Ada seorang perempuan bercerita kepada saya, dia menyukai seorang laki-laki. Karena dia tahu bahwa dalam Islam tidak ada istilah pacaran dia mencoba memendam perasaannya, sambil terus mengagumi pria yang disukainya dalam diam. Dia mencoba untuk memendam perasaan ‘aneh’ di hatinya setiap dia bertemu dengan lelaki yang ia sukai, tapi tetap saja tidak bisa. Setiap bertemu dengan laki-laki itu, disengaja atau tidak dia langsung salah tingkah. Akhirnya dia mencoba untuk menghindarinya. Maklum mereka sama-sama menuntut ilmu di satu sekolahan. Dia terus berusaha untuk memendam perasaannya dengan laki-laki itu (sebut saja namanya Bagas).
Perempuan yang bercerita kepada saya tadi (sebut saja Vika) terus memendam perasaannya hingga ia lulus SMA dan melanjutkan kuliah. Vika dan Bagas kuliah di universitas yang berbeda. Bagas kuliah di Propinsi Jawa Barat dan Vika kuliah di Jawa Tengah. Vika aktif mengikuti organisasi mahasiswa di kampusnya, terutama LDK. Dia juga aktif ikut ta’lim sana-sini. Vika merubah penampilannya, lebih menutup aurat. Dulu dia biasa menggunakan celana dan anti dengan rok, saat ini dia selalu menggunakan jubah. Waktu terus berlalu, namun Vika tetap menyimpan perasaan kepada Bagas. Sempat terbersit dalam pikirannya untuk mengungkapkan perasaannya kepada Bagas. Namun ia berpikir “untuk apa saya mengungkapkannya? Toh tidak akan ada kelanjutannya.” Maksud dia, biasanya orang-orang yang mengungkapkan perasaannya tujuannya untuk pacaran, sedangkan dia mencoba untuk menjaga dirinya dari pacaran. Sempat terbersit pikiran untuk berpacaran seperti teman-temannya, namun ia ingat larangan Allah untuk tidak mendekati perbuatan zina.
Vika mencoba untuk melupakan perasaannya kepada Bagas dan menjauhi zina hati itu, tapi setan selalu mengusiknya. Vika mencoba menyibukkan dirinya dengan berbagai macam kegiatan di kampusnya. Berbagai macam seminar dia ikuti, berbagai macam kegiatan dia lakoni. Bahkan terkadang dia sengaja berlama-lama di lab atau menenggelamkan dirinya pada tumpukan buku-buku di perpustakaan, tapi tetap saja bayangan Bagas selalu muncul dalam benaknya. Semakin Vika berusaha melupakannya, semakin sering bayangan Bagas muncul dalam benaknya.
Vika selalu berdo’a jikalau memang Bagas adalah yang terbaik baginya, dia memohon kepada Allah supaya dipertemukan dalam ikatan yang halal. Hampir setiap hari do’a itu tidak pernah lupa diucapkannya selesai sholat. Vika juga mencoba untuk menjaga kehormatan dirinya dengan menjaga dirinya dari laki-laki yang bukan mahramnya. Ia mencoba untuk menjadi wanita yang pantas bersanding dengan Bagas. Bagas yang dia kenal di masa SMA adalah seorang laki-laki yang rajin beribadah, pandai, aktif di organisasi, menjaga pandangan dan tidak pernah mau diajak berfoto bersama teman perempuannya. Berbeda sekali dengan teman-temannya yang ketika diajak berfoto dengan perempuan langsung mengiyakannya. Bukan hanya mengiyakannya, tapi juga berfoto sambil merangkulkan tangan di pundak sang perempuan.
Vika mencoba untuk tidak berhubungan dengan Bagas melalui media apapun, baik itu hape, jejaring sosial, email, dan lainnya. Dia mencoba untuk menjaga hatinya. Dia terus memperbaiki pribadinya setiap hari supaya layak bersanding dengan seorang Bagas yang bagus akhlaknya. Vika berpikiran pasti Bagas saat ini seperti ikhwan-ikhwan kampus yang hobi berdakwah. Pasti Bagas sekarang aktivis dakwah kampus di kampusnya. Pasti Bagas sekarang bla…bla…bla…Berbagai macam anggapan positif tentang Bagas bermunculan. Dan dia terus berdo’a kepada Allah semoga bisa berjodoh dengan Bagas. Tak lupa dia memperbaiki akhlaknya hari demi hari.
Suatu hari, ia iseng membuka dinding teman perempuannya dulu di SMA. Ketika ia membuka wall temannya, ia terkejut. Dia menemukan foto Bagas di situ bersama teman perempuannya tadi sedang berpegangan tangan. Akhirnya Vika membaca semua wall yang ada di akun FB temannya itu. Dan kebanyakan isi wall-nya adalah percakapan Bagas dan si empunya akun yang menggunakan kata-kata aneh seperti ‘ayang’, ‘honey’ dan kata-kata gombal lainnya. Sontak Vika menangis saat itu juga. Dia ditimpa perasaan kecewa yang luar biasa. Dia kecewa dengan dirinya, kenapa dia harus berharap kepada orang seperti Bagas.
Vika kecewa dengan dirinya kenapa dia bisa menanam perasaan seperti itu dengan Bagas. Dia kecewa selama ini dia berubaha bukan karena Allah, tapi karena seorang Bagas. Dia kecewa dengan dirinya kenapa dia harus berdo’a berharap berjodoh dengan Bagas. Dia kecewa sekali…
Semenjak kejadian itu dia mencoba untuk melupakan Bagas, dan terus berusaha untuk memperbaiki dirinya dan menjaga diri. Kejadian itu membuat dia semakin rajin beribadah. Dia juga mencoba untuk tidak lagi-lagi terjangkit virus merah jambu.
Huhuhuhuhuhu….melankolis ya ceritanya. Eits…tunggu dulu ada hikmah yang bisa diambil lho dari cerita ini, khusunya buat akhwat :
1. Jangan gampang untuk memupuk perasaan yang tidak seharusnya. Maksudnya, ketika kamu sudah menaruh rasa kepada seorang laki-laki, cepat-cepat hapus perasaan itu, jangan memupuknya dan membiarkannya tumbuh lebat di hati. Sebelum kamu sakit hati, sebaiknya pangkas perasaan itu. Tunggu sampai ada seorang pangeran yang berani melamar kamu dan menikahi kamu. Saat sudah ada orang yang siap untuk menjadi imam bagimu, maka pupuklah perasaan terhadap suamimu itu. :D Masalahnya seorang perempuan ketika sudah menambatkan hatinya pada seseorang, maka dia akan susah untuk melupakannya. Berbeda dengan laki-laki yang gampang jatuh hati. Buktinya kalau ada perempuan yang habis diputusin pacarnya pasti frustasinya nggak ketulungan. Ngurung diri di kamar berhari-hari nangis ampe pagi, ngabisin tisu selemari. Atau seorang istri yang suaminya meninggal, pasti jarang mencari suami lagi atau menikah lagi. Berbeda dengan seorang suami yang ketika istrinya meninggal, keesokan harinya dia sudah mencari istri baru. Makanya kalau nggak mau kebakaran, nggak usah deh main api.
2. Kalau berdo’a minta jodoh, jangan menyebut nama, tapi lebih baik sebut kriteria yang diharapkan. Hehehehehe….beneran lho! Do’anya jangan : “Ya Allah jadikanlah Afgan jodohku!” (hadeuh…perumpamaan yang aneh) tapi minta kepada Allah kriteria yang diharapkan untuk menjadi pasangan hidup misalnya: “Ya Allah berikanlah hamba suami yang sholeh, hapal Al-Qur’an, berjiwa da’i dan mujahid, pinter, cakep, kaya, pandai mengaji, rajin menabung,,de es te…de es be..” atau “Ya Allah berilah hamba suami yang terbaik untuk hamba” (hwahahahah…suara hati ini mah:D). Soalnya kalau kita berdo’a dengan maksud berjodoh dengan orang yang kita sebut namanya dalam do’a bisa jadi orang itu berubah. Misalnya kaya si Bagas di atas. Awalnya kan Vika mengira Bagas itu ikhwan sejati, akhirnya dia berdo’a minta berjodoh sama Bagas. Tapi ternyata si Bagas berubah, nggak seperti yang Vika kenal dulu. Intinya gitu deh.
3. Jangan berharap sama manusia, coz cuma bikin sakit hati. Kalau masalah ini, saya pernah mengalaminya. Waktu itu saya diajak teman pergi ke rumah seorang ibu yang dia kenal. Kebetulan waktu itu hari kamis, waktunya shaum sunnah. Tapi saya nggak shaum, soalnya pikir saya, kan mau bertamu ke rumah orang. Dan biasanya kalau kita bertamu ke rumah ibu itu, kita selalu disuguhin makanan banyaak banget. Dan biasanya kalau kita dateng ke rumahnya ibu itu pasti masak khusus buat kita. Harapan saya selama perjalanan si ibu itu masak A, B,C, D. tapi ternyata pas sampai sana, si ibu lagi buru-buru mau pergi. Jadi si ibu belum sempet masak. Kita di suruh main aja di rumahnya, kalau mau makan , suruh bikin mie aja di dapur. Saya terlalu berharap sama manusia sih,,,udah gitu shaum sunnah jadi ketinggalan. Huhuhuhuhu….Pelajaran yang sangat berharga dalam hidup saya.
4. Lebih mendekatkan diri kepada Allah dan minta supaya hati ini selalu terjaga dari virus-virus yang dapat merusak hati. Apalgi virus merah jambu. Virus merah jambu ini bisa menjangkit siapapun. Baik itu orang awwam maupun aktivis dakwah. Banyak juga aktivis dakwah yang tidak bisa mengerem hatinya dan membiarkan bunga-bunga ‘cinta’ bersemi sebelum waktunya. Akhirnya ikut-ikutan kebawa sama orang-orang yang awwam atau belum ngerti hukum hubungan antara dua lawan jenis yang bukan mahram atawa pacaran. Tapi namanya beda bukan pacaran, melainkan ‘hubungan tanpa status’. Kan kalau pacaran nggak boleh dalam Islam, jadinya hubungan tanpa status aja deh. Hohohohoho…..
Jangan pernah mencoba main api, soalnya api itu panas !
Jangan mendekati duri, duri itu tajam !
Jangan main hati kalau nggak mau sakit hati !
Wallahu a’lam bishowab
0 comments:
Post a Comment