Saturday, 28 April 2012

MAKNA DI BALIK SEPERANGKAT ALAT SHOLAT

14098_124194944263658_100000194586075_297090_6901582_n “Saya terima nikah dan kawinnya Nabila binti Ahmad dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan mushaf Al-Qur’an dibayar tunai!”

Sering kita dengar kata-kata ini ketika menghadiri akad nikah sesorang. Bagi yang beragama Islam, pasti mas kawin berupa peralatan sholat dan mushaf Al-Qur’an sudah menjadi sebuah keniscayaan. Apalagi di negara yang katanya mayoritas Islam ini, aneh rasanya apabila ada seorang Muslim yang tidak menyertakan 2 mas kawin wajib itu dalam akad nikahnya. Bahkan ketika proses ta’aruf atau ketika sedang memperbincangkan masalah mas kawin yang akan diberikan mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan pasti yang pertama kali disanggupi adalah seperangkat alat sholat dan mushaf Al-Qur’an. Mengapa demikian? Adakah makna khusus dibalik pemberian dua mas kawin wajib tersebut?

Sangat disayangkan, setelah akad nikah selesai, perlengkapan sholat yang dijadikan sebagai mahar terbungkus rapi di dalam lemari tak pernah tersentuh. Tak jauh beda dengan mushaf Al-Qur’an yang dijadikan mas kawin tersimpan rapi di rak buku dan hampir berdebu. Dua barang yang dijadikan sebuah keniscayaan dalam mas kawin itu hanya menjadi pajangan usai ijab kabul. Padahal ada makna spesial di balik pemberian perlengkapan sholat dan mushaf Al-Qur’an sebagai mahar.

Ketika seorang mempelai pria mengucapkan ”Saya terima nikah dan kawinnya fulanah binti fulan dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan mushaf Al-Qur’an“, ada ’beban‘ baru yang dipikulnya. Beban itu adalah sang suami berkewajiban untuk mengajarkan sholat kepada sang istri yang disimboli dengan pemberian seperangkat alat sholat. Suami juga berkewajiban untuk menjaga sholat istrinya dengan terus mengingatkannya dan membimbingnya supaya tidak melewatkan kewajiban yang satu ini. Karena sholat adalah amalan pertama kali yang akan dihisab pada yaumul hisab kelak.

Begitu pula dengan mas kawin berupa mushaf Al-Qur’an. Mungkin bagi sebagian orang dua mahar ini dianggap sebagai mahar yang murah meriah dan mudah didapatkan di negara yang mayoritasnya Muslim ini. Tapi sebenarnya mahar mushaf Al-Qur’an adalah mahar termahal yang diberikan seorang suami kepada istrinya. Mengapa? Karena dengan memberikan mushaf Al-Qur’an, berarti suami wajib untuk mengajarkan istrinya semua isi dari Al-Qur’an yang diberikannya kepada istri dari surat Al-Fatihah hingga surat An-Naas. Suami berkewajiban untuk mengantarkan istrinya kepada akhlaqul qur’an. Suami juga berkewajiban untuk membawa keluarganya kepada kehidupan rumah tangga berdasarkan Al-Qur’an dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman kehidupan rumah tangganya. Bagaimana mahal banget kan mahar yang satu ini?!?

Sangat disayangkan ternyata realitas yang ada tidak demikian. Mushaf yang dulunya dibungkus rapi sebagai mahar itu tetap terbungkus rapi dalam plastik bening bergambar hati yang kini tergeletak di dalam buffet. Tak jauh berbeda dengan seperangkat alat sholat yang dulunya dibungkus rapi di dalam keranjang yang dihiasi kertas berwarna-warni kemudian di bungkus dengan plastik bening yang juga bergambar hati itu tersimpan rapi di sebelah mushaf Al-Qur’an. Dan dengan bangganya si empunya barang tersebut memamerkan kepada tamu yang hadir, “Ini lho mahar yang dulu diberikan suami saya!”

Tak jadi masalah apabila mahar yang diberikan itu sengaja disimpan, karena memiliki mushaf dan peralatan sholat lain. Yang jadi masalah adalah ketika, seusai ijab kabul suami masa bodoh dengan janji yang dulu diucapkannya dan tidak mengindahkan ‘beban’ baru yang harus dipikulnya. Seorang suami memiliki kewajiban untuk menjaga istri dan anak-anaknya dari api neraka, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat At-Tahrim ayat 6 :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...“

Adh-Dhahak berkata adalah kewajiban bagi seorang Muslim untuk mengajarkan keluarganya, kerabatnya, serta hamba sahaya yang dimilikinya apa-apa yang diwajibkan Allah dan apa-apa yang dilarang Allah. (Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, Ibnu Katsir)

Dalam kehidupan rumah tangga tanggung jawab ini diamanahkan kepada suami sebagai imam dalam keluarga. So...buat para istri yang mendapatkan mahar seperangkat alat sholat dan mushaf Al-Qur’an tapi belum diajarkan isi dari Al-Qur’an, jangan ragu untuk menagihnya kepada suami. Sekalian mengingatkan suaminya, amanat yang mungkin terlupakan oleh suami. Dan untuk para suami yang ketika akad nikah memberikan mahar seperangkat alat sholat dan mushaf Al-Qur’an, dan belum memiliki andil dalam menjaga sholat istrinya dan mengajarkan isi Al-Qur’an yang diberikan, hayuu atuh diajarkan istrinya. Biar istrinya makin sholehah, dan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, yang diimpikan bisa tercapai. Lalu buat para calon istri dan suami, mulailah mempersiapkan bekal untuk berlayar dalam bahtera rumah tangga kehidupan. Hehehehe….gayanya udah kaya expert dalam masalah rumah tangga. Padahal mah saya belum nikah…:DD

Yah…itung-itung bagi ilmu apa yang disampaikan sama Dr. Mu’inudinillah Basri, pada mata kuliah Fiqh Siyasah. Mata kuliah Fiqh Siyasah koq bisa ngebahas masalah nikah ya?….

Wallahu a’lam bishowab

0 comments:

Post a Comment

 

Ich bin Muslime ^^ Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template