali, bahkan hingga kelima kali. Mungkin setelah enam kali mencoba kita baru berhasil menghafal Al-Qur’an mundhobittoh.
Gembok V : Tidak Bisa dan Tidak Berbakat
Seringkali gembok ‘tidak bisa‘ atau ‘tidak berbakat‘ muncul ketika kita berniat memulai sebuah pekerjaan. Akibatnya kita tidak akan pernah berani memulainya. Padahal sebenarnya di dalam diri kita terdapat kekuatan tersembunyi yang bisa muncul pada saat yang genting dan terjepit. Seseorang bisa memanjat pagar dengan ketinggian 3 meter ketika dikejar anjing rabies. Hal itu bisa terjadi dari suatu ketidakbisaan atau ketidakberbakatan menjadi bisa di saat kritis. Itu membuktikan bahwa setiap orang memiliki kemampuan dan bakat dalam dirinya. Tugas kita adalah memunculkan kemampuan kita dalam situasai normal. Sering kita mendengar ada orang yang mengatakan : “Saya tidak berbakat dalam bidang menghafal“ atau “Daya ingat dan hafalan saya lemah“. Padahal justru kata-kata tersebutlah yang membelenggu diri kita hingga kita beranggapan bahwa kemampuan hafalan yang ada dalam diri kita buruk. Oleh karena itu jangan terlalu mempercayai bakat semata. Karena bakat juga tidak akan berkembang tanpa dibarengi usaha.
Gembok VI : Terlalu Tua
Umur seringkali dijadikan alasan dalam menghafal Al-Qur’an. Karena diusia yang semakin beranjak tua biasanya daya hafal akan menurun. Ada seorang bapak yang berniat menghafal Al-Qur’an. Namun karena usianya sudah memasuki kepala lima, beliau merasa hal tersebut mustahil. Beliau menganggap bahwa dirinya sudah terlalu terlambat untuk menghafal AL-Qur’an. Beliau juga berpikiran bahwa dirinya sudah tua dan mudah lupa. Akhirnya beliau meminta anaknya untuk merealisasikan keinginannya menghafal Al-Qur’an dan memasukkan anaknya ke ma’had tahfizhul qur’an. Padahal tidak ada kata terlambat untuk sebuah kebaikan. Ketika ada sebuah keinginan yang kuat maka akan ada jalan untuk menempuhnya. Tua bukanlah sebuah halangan untuk tidak bisa menghafal Al-Qur’an. Di Madinah ada seorang kakek buta huruf berusia 80 tahun yang mendatangi salah satu musyrif tahfizh di masjid Nabawi dan mengatakan bahwa dirinya ingin menghafal Al-Qur’an. Awalnya musyrif tahfizh tersebut sanksi dengan keinginan kakek 80 tahun yang ingin menghafal Al-Qur’an itu. Ditambah lagi kakek tersebut buta huruf dan harus memulai mengenal huruf-huruf hijaiyah terlebih dahulu sebelum menghafal Al-Qur’an. Namun biidznillah kakek tersebut berhasil menyelesaikan hafalan Al-Qur’annya dalam waktu 5 tahun. Subhanallah.[1]
Setelah gembok-gembok tersebut terbuka yang harus kita lakukan adalah berusaha dengan sungguh-sungguh dan berdo’a memohon diberi kemudahan oleh Allah subahanahu wa ta’ala. Ada orang yang berusaha jungkir balik menghafal Al-Qur’an dan hanya mengandalkan kemampuan otaknya tanpa berdo’a kepada Allah. Tapi hasilnya tidaklah optimal. Hafalannya seperti sebuah mur yang lepas satu-satu dari tempatnya. Sebuah usaha yang keras sangatlah berperan dalam keberhasilan seseorang untuk merubah keadaan dirinya, atau meraih harapan dan cita-citanya. Namun hal itu hanyalah sebuah kesombongan tanpa dibarengi dengan do’a. Sebuah usaha harus dibarengi dengan do’a dan sebuah do’a harus dibarengi dengan usaha. Do’a tanpa usaha bohong dan usaha tanpa do’a sombong.
Do’a adalah solusi yang tepat atas kelemahan kita sebagai insan. Do’a adalah mata rantai yang tak boleh terlepas dari rangkaian usaha yang kita tempuh dalam menghafal Al-Qur’an. Karena do’a adalah senjata pamungkas bagi orang-orang yang beriman ketika menghadapi perkara apapun dalam kehidupannya. Do’a adalah sebuah lambang ketundukkan dan penyerahan diri seorang hamba yang lemah dan tak berdaya, kepada Rabb-nya yang Maha Kuat dan Maha Kuasa. Do’a juga merupakan saluran hubungan diplomatik kita dengan Allah. Lewat do’a segala lintasan hati, keinginan, cita-cita, harapan, kesedihan, ketakutan, kekhawatiran, dan cinta bisa kita sampaikan kepada Allah. Lewat do’a kita meminta apapun pada Allah. Allah-lah yang mampu memberi segala sesuatu yang kita minta dan Allah-lah yang mampu memudahkan langkah kita dalam segala hal. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat Al-Baqarah ayat 186 :
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Jangan meniru kaum Jabariyah yang hanya berusaha saja dan melupakan kedahsyatan sebuah do’a dan mengingkari takdir Allah. Atau kaum Qodariyah yang hanya berdo’a dan menerima takdir Allah tanpa berusaha. Dengan do’a kita bisa menitipkan hafalan yang telah kita hafalkan kepada Allah dan memintanya kembali ketika kita membutuhkan hafalan kita. Dengan do’a kita juga bisa meminta Allah menjaga hafalan kita supaya tidak hilang. Misalnya dengan do’a :
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَوْدِءُكَ مَا عَلَّمْتَنِي فَرْدُدْهُ إِلَيَّ وَ لاَ تَنْسَنِيهِ عِنْدَ حَاجَتِي
“Ya Allah sesungguhnya aku menitipkan kepada-Mu apa yang telah Engkau ajarkan kepadaku. Maka ingatkan aku ketika aku membutuhkannya. Dan jangan lupakan aku terhadapnya.”
Allah akan memudahkan orang yang menghafal Al-Qur’an, jika dia benar-benar meniatkannya. Allah juga akan memberinya kondisi yang cocok untuk menghafal Al-Qur’an jika dia benar-benar ber-azam dan menghadap Allah dengan hati yang bersih serta memohon pertolongan-Nya.
Wallahu a’lam bishowab

[1] Abdud Daim Al-Kahlil, Hafal Al-Qur’an Tanpa Nyantri:Cara Inovatif Menghafal Al-Qur’an. Terj. (Solo : Pustaka Arafah, 2010), hlm. 137

0 comments:

Post a Comment

 

Ich bin Muslime ^^ Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template