Sebenarnya ini adalah tugas mata kuliah Studi Islam saya waktu semester 4. I think it will be useful if I share it in my blog…:DD
Seperti yang kita ketahui konsep Tuhan merupakan konsep yang paling mendasar bagi setiap agama. Kemudian dari konsep Tuhan inilah dijabarkan konsep-konsep lainnya dalam agama, seperti konsep tentang manusia, kenabian, wahyu, dan konsep lainnya dalam agama. Oleh karena itu, mau tidak mau, setiap berbicara tentang agama, yang pertama kali perlu dipahami adalah konsep Tuhan-nya terlebih dahulu. Bagaimana mungkin seseorang yang mengaku bergama Islam tapi tidak mengenal siapa itu Tuhan-nya? Lantas bisakah seseorang ber-Islam dengan baik tanpa mengenal siapakah Tuhan-nya?
Konsep ke-Tuhan-an dalam Islam memiliki sifat yang khas tidak sama dengan konsepsi Tuhan dalam filsafat tradisi Yunani yang disebut sebagai unmoved mover, ataupun konsepsi Tuhan dalam Kristen dengan trinitasnya, ataupun agama Budha dengan Sad-Sadha, ataupun Hindu dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, ataupun Yahudi yang masih mempersoalkan nama Tuhan mereka YHWH-kah atau Yahweh.
عن أبي عـبد الرحمن عبد الله بن عـمر بـن الخطاب رضي الله عـنهما ، قـال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسـلم يقـول : بـني الإسـلام على خـمـس : شـهـادة أن لا إلـه إلا الله وأن محمد رسول الله ، وإقامة الصلاة ، وإيـتـاء الـزكـاة ، وحـج البيت ، وصـوم رمضان
Dari Abu Abdirrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khathab radhiallahu 'anhuma berkata : saya mendengar Rasulullah bersabda: "Islam didirikan diatas lima perkara yaitu bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah secara benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah dan berpuasa pada bulan ramadhan”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut Dr. Adian Husaini, MA, keimanan kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam adalah kunci utama dari seluruh aspek keimanan islam, tidak ada Islam jika tidak ada keimanan terhadap kenabian Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam. Karena Allah menurunkan wahyu-Nya (Al-Qur’an) kepada utusan-Nya, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam. Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam lah yang mengenalkan kepada kita umat Islam siapa Tuhan kita dan bagaimana cara beribadah kepada Allah. Melalui Nabi Muhammad juga lah kita memahami wahyu Allah, dan beliau lah yang menjelaskan kepada umatnya bagaimana cara shalat, zakat, puasa, haji, dan sebagainya. Umat Islam tidak dapat mengenal nama Allah, sifat-sifat-Nya, dan cara menyembah Allah dengan benar kecuali melalui utusan-Nya, nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam. Maka, syahadat Islam berbunyi: ”Saya bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Tanpa beriman kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam dan wahyu yang dibawanya, mungkin umat Islam hanya akan mengakui adanya Tuhan, dan mengakui bahwa Tuhan itu satu, tanpa bisa mengenal siapa Tuhan itu, siapa Dia, siapa nama-Nya, bagaimana sifat-sifat-Nya, dan bagaimana cara menyembah-Nya.
Konsep ke-Tuhan-an dalam Islam atau Aqidah Islamiyah adalah pondasi yang harus dimiliki oleh orang yang beragama Islam. Akan lebih baik jika konsep aqidah ini ditanamkan sejak masa kanak-kanak. Mengapa harus kanak-kanak? Menurut Dr. Amani Ar-Ramadi masa kanak-kanak adalah masa yang masih jernih pemikirinnya. Karenanya, pengarahan anak untuk mengenal agama mendapatkan porsi yang masih luas dalam hatinya, tempat tersendiri dalam pikirannya, dan sambutan oleh akalnya.
Selain itu, anak adalah amanat Allah. Allah menitipkan amanat itu kepada orang tua, pendidik, keluarga dan masyarakat untuk dididik dengan baik dan benar. Atas amanat, tersebut mereka semua akan dimintai pertanggung-jawaban dan akan dihisab atas kelalaian mereka dalam pendidikannya. Begitu pula, mereka akan mendapatkan pahala jika berbuat baik kepada anak-anak dan bertaqwa kepada Allah.[1]
Anak merupakan pondasi yang paling mendasar bagi terbentuknya sebuah bangunan umat. Apabila anak diletakkan dalam posisi yang benar, bangunannya secara utuh akan bisa lurus. Pondasi dasar yang harus ditanamkan kepada anak adalah pemahaman Aqidah, supaya anak bisa menjadi bangunan yang terbentuk lurus. Imam Ghazali telah menekankan untuk memberikan perhatian terhadap anak dan mendiktekannya sejak kecil agar ia bisa tumbuh di atas aqidah itu. Beliau mengatakan, “Ketahuilah bahwa apa yang telah kami sebutkan dalam menjelaskan aqidah seyogyanya diberikan kepada sang anak di awal perkembangannya agar ia bisa menghafalkannya benar-benar, sehingga makna-maknanya kelak di masa dewasa terus terungkap sedikit demi sedikit”.[2]
Imam Ghazali juga menjelaskan dalam kitab Al-Ihyâ’ ‘Ulûm Ad-Dîn cara menanamkan aqidah pada anak-anak. Beliau mengatakan ,”Cara menamkan keyakinan ini bukanlah dengan mengajarkan keterampilan berdebat dan berargumentasi, akan tetapi caranya adalah menyibukkan diri dengan membaca Al-Qur’an dan tafsirnya, membaca hadits dan makna-maknanya serta sibuk dengan tugas ibadah. Dengan demikian, kepercayaan dan keyakinan anak akan terus bertambah kokoh sejalan dengan semakin seringnya dalil-dalil Al-Qur’an yang didengar olehnya dan juga sesuai dengan berbagai bukti dari hadits Nabi yang ia telaah dan berbagai faedah yang bisa ia petik darinya. Ini ditambah lagi oleh cahaya-cahaya ibadah dan amalan-amalan yang dikerjakannya yang akan semakin memperkuat itu semua”.[3]
Cara memahamkan aqidah kepada anak bisa dibilang gampang-gampang susah. Aqidah Islamiyah dengan enam pokok keimanan, mempunyai keuniakan bahwa kesemuanya itu merupakan perkara yang ghaib. Anak dengan berbagai karakteristiknya yang khas, terkadang membuat banyak orang tua ataupun pendidik kebingungan bagaimana ia mesti menyampaikannya kepada anak dan bagaimana pula anak bisa dengan mudah berinteraksi dengan ini semua? Bagaimana cara menjelaskannya kepada anak-anak agar lebih mudah dipahami?
Sebelum menjelaskan konsep aqidah islamiyah, sudah sepantasnya orang tua dan pendidik memahami terlebih dahulu tentang konsep ke-Tuhan-an itu sendiri. Dan ketika anak mulai dikenalkan dengan Tuhan-nya, akan timbul berbagai macam pertanyaan dalam benaknya. Orang tua dan pendidik harus berusaha menjelaskan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak. Selain itu, orang tua ataupun pendidik dituntut untuk kreatif dalam menjelaskan masalah aqidah ini agar lebih mudah dipahami. Misalnya cara mengenalkan Allah kepada anak-anak, ketika mereka bertanya ‘Siapa Rabb-ku?’ jelaskan kepada mereka bahwa Rabb mereka adalah Allah yang telah menciptakan, memelihara, menguasai, dan mengatur alam semesta ini. Gunakan dalil dari Al-Qur’an supaya mereka lebih yakin, seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Fatihah:
الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ العَالَمِينَ
“ Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”
Lalu, ketika mereka bertanya ‘Dari mana engkau mengenal Rabb-mu?’ jelaskan kepada mereka bahwa mereka mengenal Rabb-nya dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Seperti adanya malam, siang, matahari, bulan, tujuh lapis langit, tujuh lapis bumi, berikut apa yang ada di langit dan di bumi serta apa yang ada diantara keduanya. [4] Kemudian apabila anak-anak bertanya ‘Di mana Allah?’ jelaskan kepada mereka bahwa Allah berada di atas langit, bersemayam tinggi dan naik di atas ‘Arsy. Sayangnya, banyak orang tua ataupun tenaga pendidik yang ketika ditanya ‘Di mana Allah?’, kebanyakan dari mereka menjawab ‘Allah ada di atas’. Jawaban yang abstrak apabila diberikan kepada anak-anak. Kareana bisa jadi ketika si anak berada di dalam rumahnya dan mendongakkan kepalanya ke atas, berharap agar bisa melihat Allah –karena jawaban yang diberikan kepadanya Allah itu ada di atas-. Ternyata si anak hanya menemukan cicak yang sedang berburu nyamuk. Salah-salah anak tersebut mengira cicak itulah Tuhannya. Naudzubillah.
Dan apabila mereka bertanya ‘Apa itu ‘Arsy?’, jelaskanlah bahwa ‘Arsy adalah makhluk Allah yang paling besar, yang letaknya paling tinggi, yang berada di atas langit ketujuh.[5] Sertakan dalil dari Al-Qur’an surat Thaahaa ayat 5 agar si anak bertambah yakin dan ajarkan untuk menghapalnya, yang berbunyi :
الرَّحْمن عَلَى العَرْشِ السْتَوَى
“(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy.”
Anak-anak adalah amanat Allah yang dititipkan kepada orang tua, pendidik, keluarga, dan masyarakat untuk dididik dengan baik dan benar. Atas amanat tersebut, mereka semua akan dimintai pertanggung-jawaban dan akan dihisab atas kelalaian mereka dalam pendidikannya. Begitu pula, mereka akan mendapatkan pahala jika berbuat baik kepada anak-anak dan bertaqwa kepada Allah. Oleh karena itu, penanaman konsep ke-Tuhan-an dalam Islam sebaiknya dimulai dari sejak kanak-kanak agar pendidikan anak yang merupakan amanat dari Allah bisa dipertanggung-jawabkan dengan baik. Wallahu ‘alam bishowab.
[1] Dr. Amani Ar-Ramadi, Pendidikan Cinta untuk Anak, (Solo:Aqwam, 2006), hlm.116
[2] Muhamad Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi, (Solo:Pustaka Arafah, 2004),hlm.112
[3] Loc. Cit., hlm.113
[4] Abu ‘Umar Ibrahim, Bimbingan Belajar untuk Anak-anak Islam:Buku Pelajaran Aqidah,(Hikmah Anak Sholih:2006), hlm.16
[5] Loc. Cit., hlm.15
0 comments:
Post a Comment