Mulia?
Siapa tidak ingin menjadi mulia? Setiap orang ingin menjadi mulia dan
dimuliakan bukan? Mudah sekali untuk menjadi mulia. Tidak perlu menggadaikan
harta benda. Tak perlu menelaah berbagai macam hukum geometri. Bahkan tak perlu
mengotak-atik kalkulus. Mungkin bertanya dengan seorang Albert Einstein pun tak
akan mendapatkan jawabannya.
Hasan
al-Bashri berkata Barangsiapa memuliakan Allah, maka Allah akan
memuliakannya. Barangsiapa menghinakan Allah maka Allah akan menghinakannya.
Yap...
cukup dengan memuliakan Allah maka Allah akan memuliakanmu dan kau pun akan
menjadi orang yang mulia. Lantas bagaimana kita bisa memuliaka Allah?
Ada
sebuah hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi :
إن من إجلال الله
تعالى إكرام ذي الشيبة المسلم وحامل القرآن غير الغالي فيه والجافي عنه وإكرام ذي
السلطان المقسط
“Sesungguhnya
termasuk pengagungan kepada Allah adalah memuliakan orang yang sudah beruban lagi muslim, memuliakan
ahli Qur’an dengan tidak berlebihan dan tidak menyepelekannya, dan memuliakan
para pemimpin yang berbuat adil.” [1]
Cara
pertama adalah memuliakan orang Muslim yang sudah beruban. Sekalipun orang itu
bukan orang tua kita atau kerabat kita. Meskipun orang itu tidak lebih tinggi
pangkatnya dari kita. Walaupun pendidikan kita lebih tinggi dari orang itu.
Ataupun orang itu tidak lebih kaya dari kita. Mengapa demikian? Mereka mungkin
tidak lebih tinggi pangkat ataupun pendidikannya, tapi setidaknya mereka lebih
tua dari kita. Orang tua sudah lebih banyak memakan asam garam kehidupan. Mereka
lebih memiliki banyak pengalaman dalam hidup. Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ
لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ شَرَفَ كَبِيرِنَا
“Bukan
termasuk golonganku orang yang tidak menyayangi orang muda diantara kami dan
tidak menghormati orang yang tua”[2]
Menghormati
dan memuliakan orang yang lebih tua juga termasuk salah satu ajaran Islam
kawan. Cara memuliakan orang yang lebih tua bisa dengan menampatkannya di
tempat yang layak dalam sebuah majlis, tidak terlalu banyak guyon kepadanya,
menyambut kedatangannya dengan ucapan yang baik, mendengarkan setiap
perkataanya, berlaku lemah lembut terhadapnya, tidak memotong ucapannya, tidak
mendahuluinya ketika berjalan bersamaan, dan masih banyak cara mulia lainnya.
Cara
memuliakan Allah yang kedua adalah memuliakan para ahlul qur’an. Siapakah
ahlul qur’an? Ahlul qur’an adalah para pengemban risalah al-Qur’an.
Merekalah pembawa panji Islam. Kedudukan mereka mulia karena mereka mau
mempelajari, menghafalkan dan mengamalkan serta mengajarkan al-Qur’an. Akhlaq mereka
adalah akhlaqul qur’an. Imam an-Nawawi rahimahullah dalam at-Tibyaan
fii Adaabi Hamalatil Qur’an menyebutkan bahwa ahlul qur’an adalah para
penghafal al-Qur’an. Ibnul Qayim rahimahullah menjelaskan bahwa ahlul
qur’an adalah orang yang memiliki ilmu tentang al-Qur’an dan mengamalkannya
meskipun ia tidak hafal di luar kepala. Mengapa mereka harus dimuliakan?
Menghafal
al-Qur’an atau mempelajarinya adalah salah satu cara untuk mengagungkan salah
satu dari syiar-syiar Islam. Allah berkalam dalam surat al-Hajj ayat 32:
ذَلِكَ
وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
Dan barangsiapa mengagungkan
syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati.
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu
‘anhu : “Sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan
antara dua orang korban perang Uhud. Kemudian berkata :’Siapa yang lebih banyak
hafalan Qur’annya di antara keduanya?’ Beliau mendahulukannya masuk ke liang
lahat.”[3]
Maka dari itu kita harus
memuliakan para Ahlul Qur’an ini karena mereka adalah waliyullah (para
wali Allah). Muliakanlah para penghafal Qur’an dan orang-orang yang mempelajari
al-Qur’an.
Dan yang ketiga adalah
memuliakan para pemimpin yang adil. Para pemimpin yang menegakkan syariat Islam
yang menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai panduan dan menjadikan ulama
sebagai penasihatnya. Menempatkan Allah di atas segalanya.
Cukup dengan memuliakan ketiga
golongan itu maka Allah akan memuliakan Anda karena itu termasuk memuliakan Allah.
Wallahu ta’ala a’lam
[1]HR.
Abu Dawud;4843; dihasankan oleh Syeikh Al-Albani dalam Shahih
al-Jami’ no. 2199.
[2]
HR. at-Tirmidzi ; 1920 ; dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Shahih
al-Jami’ no. 5444
[3]
Imam an-Nawawi , At-Tibyaan fii Adaabi Hamalatil Qur’an, Bab Fii
Ikraami Ahlul Qur’aj wa an-Nahyu ‘an Iizaaihim, (Mesir : Maktabah Ibnu ‘Abbas,
2005) h. 48
0 comments:
Post a Comment